'si buaya'

8.3K 1.4K 73
                                    

Seperti janjiku kepada Ibu Reni kemarin, hari Minggu ini aku menemani Ilham dan Mentari untuk mengikuti lomba melukis di salah satu yayasan milik Soeharjanto Group.

Tetapi karena yayasan tersebut ada di daerah Jakarta Utara dan aku begitu asing dengan daerah tersebut, aku pun memutuskan untuk menggunakan jasa O-car.

Awalnya aku berniat menggunakan kendaraan umum saja seperti biasa, tapi karena takut kesasar, aku pikir jasa taksi online adalah pilihan yang terbaik.

Setelah menyusuri beberapa nama jalan dan terjebak macet di titik-titik tertentu, akhirnya kami bertiga sampai di tujuan. Setelah membayar sopir O-car kami pun segera turun dari mobil.

Yayasan Soeharjanto sepertinya juga sebuah panti asuhan. Bedanya panti asuhan ini lebih besar dan  luas. Maklum sih karena yang punya, kan, salah satu pengusaha paling sukses di Indonesia.

Begitu sampai aku langsung mendaftar ulang di meja panitia. Semua panitia di sini ramah dan menjelaskan semua peraturan lomba dengan teliti. Sehingga aku langsung paham bagaimana lomba ini akan berlangsung.

Aku menemani Mentari dan Ilham sampai depan kelas. "Kakak tahu kalian deg-degan dan udah pasti punya ambisi menang sangat besar. Tapi intinya menang kalah itu udah biasa, yang penting kalian lakuin yang terbaik aja.

"Inget hasil nggak mungkin mengkhianati usaha. Tapi kalo misal nanti kalian nggak menang padahal kalian udah usaha maksimal, itu juga nggak papa. Jangan sedih dan jangan hilang harapan. Ngelukis aja karena kalian emang suka, ya? Bukan karena tekanan harus menang terus dapet beasiswa pendidikan. Apalagi mikir ini salah satu cara mengurangi beban panti. Kalo kalian nggak enjoy ngelukisnya, gimana bisa menang?"

Mendengar perkataanku kedua bocah yang kebetulan umurnya sama itu menjadi lebih rileks. Ilham mengangguk. "Iya, Kak, aku juga mikirnya gitu, kok. Tapi tetep aja perut rasanya mules."

Aku tertawa kecil. "Nggak papa, Ham. Maklum ini kan lomba pertama kamu jadi rasanya pasti campur aduk. Nanti kalo udah biasa juga nggak gitu rasanya.”

Setelah memastikan Ilham dan Mentari masuk kelas aku segera berjalan ke ruang tunggu yang ada di aula. Ruang lomba memang hanya boleh dimasuki peserta, sedangkan yang mendampingi diminta untuk menunggu di aula depan.

Dinding aula ditempeli dengan banyak lukisan. Jadi, daripada langsung duduk aku lebih memilih untuk melihat-lihat lukisan yang terpajang dulu. Semua lukisan terlihat sangat indah dan punya berbagai makna tersendiri bahkan dari mataku yang orang awam. Semua lukisan dilukis oleh Dg(~), siapa pun Dg(~) ini pasti dia adalah pelukis yang sangat berbakat.

"Hoodie warna ijo stabilo. Bener-bener mencolok, ya, Wi? Jadi pake tema apa hari ini? Lo cosplay jadi stabilo?" kekeh seseorang yang membuatku sontak berjingkat kaget hingga mundur satu langkah. Dan aku merasakan kedua bahuku dipegang dari belakang. "Santai Dewi, ini gue," lanjut suara yang begitu familiar di telingaku.

Ya, siapa lagi kalo bukan Bayu menyebalkan Soeharjanto.

Aku memutar badan lalu bersedekap. "Nyinyirin warna baju bukan hal baik buat nyapa orang kali!"

"Iya gue tahu. Tapi gue suka aja liat lo marah. Lucu."

“Ha-ha-ha,” tawaku sarkas. "Lo memang susah diajak kompromi, ya? Udah gue bilang semalem, kalo ketemu di sini mending pura-pura nggak kenal aja.”

“Susah buat nggak nengok dua kali, kalo lo pake hoodie warna ngejreng begitu.”

“Sssttt, diem!” seruku malu seraya mendelik ke arah Bayu. Dan lagi-lagi hal itu membuat Bayu tertawa, sehingga kedua lesung pipi pria itu yang sangat manis tampak terlihat.

fortnight. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang