14. The Truth

1.1K 211 14
                                    

"B-bagaimana..?"

"Jadi benar." Ucap Lisa saat melihat reaksi dua kakaknya yang tampak sangat terkejut. Walau suaranya agak bergetar, namun Lisa tak membiarkan ekspresi dingin dari wajahnya luntur barang sedikitpun. Ia sama sekali tidak marah, sungguh. Lisa hanya melindungi dirinya sendiri agar tidak pecah dalam tangisan. Lisa benar-benar tak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Perasaannya campur aduk hingga membuat emosinya bias dan kabur. Dan entah datang dari mana, rasa ingin menangis malah muncul lebih kuat hingga membuat matanya memanas seketika.

"I-ini tidak mungkin.." Rosé yang berdiri di sebelah Lisa menutup mulutnya dengan sorot mata yang seakan kehilangan orientasi. Jennie berniat meraih gadis itu namun lagi-lagi keduanya melangkah mundur. Bedanya, kali ini dengan kesadaran penuh hingga membuat Jennie dan Jisoo mau tak mau mundur teratur dan memberikan ruang untuk Lisa dan Rosé yang tampak terguncang. Mereka sudah menduga ini. Tapi mengalaminya secara langsung ternyata jauh lebih menyakitkan dari apa yang mereka bayangkan.

"Kami.." Jennie merintih di sela ucapannya. Tangannya yang bergetar meraih lengan Jisoo dan menggenggamnya erat. "Kami memang penyihir." Lanjutnya pelan seiring dengan air mata yang kini berjatuhan menuruni pipi gembulnya.

Jisoo membalas genggaman tangan adiknya lalu menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya lewat hembusan yang bergetar dan tersendat. "Kami mengerti kalau kalian ketakutan sekarang. Tapi.. tapi kami benar-benar tidak akan melukai kalian, atau siapapun." Ujarnya berusaha untuk tidak ikut menangis bersama Jennie.

Lisa berdesis dengan giginya yang mengerat. Satu tangannya terkepal sementara yang lainnya menggenggam erat tangan Rosé yang berpegangan padanya. "Ini adalah lelucon kan? Sungguh-" Maknae menggeram, mulutnya terasa sangat kaku untuk digerakkan. "Ini tidak lucu sama sekali!" Sentaknya pelan namun tajam. Membuat air mata yang mati-matian Jisoo tahan akhirnya jatuh begitu melihat ekspresi keras yang ditampilkan oleh wajah adiknya yang selalu cerah di hari-hari biasa. Lalisa bukan orang yang mudah marah. Namun ekspresinya saat ini bahkan lebih buruk dari sekedar kemarahan; dan itu sangat menyakitkan untuk dilihat.

"Sayangnya bukan." Lirih Jisoo yang kini memancing Rosé untuk ikut menangis bersama kakak-kakaknya. Semua ini terlalu aneh, terlalu mustahil untuk Rosé. Kedua kakaknya adalah orang yang selalu berada di dekatnya setiap waktu, bukan tokoh fiksi yang selalu mereka tonton di waktu senggang. Dan kata penyihir harusnya tidak hadir di dunia nyata. Mereka harusnya tetap hidup di dunia fantasi dan bukan.. bukan- Arghh! Kepala Rosé rasanya bisa meledak kapan saja.

"Kami tidak pernah meminta dilahirkan untuk menjadi seperti ini, Lisa-ya, Chaeyoung-ah. Kalau bisa memilih, kami juga ingin hidup sebagai manusia normal seperti kalian. Kami juga berharap seorang penyihir hanya hidup di dunia khayalan dan begitu seterusnya. Tapi sayangnya tidak. Kami disini, kami ada dan kami benar-benar nyata. Maaf karena telah mengecewakan kalian." Ucap Jisoo sambil sesekali mengusap kasar air matanya yang mengalir deras.

Hal itu membuat Rosé dan Lisa terdiam. Mereka seakan tertampar dengan ucapan lirih kakak tertuanya. Selama ini, dua orang itu adalah satu-satunya yang selalu menemani mereka ketika mereka jauh dari keluarga. Jennie dan Jisoo adalah dua orang yang selalu melindungi mereka dari apapun. Jennie dan Jisoo adalah orang yang selalu membantu mereka dalam segala hal. Dan.. dan apakah mereka sepengecut itu untuk menerima kenyataan bahwa orang yang mereka sayangi ini ternyata merupakan seorang penyihir? Sial! Ini sama sekali tidak mudah untuk Lisa dan Rosé. Walau tanpa mereka ketahui, Jisoo dan Jennie pun memahami hal tersebut.

"Kami mengerti kalau kalian akan membenci kami setelah ini. Tapi kami bukan orang jahat, jika itu bisa membuat kalian merasa sedikit lebih tenang." Bisik Jennie disela isakannya. "Kalaupun kami merupakan penyihir paling jahat yang kalian temui, kami tetap tidak akan pernah melukai kalian." Lanjutnya dengan nada yang lebih pelan.

The WitchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang