Tadi pagi Reza memberitahuku jika pria itu sejak tadi malam demam. Jujur saja itu membuatku khawatir setengah mati. Reza, sih, memang bilang jika ia sudah lebih baik dan demamnya sudah turun. Tetapi Reza itu susah sekali kalau disuruh minum obat.
Pasti Reza baru mau minum obat kalau sakitnya sudah parah. Paling tidak kalau ia sudah nggak bisa bangkit dari tempat tidur. Aku tahu Reza bilang ia baik-baik saja, tapi baik-baik saja versi Reza kalau sedang sakit itu ya ... belum sampai pingsan.
Kalau ada Mama Rita dan Papa Jaya di Jakarta aku tidak akan sekhawatir ini. Sebab mereka pasti akan menjaga Reza di apartemen. Masalahnya hari ini kedua calon mertuaku itu sedang ada perjalanan bisnis ke Bandung, jadinya aku nggak bisa meminta tolong pada mereka untuk menengok keadaan Reza.
Riza juga juga baru berangkat study tour ke Bali kemarin, jadi benar-benar tidak ada yang bisa aku mintai tolong untuk menjenguk Reza dan memastikan kalau pria itu baik-baik saja.
Padahal kemarin saat Reza mengantarku pulang dari apartemennya pria itu masih sehat-sehat saja. Tidak ada tanda-tanda seperti terserang flu ringan atau badan tidak enak karena mau sakit. Eh, paginya ia malah mengabariku jika ia demam dan sakit kepala hebat. Aku jadi curiga kalau Reza beberapa hari ini over dalam bekerja sampai melewati batasnya. Reza ini bisa dibilang orang yang jarang sakit, karena ia selalu menjaga kesehatan karena begitu benci minum obat.
Tetapi kalau pria itu sudah punya target tertentu, apalagi kalau berhubungan dengan pekerjaan, pasti Reza bakal jadi workaholic parah. Lupa makan, lupa tidur, lupa cukuran, dan lupa segalanya. Menghubungi orang-orang terdekatnya saja mungkin ia juga tidak sempat, seperti saat ia ke Bali kemarin, pria itu terlalu sibuk sampai mengabaikan segalanya.
Mengingat hal itu, dadaku kembali terasa sesak, karena aku masih punya satu pengakuan dosa.
Maafin, aku, Za....
"Heh! Lo kenapa, sih, Wi? Malah ngelamun! Siniin kebayanya!" pinta Rose yang tengah mengatur kebaya berurutan sesuai warna dan ukuran.
Aku memberikan kebaya yang berwarna cokelat susu kepada Rose. "Reza lagi sakit, Rose, terus dia di apartemen sendirian. Jadinya gue nggak tenang.”
"Keluarganya Reza ada di Jakarta semua, 'kan? Lo udah hubungin mereka?"
"Masalahnya Mama Rita sama Papa Jaya lagi ada urusan di Bandung. Nah, si Riza lagi study tour ke Bali, jadi gue nggak bisa minta tolong sama mereka."
"Yaudah lo ijin pulang aja sama Bu Padmi. Kasian, lho, Reza lagi sakit nggak ada yang nungguin. Apalagi dia di apartemen sendirian. Kalo dia pingsan atau jatuh di kamar mandi bisa fatal banget akibatnya."
Perkataan Rose membuatku semakin kepikiran dan rasa cemasku semakin menggunung. Apalagi Reza juga belum membalas pesanku sejak dua jam lalu. Aku takut hal yang dikatakan Rose benar-benar terjadi. Akhirnya aku memutuskan untuk izin pulang, untungnya Bu Padmi maklum dan langsung memberiku izin. Bosku itu memang begitu pengertian dan bos terbaik di dunia! Namun, sebagai gantinya beliau memintaku untuk masuk besok jam tiga pagi untuk menggantikan Ririn yang tengah cuti melahirkan. Tentu saja aku langsung menyanggupi.
Niatnya, aku mau langsung ke apartemen Reza. Tetapi saat aku hendak memesan O-jek, Reza memberiku kabar jika ia sudah lebih sehat setelah tidur sebentar. Itu membuatku lebih lega. Makanya aku memutuskan untuk pulang ke Twogether dulu untuk memasak bubur sayur kesukaan Reza. Aku tahu kulkas Reza kosong sejak pria itu pergi ke Bali dan tunanganku itu belum sempat untuk belanja bulanan. Jadi, lebih baik aku membuat bubur di Twogether saja karena kalau cuma membuat bubur sayur, pasti bahan-bahannya selalu tersedia.
***
Sesampainya di Twogether aku langsung berganti pakaian dan bekerja cepat di dapur. Aku memasak bubur sayuran dengan menambahkan banyak wortel yang sudah aku blender sebelumnya. Reza sangat menyukai sayuran yang mengandung banyak vitamin A itu.
Setelah membuat bubur aku juga membuat wedang jahe. Ibu Reni selalu membuatkanku wedang jahe ketika sakit waktu aku kecil dan itu membantu mempercepat kesembuhanku. Ternyata ini juga berguna bagi Reza, makanya setiap pria itu nggak enak badan, ia tak pernah absen meminum wedang jahe buatanku.
Aku memasukkan bubur sayuran ke dalam tupperware, lalu menuang wedang jahe ke dalam termos kecil yang biasa dibawa Jonathan saat camping. Setelah semua tertata rapi di tote bag, aku segera kembali ke kamar untuk berganti pakaian dan segera pergi ke apartemen Reza.
Untungnya abang O-jek yang mengantarku tahu jalan tikus menuju apartemen Reza di daerah Bintaro, sehingga kami bisa sampai lebih cepat.
Aku sedikit berlari karena lift yang akan membawaku ke unit Reza di lantai sembilan akan segera tertutup. Untung ada bapak-bapak baik hati yang menahan pintu lift sampai akhirnya aku bisa ikut bergabung di dalam kotak balok itu dengan orang-orang lainnya. Lalu aku segera memencet tombol dengan angka sembilan yang menonjol.
"Terima kasih, Pak.”
"Sama-sama."
Begitu sampai di lantai sembilan aku langsung keluar dari lift. Lalu berjalan tergesa ke unit Reza yang ada di lorong sebelah kanan. Aku memencet bel apartemen Reza berkali-kali, tapi Reza tak juga membukakan pintu. Membuatku khawatir setengah mati. Takut perkataan Rose benar-benar terjadi.
Untungnya aku tahu pin apartemen Reza yang merupakan tanggal ulang tahun Mama Rita. Lalu dengan tergesa aku segera memencet tombol pin yang ada di samping kenop pintu. Begitu pintu terbuka aku segera masuk ke apartemen Reza dengan sedikit berlari karena rasa khawatir yang semakin hebat menekan dada.
Tetapi sontak aku terpaku begitu memasuki ruang tamu. Tote bag yang aku bawa jatuh ke lantai dan kepalaku seperti dipukul palu godam begitu keras, hingga terasa pening luar biasa.
Saat, aku melihat Karenina dan Reza berciuman di sofa.
Astaga ... sejak kapan?
Tapi anehnya, aku tidak merasakan sakit di dada karena baru saja dikhianati. Tapi, lebih perasaan mual karena harus menerima fakta. Jika, hubunganku dan Reza tidak baik-baik saja.
Tidak pernah baik-baik saja. Mungkin sejak awal, kami berdua memang pandai berpura-pura dan menipu diri sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/251235441-288-k827223.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
fortnight (completed)
RomansaHanya perlu dua minggu untuk menghancurkan hubungan dua tahun. Hanya perlu dua minggu untuk menjungkir balikan hidup dan perasaan seseorang. Hanya butuh dua minggu dan semua hancur berantakan. Menurutmu cinta itu apa? Perasaan yang meledak-ledak la...