9. Ketabrak mobil?

124 59 5
                                    


Langit sudah berubah menjadi terang, gelapnya malam telah berganti oleh mentari pagi, bulan, dan bintang telah berganti dengan matahari yang seakan tersenyum bahagia. Pagi telah tiba, suara jangkrik telah berubah menjadi suara kicauan burung, dinginnya udara malam telah berganti dengan teriknya sinar matahari pagi. Seorang gadis yang keluar dari dapur membawa satu piring nasi goreng buatannya dan menaruh piringnya di atas meja makan berbentuk lingkaran. Gadis itu sudah rapih dengan seragam sekolahnya. Wajahnya tampak begitu ceria, ke dua sudut bibirnya mengangkat membuat dirinya tersenyum manis.

"Bang Alam udah pulang belum ya? Coba ke kamarnya deh," gumamnya melangkahkan kaki ke kamar yang berada tepat di dekat tangga.

Klek..

Suara gagang pintu terdengar saat gadis itu membuka sebuah pintu kamar, "ya ampun masih tidur," gadis itu berjalan menghampiri seorang pria yang masih terlelap dalam tidurnya. Ia menduduki tubuhnya di tepi ranjang besar yang sudah berantakan tidak karuan.

"Bang Alam, bangun," ia menggoyangkan tubuh pria yang masih setia memejamkan matanya. Tidak ada pergerakan dari sang empu membuat gadis itu membuang guling yang di pelukannya, "Abang bangun ih, adek mau ke sekolah," ya dia adalah Fae Laie Alyasid, gadis yang saat ini tengah membangunkan Yesaya Alam Elyasid selaku abangnya.

"Eunghhh," lenguh Alam saat ada yang mengelus pipinya. Aya terus membangunkan abangnya dengan mengelus pipinya.

Alam membuka matanya mendapati Aya yang sedang tersenyum manis, "selamat pagi abangku yang jelek banget, tapi adek sayang,"

"Pagi juga adekku yang cerewet banget, tapi abang sayang," Alam membalas ucapan selamat pagi Aya dengan tangan yang di rentangkan. Aya yang paham langsung memeluk abangnya dengan manja.

Alam membalas pelukan adeknya dengan sayang. "Bangun abang, udah siang," ujar Aya melepaskan pelukannya dan menarik lengan abangnya agar bangun.

Alam pun duduk bersandar di bahu ranjang, "cium abang dulu," Alam meletakkan telunjuknya di pipi kanan, dengan cepat Aya mengecup pipi abangnya. "Hoam, abhang masyih ngantuk banget," ujarnya sambil menguap.

"Ih abang bau banget jigong," Aya menutup hidungnya.

"Emang iya?" Aya mengangguk, "biarin deh yang penting ganteng,"

"Dih ke pedean banget," Aya melempar bantal ke wajah Alam. "Abang semalam pulang jam berapa?"

"Hmm, nggak tau tuh,"

"Kok nggak tau sih?"

"Abang lupa adek,"

"Sama aja kek Dewa, udah tua sih," cebir Aya memanyunkan bibirnya, dengan gemas Alam mencubit pipi adeknya yang tembam.

"Abang udah tau Mamah lagi di rumah Umi?"

"Udah, semalem Dewa ngabarin," Aya pun mengangguk paham.

"Adek mau abang anter sekolahnya?"

"Nggak usah abang, adek berangkat sendiri aja, abang bangun ya jangan tidur lagi, langsung mandi abis itu sarapan, adek udah buatin abang nasi goreng jangan lupa di makan, terus berangkat kuliah, jangan bolos!" ujar Aya tanpa bernapas.

"Adek nggak sesak ngomong tanpa napas?" Tanya Alam.

"Ih abang denger nggak yang adek bilang?"

"Iya-iya abang denger, yaudah gih adek berangkat sekolah, nanti telat,"

"Abang jangan tidur lagi, inget!" Aya sangat hapal abangnya itu, abangnya akan memanfaatkan waktunya untuk tidur jika adeknya sudah ke sekolah, padahal ia harus kuliah.

Alam terkekeh melihat adeknya yang menggemaskan, "iya adek,"

"Pinter, yaudah adek sekolah dulu ya," Aya mencium punggung tangan Alam, lalu di kecupnya pipi Aya yang gembul oleh sang abang. "Papai abang, assalamualaikum," Aya melambaikan tangan sebelum menutup pintu kamar Alam. "Papai, wa'alaikumsalam." Setelah kepergian adeknya Alam pun bangkit dari kasurnya menuju kamar mandi.

Aya sedikit berjalan ke depan untuk tiba di halte karena jarak kompleks rumahnya tidak jauh dari halte, ia berjalan ke depan halte hanya membutuhkan waktu lima menit. Aya duduk di bangku halte sambil memasang earphone berwarna biru yang selalu bertengger di lehernya, ia memutar sebuah sholawat yang di lantunkan oleh 'Syakir Daulay'.

Aya melihat ke arah tengah jalan raya, ia memicingkan matanya saat melihat ada kucing yang sedang menyeberang, dari arah kiri ada sebuah mobil dengan laju yang cepat. Buru-buru Aya berlari untuk menyelamatkan kucing itu tanpa memikirkan keselamatannya. Aya berjongkok untuk membawa kucing itu ke pinggir jalan. Baru saja ia berdiri menggendong kucing itu, mobil dari arah kiri terus melaju dengan kecepatan tinggi. Aya terdiam seolah kakinya tidak bisa bergerak, ia memejamkan matanya saat mobil itu tinggal beberapa centi lagi mengenai tubuhnya.

Seorang pria dengan memakai pakaian kemeja rapih tengah mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, dirinya sedang terburu-buru untuk sampai di kantor.

"Iya tolong kamu tahan sebentar lagi kliennya, saya lima menit lagi sampai," ucapnya dengan seseorang yang berada di seberang telepon, lalu ia menutup teleponnya.

Pria itu terus saja melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, ia hanya mempunyai waktu lima menit untuk tiba di kantor. Pria itu menaruh ponselnya ke sembarang tempat tanpa menoleh, tetapi ia malah menjatuhkan ponselnya ke bawah membuat dirinya menunduk untuk mengambil kembali ponselnya yang terjatuh. Setelah tangannya menemukan ponselnya yang terjatuh, dia kembali menatap ke arah depan yang tanpa sadar sudah ada seorang gadis yang berdiri tidak jauh dari lajuan mobilnya, ia pun langsung menginjak rem berharap tidak menabrak gadis itu.

Tinnnn!

Ia memencet klaksonnya membuat semua yang ada di sana menjerit. Untung saja mobilnya tidak menabrak tubuh gadis itu. Buru-buru ia membuka seatbelt dan membuka pintu mobilnya, ia keluar menuju gadis itu.

"Kamu baik-baik saja?" Tanyanya saat melihat gadis itu memejamkan mata.

Aya yang sudah pasrah akan dirinya tidak menyangka bahwa ia masih selamat, ia membuka matanya saat ia mendengar suara seseorang. Aya melihat ke sekeliling memastikan bahwa dirinya masih berada di bumi.

"Hei, apa ada yang terluka?" Pria itu mengipaskan tangannya tepat di wajah Aya.

Aya mengerjap, ia melihat ke arah kucing yang sedang ia gendong saat ini, "meong." Seolah tau, kucing itu bersuara, "syukurlah kamu baik-baik aja," Aya mengelus kucing itu lalu ia melihat ke arah orang yang hampir menabraknya itu.

"Om nggak punya mata ya?! Om bisa nggak sih bawa mobil?! Om hampir buat nyawa saya dan kucing ini nggak ada! Kalau emang om nggak bisa bawa mobil, nggak usah di bawa, cuma bisa membahayakan nyawa orang lain aja tau nggak?!" Tanpa ada rasa takut Aya memarahi pria yang sedang berada di hadapannya itu. Kemacetan terjadi karena mereka masih berada di tengah jalan raya, suara klakson motor dan mobil saling bersahutan.

Pria itu hanya diam tak bergeming setelah mendapat perkataan dari gadis itu. "Kenapa om nggak bisa jawab?! Udah tau kan kalau om salah?! Dasar nggak becus, nggak bisa bawa mobil malah sok-sokan bawa mobil, cih." Aya berdecih lalu meninggalkan pria itu begitu saja.

Pria itu masih diam melihat kepergian gadis itu.

Tin, tin, tin..

Suara klakson mobil dan motor menyadarkan lamunannya, ia berlari untuk kembali masuk ke dalam mobilnya lalu melajukan kembali mobilnya.

RAYALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang