6. Who Are We?

1.4K 225 13
                                    

"K-kakek? M-maksudnya-" Rosé mengerjap bingung dengan perkataan pria tua itu. Kakek dari Jisoo dan Jennie? M-maksudnya bagaimana? Mereka tidak benar-benar memiliki hubungan darah kan? Harusnya begitu, kan?

"Ne, aku kakek dari Jisoo dan Jennie. Dan mulai sekarang, aku juga bisa menjadi kakek kalian. Itupun kalau kalian mau." Ucap Gi-Jeong sambil tertawa ringan, tanpa mempedulikan cucu-cucunya yang telah menegang di tempat. Kenapa kakek begitu mudah mengatakan ini, padahal dia tahu kalau Rosé dan Lisa tidak mengetahui itu. Harusnya.. harusnya, setidaknya Rosé dan Lisa berhak tahu dari mulut mereka sendiri. Bukan seperti ini!

Rosé dan Lisa kini menatap Jisoo juga Jennie dengan perasaan campur aduk. Dua orang ini, dua orang yang mereka sayangi sepenuh hati ini ternyata telah membohongi mereka? Bukankah ini merupakan kenyataan yang luar biasa? Lisa tertawa ironi dalam hati. Ketika dia merasa mereka tak pernah menyembunyikan apapun dari satu sama lain, nyatanya Jisoo dan Jennie justru menyembunyikan rahasia besar dari mereka.

"Kau mau pulang, Chaeng?" Tanya Lisa pelan, nyaris berbisik. Namun semua orang tentu bisa mendengar itu dengan jelas diantara hening dan ketegangan yang tercipta. "Ne." Jawab Rosé tak kalah pelan dan datar. Hal itu membuat Jisoo dan Jennie menggeleng cepat dan meraih tangan kedua anak itu. Menghalanginya untuk pergi kemanapun. "Ayo ke kamar terlebih dahulu. Kita bicara. Jangan pergi." Mohon Jennie memelas.

Sementara itu, Eunji berdehem kecil dan meraih tangan mertuanya tanpa rasa canggung; mereka sudah seperti ayah dan anak sungguhan, tanpa embel-embel menantu dan mertua. "Jangan pergi, dengarkan dulu Unnie kalian." Ucap Eunji sambil menatap lembut dua gadis yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri itu.

Lalu dengan pelan, Eunji menggiring Gi-Jeong ke halaman belakang untuk setidaknya menikmati teh dan memberikan waktu bagi anak-anak itu untuk bicara.

"Appa sangat mengejutkan. Kasihan anak-anak." Ujar Eunji yang dibalas dengan kekehan pelan dari ayah mertuanya.

"Biarkan saja. Ini sudah waktunya."

***

Jennie dan Jisoo tidak bisa tak merasa gugup ketika Rosé juga Lisa masih tidak memberikan reaksi apapun bahkan setelah mereka membawanya ke kamar. Keduanya hanya diam dengan kening berkerut dalam, seakan masih memproses kenyataan yang baru saja mereka dengar.

Kim Jisoo dan Kim Jennie adalah saudara betulan?

"Lis-"

"K-kalian.." Lisa tak tahu harus merespon seperti apa. Semuanya terasa aneh dan menyakitkan. Mereka tinggal bersama selama bertahun-tahun dan Jisoo juga Jennie tidak mau repot-repot mengatakan kalau mereka berdua benar-benar bersaudara dalam arti yang sebenarnya. Dia merasa seperti orang bodoh. Jadi, apakah benar dua orang itu menganggap dirinya juga Rosé penting jika hal seperti ini saja harus disembunyikan?

"Kami memiliki alasan." Ucap Jisoo, berusaha mendapatkan tatapan Lisa dan Rosé yang tidak juga mendarat padanya. Jisoo rasanya ingin menangis. Sorot kecewa di mata Rosé dan Lisa kini benar-benar membuat hatinya sakit. "Ada hal yang-"

"Kita ini apa?" Rosé memotong ucapan Unnienya. Membuat Jisoo juga Jennie terkesiap. "N-ne?" Unnie tertua mengerjap.

"Kita ini apa? Apa kami tidak pantas untuk mengetahui hubungan kalian? Kalian bilang.." Rosé mengepalkan tangannya, menahan gejolak emosi yang bergemuruh di dadanya. "Kalian bilang kita keluarga. Tapi kenapa-" Gadis itu tak mampu melanjutkan ucapannya. Terlalu berat. Bagi Jennie dan Jisoo, ini mungkin hal sepele yang tidak perlu diributkan. Tapi bagi Rosé, bahkan Lisa, ini terasa menyakitkan. Rasanya seperti..

"Kalian sengaja membodohi kami?" Lirih Lisa. Jennie menggeleng dan cepat-cepat merengkuh dua gadis jangkung itu kedalam pelukannya. Tidak ingin adik-adiknya berpikir seperti itu, Jennie mengusap pipi Rosé dan Lisa bergantian. "Dengarkan penjelasan kami." Pinta Jennie dengan lembut. Rosé dan Lisa tidak menolak atau mengiyakan. Mereka hanya diam, namun Jisoo juga Jennie menganggap hal itu sebagai persetujuan.

Jisoo menarik napas sebelum memulai penjelasannya. Dia bisa saja berbohong dan mengatakan hal lain. Tapi nampaknya, sudah waktunya Rosé dan Lisa mengetahui hubungan mereka. Apalagi, Gi-Jeong sendiri yang seakan mendorong mereka untuk menjelaskan hal ini. "Aku dan Jennie memang bersaudara." Ucap Jisoo yang disahuti dengan dengusan samar dari Lisa.

"Maaf karena kami menyembunyikan hal ini dari kalian. Tapi kami memiliki alasan yang kuat, Lisa-ya, Chaeng-ah." Jennie melirik Jisoo, seolah bertanya siapa yang akan menjelaskan lebih detail. Dan Jisoo menganggukkan kepalanya, menyuruh Jennie untuk mengambil peran itu. "Hubunganku dan Jisoo Unnie tidak boleh diketahui oleh siapapun. Keluarga kami adalah.." Jennie berhenti ketika Jisoo menyentuh tangannya, mencegah Jennie untuk mengatakan hal yang tidak perlu diceritakan sekarang.

"Intinya, ada hal yang harus kami jaga di keluarga ini dan itu merupakan perintah dari kakek; yang kalian temui tadi. Kami harus menyembunyikan identitas kami sebagai saudara dari siapapun, tanpa terkecuali. Dan aku juga Jennie tentu menuruti hal itu. Yang kami tidak tahu adalah, kakek ternyata sudah mengizinkan kami untuk memberitahu kalian dan malah dia sendiri yang memperkenalkan dirinya." Jelas Jisoo. Rosé dan Lisa menatap Unnienya dalam-dalam.

"Benarkah?" Tanya Lisa ragu.

"Ne. Kami tidak mungkin menyembunyikan hal seperti ini kalau bukan atas perintah Haraboji." Jawab Jisoo tegas. Dia tak mau kedua anak itu berpikir buruk lagi, apalagi sampai mengira Jisoo dan Jennie tidak benar-benar menyayangi mereka. "Dan untuk alasan yang lebih jauh, maaf, tapi kami belum bisa mengatakannya. Ku harap kalian mengerti." Lanjut Jisoo.

"A-aku masih tidak mengerti kenapa harus hal ini yang kalian sembunyikan dari kami. A-apakah kalian tidak mempercayai kami?" Tanya Rosé dengan bibir yang bergetar. Dia mendadak semakin emosional karena pikirannya sendiri. Mereka telah saling mengenal bahkan jauh sebelum mereka memahami arti kehidupan. Dan kenyataan bahwa Jisoo serta Jennie tidak mempercayai mereka dalam hal ini membuatnya ingin menangis. Dia pikir, mereka telah mengenal satu sama lain dengan sangat sangat baik. Tapi ternyata.. tidak.

"Rosie," Jennie kembali menggenggam tangan gadis itu. Matanya yang telah memerah menatap bergantian pada dua maknaenya. "Kami sangat sangat mempercayai kalian, lebih dari apapun. Hanya saja, hal ini adalah perintah mutlak yang tidak bisa kami langgar. Anggap saja.. anggap saja ini adalah cara terbaik yang bisa kami lakukan untuk melindungi kalian." Ucapnya penuh keyakinan.

Jisoo mengangguk menyetujui. "Kami sangat menyayangi kalian, Lisa-ya, Chaeyoung-ah. Kalian harus tahu itu. Dan kami, kami akan melakukan apapun agar dua adik kami ini baik-baik saja. Saat kami bilang kami sangat menyayangi kalian, maka kami bersungguh-sungguh dengan itu. Jadi tolong, jangan berpikir macam-macam." Ucapnya tegas namun lembut.

Lisa tiba-tiba terisak dan menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Dia merasa sangat tersentuh dengan kata-kata kedua Unnienya. Mereka berdua mengucapkan setiap kata dengan penuh ketulusan, dan Lisa bisa merasakan itu dengan baik. "Jangan menangis!" Cegah Jennie yang lagi-lagi merengkuh Lisa kedalam pelukannya. Namun begitu, dirinya kini sudah ikut menangis setelah melihat air mata Lisa dan wajah Rosé yang tampak berusaha keras untuk tidak ikut menangis.

"Aku hanya.. Ahh, jinjja.. Kata-kata kalian sangat menyentuh, hiks.." Isaknya seperti anak kecil. Rosé kini terkekeh melihat tingkah Lisa. Hanya saja, air matanya juga sudah menetes oleh alasan yang sama dengan Lisa. Bibirnya tiba-tiba mengerucut dan menatap Jisoo penuh makna, berharap Unnienya akan peka dan segera memberikan pelukan seperti yang Jennie lakukan pada Lisa.

"Lihat siapa yang menginginkan pelukan!" Ledek Jisoo membuat bibir Rosé semakin maju kedepan dan Lalisa tertawa geli dengan tingkah si tupai.

Jennie akhirnya bisa bernapas lega ketika melihat tawa itu kembali terbit diwajah Rosé dan Lisa. Wajah kecewa yang terpasang diwajah mereka tadi membuatnya nyaris tak bisa bernapas. Sangat menyakitkan. Rasanya bahkan lebih parah ketika ia menyadari jika hal itu disebabkan olehnya. Ia tak bisa lagi melihat ekspresi itu ada diwajah mereka.

Ia hanya ingin senyuman dan tawa lah yang selalu hadir menyelimuti Jisoo, Rosé dan Lisa. Tak ada tangisan dan air mata. Hanya mereka dan kebahagiaan.

-14 April 2021-

Kangen 4 bocil PAUD kesayangan aing;(

The WitchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang