21. Kutuk atau kutu?

59 27 5
                                    

Setelah kejadian dua hari lalu yang menghebohkan sekolah. Mulai dari perkelahian Ladya dan Gisel. Sampai kepergian Gisel yang membuat seantero sekolah gempar dan mempertanyakan kemana perginya Gisel.

Walaupun banyak gosip-gosip yang tidak mengenakan tentang ke pergian Gisel yang di sebabkan oleh Ladya. Tetapi Aya dan yang lain membiarkan saja, toh mereka juga tidak tau yang sebenarnya terjadi.

Guru-guru pun tau apa yang sebenarnya terjadi kepada Gisel, pak Rendi pun membatalkan pertemuannya dengan orang tua Ladya setelah tau apa faktanya.

Pertemuan singkat dan membuat mereka tau bahwa tidak semua orang bisa menanggung trauma atau pun depresi yang berkepanjangan.

"Bi, gimana keadaan Gisel?" Tanya Aya.

Saat ini mereka berada di dalam kelas menunggu kedatangan guru yang entah kapan datangnya.

Bianca sedang memainkan game online di ponselnya, sedikit menoleh ke arah Aya dan berkata. "Aman Ya, lo tenang aja."

"Gue masih nggak nyangka dah, hidupnya si Gisel ternyata semenyedihkan itu." Ladya jadi merasa bersalah karena telah menghajar Gisel tempo hari.

"Setiap orang punya kisah hidupnya masing-masing. Kita nggak pernah tau gimana kehidupan seseorang, makanya jangan pernah nyakitin hati orang."

Ladya menghentikan kegiatannya yang sedang memakai kutek di kukunya. Ia fokus kepada Aya yang barusan buka suara.

"Bi sampein maaf gue ke Gisel ya?" Pinta Ladya tulus.

Devan mengernyit, bangkit dari duduknya menghampiri Ladya dan duduk di sampingnya. Punggung tangannya menyentuh kening gadis tersebut.

"Ngapain sih lo?" Tanya Ladya sewot.

Devan mengerjapkan matanya, mengapit ke dua pipi Ladya. "Dephan loh gila ya?" Kesal Ladya dengan bibir yang mengerucut.

"Lo kesambet kan Dy? Anjir seorang Ladya minta maaf duluan." Ladya melepaskan ke dua tangan Devan dari pipinya.

"Lo kali tuh kesambet, sembarangan lo kalo ngomong."

"Heran lah gue, masa lo mau minta maaf ke Gisel? Yakin lo?"

"Yakin lah. Gini-gini gue juga punya hati kali."

"Hati lo dimana-mana kalau lo lupa." Cebir Devan.

Ladya cengengesan, "kalau itu beda cerita brader Devan."

"Kilii iti bidi ciriti ligi dipin, hilih bacot." Dengan enteng Ladya menggeplak kepala Devan.

"Bi, denger nggak sih? Kok gue di kacangin sih Bi!" Ladya merebut ponsel Bianca. "Game sialan emang." Umpat Ladya ketika melihat ponsel Bianca yang menunjukkan game mobile legend.

"Ladya!"

"Woi Bi kok keluar sih lo?" Tanya Azka.

Sedari tadi Azka, Gio, dan Bianca memang hanya fokus kepada ponselnya yang terus berbunyi tripple kill, double kill. Sedangkan Gaby masih fokus mempercantik kukunya dengan kutek tanpa terusik sedikit pun.

"Tuh liat temen lo, rusuh." Malas Bianca kepada Ladya.

Azka dan Gio melirik ke arah Ladya. "APA?" Tanya Ladya ngegas.

"Udah-udah, ih sehari aja nggak berantem bisa nggak sih?" Lerai Aya.

"Teman lo tuh nyebelin." Bianca masih tak terima karena sudah pasti gamenya kali ini kalah.

"Dy balikin ponselnya Bianca."

"Gak Ya! Siapa suruh dia ngacangin gue,"

"Ngacangin apaan?"

"Tuh kan lo aja nggak tau kan tadi gue ngomong apa. Gara-gara ngegame mulu,"

"Emang lo ngomong apa?" Tanya Bianca jengah, mencoba mengalah.

"Sampein maaf gue ke Gisel."

"Ck, itu doang?" Ladya mengangguk.

"Untung temen lo, kalau bukan udah gue makan. Sekarang balikin." Pinta Bianca menadahkan tangannya.

"Bilang iya dulu,"

"IYA LADYA! PUAS LO?!"

"Hehehe, gitu dong." Ladya menyengir dan memberikan ponsel milik Bianca.

Wajah Bianca langsung kesal karena melihat layar ponselnya bertuliskan afk.


"Lo sih Dy, ngambek kan tuh bocahnya." Ujar Devan.

Ladya sudah berancang-ancang untuk menyerang Devan, namun Aya sudah lebih dulu menarik Ladya untuk duduk kembali ke bangkunya.

RAYALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang