12. Run, Maknae. Run!

1.3K 233 21
                                    

[Warning: a quite Long Chapter, Possibly Boring]

"Selamat pagi!"

"Ini sudah siang. Anyways, hai." Rosé terkekeh mendengar jawaban Jennie. Waktu memang sudah menunjukkan pukul satu siang namun dia baru saja terbangun. Bagaimana tidak, keempatnya baru tertidur pukul lima pagi karena terlalu asik melakukan permainan-permainan yang sering mereka mainkan semasa trainee dulu. Terlalu menyenangkan sampai mereka tidak melihat waktu yang sudah beranjak pagi. Mereka baru teringat kata tidur sesaat setelah Rosé muntah karena terlalu banyak meminum bir dan hal itu menjadi peringatan bagi tubuh mereka untuk beristirahat sesegera mungkin. Nasib baik gadis Park itu memiliki toleransi alkohol yang sangat baik hingga kepalanya hanya terasa sedikit pusing dan tidak mengalami hangover parah seperti yang mungkin akan terjadi jika Jisoo yang melakukannya.

Rosé duduk disebelah Jennie kemudian memeluk gadis itu dari samping. Kepalanya tenggelam di bahu Jennie sementara tangannya melingkar erat pada pinggang sang kakak. Gadis bermata kucing menepuk-nepuk punggung adiknya, sesekali berpindah pada kepalanya dan mengusapnya dengan lembut. "Apa kepalamu tidak pusing? Mau ku ambilkan aspirin?" Tanya Jennie sambil merapikan rambut Rosé yang berantakan.

Si Chipmunk menggeleng, "hanya sedikit, tapi tidak apa-apa. Setelah muntah biasanya aku akan baik-baik saja." Jawabnya. Jennie mengangguk mengerti lalu memijat pelan kening Rosé. Dia tak habis pikir kenapa gadis ini memiliki kemampuan minum sangat baik. Walaupun hanya bir dengan kadar alkohol rendah, tapi Jennie, Jisoo dan Lisa mungkin bisa masuk rumah sakit jika minum sebanyak itu. Oke, itu berlebihan, tapi memang sepayah itulah mereka jika menyangkut alkohol. Sementara Rosé, bahkan sejak semalam pun gadis itu terlihat tangguh dan baik-baik saja, kecuali pada bagian muntah saat itu.

"Kau tunggu di sini. Minum teh ini dan aku akan membuat makanan untuk kita. Oke?" Kata Jennie sambil melepaskan pelukan Rosé. Anak itu tampak mengerucutkan bibirnya ketika posisi nyaman mereka di rusak oleh Jennie. Namun dirinya tidak bisa berbohong, dia memang lapar. "Ehmm. Tapi ini kan teh milikmu, Unnie." Balasnya menunjuk cangkir yang masih mengepul di hadapannya.

"Tidak apa-apa, minumlah." Jennie tersenyum lalu meninggalkan Rosé menuju dapur untuk memasak. Untungnya isi kulkas sangat lengkap mengingat Rosé memiliki seseorang yang bertugas untuk merawat bangunan ini dan dia sudah meminta orang tersebut untuk memenuhi seluruh kebutuhan mereka selama di sini. Jadi tidak perlu repot berbelanja bahan makanan.

Dalam satu jam, beberapa makanan sudah tersaji di meja makan begitupun dengan Rosé yang sudah duduk bahkan sebelum Jennie menyuruhnya demikian. Anak itu sudah seperti balita yang menunggu untuk di beri makan dan pemandangan menggemaskan tersebut membuat Jennie tak tahan untuk menarik pipi gembul yang tidak beda jauh dengan miliknya sendiri. "Jangan sentuh apapun sebelum Jisoo Unnie dan Lisa duduk." Peringat Jennie sambil berlalu, tak mempedulikan Rosé yang kini memegang pipinya dengan wajah cemberut.

Selang beberapa menit, Jennie kembali dengan diikuti oleh Lisa dan Jisoo yang berjalan dengan mata setengah tertutup. Mata Rosé berbinar cerah. Ketika semua orang duduk, tangannya bergerak cepat menyumpit makanan-makanan lezat di hadapannya. Sementara Lisa dan Jisoo yang terlihat masih sangat mengantuk malah menumpukan kepalanya di meja makan, melanjutkan tidur. "Unnie, Lili, kalian tidak akan mendapatkan makanan kalau begini caranya." Kata Jennie sambil menepuk-nepuk punggung keduanya. Rosé yang tampak sibuk mengunyah hanya melirik sekilas lalu melanjutkan kembali acara intim bersama kekasihnya: makanan.

"Mata.. menempel.." Lisa bergumam tak jelas. Jennie mengernyit, "Apa?" Tanyanya.

"Matanya menempel." Sahut Rosé dengan mulut penuh. Jennie menepuk dahinya pelan lalu mengguncangkan tubuh dua orang itu dengan lebih keras. "Ayo bangun! Chaeng hampir menghabiskan setengah jatah kita!" Teriak Jennie diantara telinga Lisa dan Jisoo yang duduk bersebelahan. Keduanya sontak duduk dengan tegak begitu suara Jennie menusuk gendang telinga mereka. Sementara Rosé yang dituduh hanya memutar matanya malas lalu melanjutkan makan, tidak terpengaruh sama sekali.

The WitchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang