8. Be Careful

1.3K 242 13
                                    

"Chaeng-ah,"

"Hm?"

"Are you okay?"

Rosé menghembuskan napas pelan namun tak urung tetap mengangguk dan kembali mengusap punggung Lalisa yang berbaring di sebelahnya. Saat mendapatkan panggilan dari Jisoo kemarin, Rosé tidak bisa tinggal diam begitu mendengar betapa panik dan khawatirnya Lisa terhadap keadaannya. Jadi tanpa pikir panjang, gadis Park itu langsung pergi menuju rumah Jisoo dan memutuskan untuk menginap disana bersama Lisa. Rosé tak tahu mimpi buruk macam apa yang mampu membuat Lisa menjadi separanoid ini, hingga anak itu terus-terusan bertanya apakah dia baik-baik saja setiap ada kesempatan. Namun yang jelas, Rosé merasa ikut khawatir, bukan pada dirinya sendiri, melainkan pada Lisa yang tampak memiliki kekhawatiran berlebih seperti itu.

"Lisa-ya," Panggil Rosé pelan, memastikan bahwa Lisa tidak kembali tidur. "Ya?" Sahutnya.

"Apakah mimpimu sangat buruk?" Tanyanya perlahan. Lisa menghembuskan napas panjang lalu menelusupkan kepalanya lebih dalam pada bahu Rosé. "Sebenarnya.. aku juga bingung. Harusnya itu tidak terlalu buruk mengingat yang aku lihat hanyalah ruangan yang sangat gelap. Tapi.. suaramu yang terdengar kesakitan.. itu mengerikan. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk padamu. Itu.. tidak boleh terjadi, Chaeng. Kau dengar?" Jelas Lisa yang seakan menuntut Rosé untuk baik-baik saja.

Rosé tentu mengangguk sambil menepuk-nepuk puncak kepala Lisa dengan lembut. "Aku akan baik-baik saja. Tidak akan ada hal buruk yang terjadi pada kita, Lisa-ya. Itu hanya mimpi buruk yang berusaha menganggumu. Jadi jangan biarkan hal itu menakutimu. Aku disini, dan aku baik-baik saja. Arraseo?" Kini giliran Lisa yang mengangguk paham. Rosé benar. Itu tak lebih dari sebuah mimpi buruk yang terus berusaha menghantuinya. Buktinya, Rosé tetap berada di sampingnya dan gadis itu tampak baik-baik saja sekarang. Walaupun sejujurnya, tentu saja kekhawatiran itu tidak bisa lenyap sepenuhnya. Dia sangat menyayangi Rosé dan pemikiran tentang hal buruk yang menyangkut gadis itu tidak bisa tak membuatnya khawatir.

"Saat ini, yang perlu kita khawatirkan adalah bagaimana caranya meminta makanan pada Eommonim tanpa merasa malu." Lanjut Rosé yang berhasil memancing kekehan pelan dari Lisa. Mereka memang bangun agak siang dan tentu saja jam sarapan keluarga ini sudah terlewat beberapa jam yang lalu. Tapi tak apa, urusan makanan, Rosé selalu menemukan cara.

***

Sementara itu, di luar kamar yang ditempati oleh Lisa dan Rosé, seorang gadis dengan rambut hitam tengah bersandar manja pada pria paruh baya yang tengah mengelus lembut surai panjangnya. "Kau harus mulai berhenti menjadi anak manja." Ucap pria itu dengan nada meledek.

"Oh, jadi Appa keberatan?!" Timpalnya ketus. Pria itu hanya terkekeh tanpa menghentikan usapannya pada kepala gadis itu. "Tentu saja tidak. Kapan Appa keberatan memanjakanmu?" Tanyanya.

"Appa tidak pernah keberatan. Tapi aku yang keberatan!"

"Yah, Unnie!"

Jennie memekik kesal begitu mendengar sahutan Jisoo dari sofa di depannya. Sejak tiba disini pagi tadi, Jennie memang terus-terusan menempel pada ayah Jisoo dengan alasan rindu karena jarang bertemu. Hingga pria tua itu melupakan anaknya sendiri yang juga lumayan jarang bertemu dengannya karena kebetulan, Jisoo juga memiliki pekerjaan yang sama dengan Jennie si kucing clingy.

Tapi sebenarnya, itu bukan hal asing lagi bagi Jisoo. Saat ada Jennie, ditambah Lisa dan Rosé di rumah ini, Jisoo memang tak lebih dari seorang anak pungut yang terasingkan karena orang tua dan kakaknya akan lebih suka memanjakan anak-anak itu dibandingkan dengan dirinya. Bukannya Jisoo keberatan. Hanya saja, tiga bocah itu sudah sangat manja padanya di hari-hari biasa, tidakkah mereka mau berhenti menginvasi rumah dan keluarganya juga? Huft!

The WitchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang