6. Memalukan

169 70 16
                                    


Kini Dewa dan Aya berada di dalam sebuah ruangan tunggu yang di dalamnya di penuhi oleh berbagai tulisan kaligrafi Arab. Rasanya sangat tenang dan adem, nuansa ruangan ini sangat sederhana dan tidak membosankan.

"Aya lo liat deh," tunjuk Dewa ke salah satu bingkai foto yang paling besar di antara yang lainnya. Di bingkai foto itu terdapat empat orang di dalamnya. Satu lelaki paruh baya yang memeluk pinggang wanita cantik terlihat masih muda yang sudah bisa di tebak kalau mereka suami istri. Dan satu anak laki-laki yang sedang mencubit pipi satu anak perempuan yang terlihat lebih muda, bisa di bilang itu adalah adiknya. Mereka terlihat tersenyum bahagia di foto itu.

"Lo ngapain sih?" Aya melihat Dewa yang sedari tadi berkeliling di dalam ruangan itu.

"Yang cewek boleh juga," ujar Dewa kala masih memandang bingkai foto itu.

Aya tertawa mengejek, "sebelum dia ngeliat lo, udah gue pastiin dia nggak tertarik sama lo,"

"Sotoy lo," telunjuk Dewa mendorong kening Aya.

"Gue nggak sotoy, gue ngomong kenyataan kok. Lagian nih ya, dari foto di bingkai itu, udah terlihat jelas mereka keluarga baik-baik, sedangkan lo?" Ucapan Aya terhenti mentertawakan Dewa dengan mengejek.

"Gue kenapa? Gue juga anak baik-baik kok,"

"Anak baik-baik apanya? Masa depan lo aja suram," Dewa melihat sepupunya yang masih tertawa itu.

"Masa depan gue udah terlihat jelas cerah, secerah wajah gue," Dewa selalu saja menyombongkan wajahnya itu.

"Cih, cowok modelan kek lo banyak di pasar, mana mau cewek spek bidadari kek dia sama lo?"

"Kok lo songong sih, Ay?"

"Kenapa? Nggak terima?"

"Emang cowok kek gue ada banyak di pasar?" Tanya Dewa dengan polos.

Aya mengangguk dan berucap, "banyak banget, murah lagi."

"Sialan."

"Nah tuh dia, akhlak lo aja masih nggak karuan kek gini, ucapan lo masih kasar, masih banyak yang harus lo perbaiki sebelum bermimpi bisa sama cewek yang speknya bidadari," ucapan Aya membuat Dewa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Dewa mengeluarkan ponselnya dari saku celananya, Aya melihatnya bingung. "Mau ngapain lagi sih?" Dewa pun memotret foto cewek yang terpampang jelas di bingkai foto itu.

"Dewa lo gila ya?" Aya mencoba mengambil ponsel Dewa.

"Kenapa?" Tanya Dewa tersenyum saat melihat foto di ponselnya yang berhasil ia ambil dari bingkai itu.

"Nggak sopan begitu! Hapus nggak?!" Aya masih mencoba untuk merebut ponsel Dewa.

"Nggak sopan apanya sih? Orang gue cuma ambil foto calon istri gue,"

"Nggak usah mimpi! Lo emang nggak punya aturan ya? Ngambil foto orang yang bahkan nggak lo kenal tanpa sepengetahuan orangnya itu nggak sopan! Mau lo apain fotonya? Hapus, Dewa!" Dewa meninggikan tangannya membuat Aya berjinjit untuk meraih ponselnya.

"Gue nggak apa-apain kok fotonya, cuma buat gue jadiin wallpaper aja. Lo ribet banget sih jadi cewek," telunjuk Dewa mendorong kening Aya agar dirinya menjauh.

RAYALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang