5. Dinner

420 44 10
                                    

Hari ini cukup dingin, Yongsun bahkan berpikir kalau hari ini akan turun salju. Meski begitu, mobil Byulyi cukup hangat, wanita itu rupanya telah mengatur penghangat sebelum menjemputnya. Dia melirik ke arah Byulyi di kemudi, dia nampak sangat fokus namun santai, berbeda dengan Yongsun kalau mengemudi. Yongsun adalah tipe pengemudi yang mudah tegang.

"Kenapa melihatku seperti itu, terpesona, kah?" Yongsun segera berdecak kesal setelah mendengar ucapan Byulyi yang penuh kepercayaan diri tersebut. Sementara Byulyi masih tertawa dengan riang.

"Jangan berharap!"

"Tidak apa-apa kok kalau memang terpesona. Aku tahu aku sangat menarik,"

Yongsun melenguh, dia tidak percaya kalau sekarang dia berada di mobil saingannya dan mendengarkan betapa percaya diri orang itu. Meski demikian, Yongsun masih saja merasa nyaman alih-alih risih. "Kita ini mau kemana, sih?"

"Makan malam,"

"Iya. Dimana?"

Byulyi tersenyum sambil belok ke arah kanan, masuk ke sebuah tempat yang agak terpencil dan sepi. "Sebentar lagi sampai kok,"

"Hei, kau yakin di tempat ini ada tempat makan? Gelap sekali disini!"

"Kenapa? Kau takut?"

"Jangan gila."

"Kita sampai, ayo turun!" Ujar Byulyi ketika ia berhenti di depan restoran kecil yang memiliki ornamen khas korea. Tidak ada plang nama, hanya sebuah tempelan di pintu kaca bertuliskan semua menu-yang kebanyakan adalah menu makanan korea.

"Bibi, aku datang!" Seru Byulyi, seolah-olah rumahnya sendiri. Begitu Yongsun masuk, dia dapat mencium aroma masakan yang begitu nostaljik, seperti makanan saat berkunjung ke rumah neneknya.

"Oh, ya ampun, Byulyi! Kau akhirnya datang!" Seorang wanita paruh baya pun menyambut Byulyi seperti menyambut anaknya yang baru pulang dari wajib militer. Senyumnya melebar dengan tatapan mata berbinar.

"Bibi, aku membawa temanku loh!" Byulyi mengenalkan Yongsun pada wanita tersebut. Wanita itu segera menghampiri Yongsun dan mengaguminya.

"Ya ampun, kau sangat cantik sekali! Lihat tanganmu, sangat halus, wuah..."

"Te-terima kasih,"

Wanita paruh baya itu kemudian menyuruh mereka berdua duduk lalu masuk ke dapur untuk menyiapkan mereka makanan. Yongsun amat terkejut dengan keramahan wanita itu, apalagi dengan kedekatannya dengan Byulyi.

"Dulu dia bekerja untuk kakekku," kata Byulyi, seolah menjawab pertanyaan di kepala Yongsun. "Tapi karena dia suka masak, dia membuka restoran ini setelah keluar dari tempat kakek. Aku sangat suka masakannya, jadi aku selalu menyempatkan waktu berkunjung."

"Pantas saja dia akrab denganmu,"

Byulyi tertawa kecil, "Begitulah. Tidak ada yang bisa menolak pesonaku, kan?"

Yongsun mengesah, lelah dengan sikap percaya diri Byulyi yang selalu muncul itu. "Orang gila."

Tak berapa lama, wanita itu kembali dan menyiapkan makanan di hadapan mereka, semuanya terlihat sedap, dan menggugah selera. Yongsun langsung merasa lapar saat mencium aroma nasi kepal dengan paduan sup ikan pedas di hadapannya. "Woah, aromanya mengingatkanku pada nenek."

"Iya, kan? Itulah kenapa aku suka kesini! Nenekku memiliki masalah dengan pinggangnya, dia tidak bisa berdiri lama, jadi dia jarang sekali masak. Padahal dulu beliau dan nenekku sering masak untukku,"

Mendengar cerita Byulyi, Yongsun langsung paham kalau dia sangat dekat dengan keluarganya. Dia tumbuh dengan baik dengan cinta dan kasih sayang. Mendengar hal tersebut, Yongsun jadi merindukan keluarganya. "Kau punya keluarga yang baik, ya?"

"Begitulah. Bagaimana denganmu?"

"Apanya?"

"Aku sering mendengar rumor tentangmu,"

Yongsun mengangkat alis, merasa bingung dengan topik yang berubah mendadak. Byulyi masih menyuap makanannya dengan lahap, mengulur waktu untuk menjelaskan maksud ucapannya. "Maksudmu dengan rumor?"

"Ya, semacam kau orang yang kejam, tegas, tidak manusiawi, begitulah."

"Itu berlebihan."

"Benar. Ku rasa juga begitu. Kau tidak sejahat seperti yang ku dengar,"

Yongsun merasakan sesuatu yang hangat menjalar di dadanya tepat setelah ia mendengar perkataan Byulyi tersebut. Dia memang sering mendengar banyak gosip yang mengatakan kalau Yongsun adalah sosok kejam, dingin, juga tegas. Ia tidak membantah hal tersebut karena Park Sodam sendiri berkata kalau ia melihat Yongsun sebagai sosok seperti itu sebelum mengenalnya lebih dekat.

Tapi, Moon Byulyi pengecualian. Dia mengatakan itu dengan santai, bahkan dengan kumpulan nasi di dalam mulutnya. Seolah dia berkata kalau rumor itu begitu aneh untuknya. "Kenapa?"

"T. Tidak." Ini aneh. Kenapa juga Yongsun merasa aneh dalam dirinya, perutnya geli, seolah ada jutaan kupu-kupu siap terbang. Ia mengesah lalu menengguk soju yang sudah dipesan sebelumnya. Soju memang pasangan terbaik untuk sup ikan disuasana dingin seperti sekarang.

Byulyi hanya menggeleng pelan lalu melanjutkan makannya. Dia cukup tenang dan tidak banyak bicara, membuat Yongsun merasa gelisah. Dia gelisah karena perasaan aneh terus menggerogotinya bahkan sampai dia masuk kembali ke mobil Byulyi.

Suasana canggung untuk wanita tiga puluh tahun itu, sering kali ia berdeham juga membenarkan posisi duduknya. Byulyi sendiri sadar namun dia tidak ingin menganggunya-juga ingin melihat sampai sejauh mana dia akan bersikap terang-terangan seperti itu.

Langit malam kota Seoul adalah sebuah pemandangan tersendiri yang berbeda dari siang hari. Jika siang hari, Seoul terlihat padat, malam hari jauh lebih lenggang. Yongsun sering melewatinya namun dia baru bisa menyadari hal tersebut, mungkin karena tiap kali dia pulang, dia akan selalu tertidur sampai tiba ke rumah.

Tidak memakan waktu banyak sampai mobil mewah Byulyi masuk ke sebuah komplek perumahan yang terkenal sebagai salah satu komplek perumahan terbesar juga termewah di Korea. Byulyi terkesima bukan main, ternyata RBW adalah perusahaan yang sebesar itu sampai CEO-nya tinggal ditempat semewah ini. Byulyi sendiri menjamin kalau tidak ada sanak-saudaranya yang bisa tinggal disini.

"Berhenti disini," perintah Yongsun setelah menemukan rumahnya tak jauh lagi.

"Wow, rumahmu benar-benar besar." Rumah mewah itu pasti membuat siapapun terkagum-kagum dan berpikir dua kali untuk mendekati Yongsun.

"Ini rumah orangtuaku, rumahku tidak jauh dari sini."

"Kenapa kau minta aku antarkan kesini?" Tanya Byulyi, curiga.

"Aku harus mengirimkan pekerjaanku pada mereka, jangan berbicara dengan nada aku menjebakmu begitu dong!"

Byulyi tekekeh, "Maaf, aku cuma bercanda!"

"Ya sudah, kembalilah sebelum mereka melihat ada saingan mereka disini."

"Oke. Aku pulang dulu, dah Yongsun!"

"Dah."

Begitu mobil Byulyi menjauh dari pandangannya. Yongsun langsung berjongkok dan menahan teriakannya. "AKU BISA GILA!"

Dancing Party  - Moonsun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang