14. Resign (01)

251 34 3
                                    

Memutuskan untuk keluar dari perusahaan adalah hal paling gila yang akan Yongsun lakukan di sepanjang hidupnya. Apapun alasannya, RBW harus tetap ada dibawah pimpinannya.

Ayahnya, tidak mempunyai anak pria. Bagi kultur asia, tidak memiliki anak pria merupakan malapetaka, tidak ada yang akan membawa marga-mu atau kehormatan keluargamu. Pria selalu dianggap sebagai pemimpin maupun pelindung. Namun bagi keluarga Kim, terutama keluarga dari Kim Yongsun, hal seperti itu adalah mitos belaka.

Dikaruniai dua anak gadis yang cantik dan sehat, keluarga Kim yang terdiri dari pak Kim, ibu Kim, Yonghee, dan Yongsun tumbuh menjadi keluarga yang harmonis. Yonghee dan Yongsun yang berjarak dua tahun itu hidup bahagia sebagai anak gadis pada umumnya, setidaknya itu yang mereka rasakan sebelum masuk ke usia remaja.

Pensiun. Kata-kata itu mengejutkan Yonghee maupun Yongsun, di usia mereka yang masih belasan tahun. Ayahnya mengaku akan pensiun dan segera menyiapkan Yonghee sebagai pemimpin perusahaan. Yonghee, yang saat itu sedang mempersiapkan diri untuk menjadi seorang desainer, marah dan menolak untuk menjadi pemimpin perusahaan. Ia berkata bahwa impiannya sudah terlihat dan semakin dekat.

Awalnya, sang ayah masih memaksanya bahkan hampir membatalkan beasiswa Yonghee pergi ke luar negeri namun Yongsun menolak hal tersebut dan mengatakan bahwa Yonghee bisa pergi mengejar mimpinya dan dia yang memimpin perusahaan.

Dan disinilah dia berada, entah semenjak kapan sudah berada di depan rumahnya sendiri, memegang amplop putih bertuliskan SURAT PENGUNDURAN DIRI. Dia tahu ayahnya di dalam, mungkin mencarinya karna tidak ke kantor selama beberapa hari, sejujurnya Yongsun juga lelah bersembunyi terus.

Ia mengetuk pintu ruangan ayahnya dan masuk setelah mendapatkan izin. Ia melihat sang ayah menatapnya tajam. "Mau apa? Setelah tiga hari menghilang begitu saja, kau seharusnya datang ke kantor bukan ke rumah!"

"Saya ingin memberikan ini..." surat itu kini berpindah tangan. Melihat itu, bukannya menerima, pria tua itu malah membuangnya ke tempat sampah. "Tidak akan aku terima!"

"Ayah!"

"Yongsun!"

Emosi mereka berdua meledak. Ayah dan anak, berduanya sama saja. Sama-sama keras kepala. "Ayah tidak akan menerima surat pengunduran dirimu! Sampai kapanpun!"

"Aku sudah muak! Aku sudah tidak ingin memimpin perusahaanmu lagi! Kehidupan remajaku, semuanya, aku serahkan untuk perusahaan dan untuk Yonghee. Namun apa yang aku dapatkan?! Tidak ada! Itu karna kau, kau egois! Seenaknya sendiri mengatakan pensiun, seenaknya sendiri mengangkat Yonghee, seenaknya sendiri memutuskan beasiswanya, seenaknya mengeksploitasi anakmu sendiri..." Seruan Yongsun mungkin melukai sang ayah dan benar saja, sang ayah murka, ia berdiri dari tempat duduknya, tempat yang dulu sering menjadi tempat bermain Yongsun di pangkuan ayahnya.

Plak!

Yongsun bahkan tidak bisa merasakan apapun di pipinya, tidak sakit, namun ia tetap menintikan air mata. Pipinya tidak sakit namun harga dirinya iya. Selama ini, Yongsun menurut, selama ini ia mengubur keinginannya, selama ini dia berusaha menjadi sosok yang sempurna di perusahaan. Ia tidak pernah bahagia. Ia selalu merasa dibebani. Ia selalu merasa...

Ia bukanlah dirinya.

"Yongsun!" Yonghee tiba disaat yang tepat. Ia segera menarik Yongsun ke pelukannya lalu menghadapi sang ayah yang sudah naik pitam. "Apa-apaan ini! Kenapa kau menampar Yongsun!?"

"Karna dia berani melawanku!"."Jika dia ingin resign, biarkan dia resign!" Bentak Yonghee membuat sang ayah semakin tidak percaya. Ia merasa dihianati, kedua anaknya tidak ada yang mau melanjutkan jerih payahnya.

"Sudah ku duga... tidak mempunyai anak laki-laki adalah bencana."

Meski Yongsun tidak dapat melihatnya, ia dapat merasakan amarah yang terpancar dari kakaknya. "Kau... kau bilang apa?"

"Kalau kau ingin keluar dari perusahaan dan kau, Yonghee, jika kau tidak ingin menggantikan adikmu, maka salah satu dari kalian harus segera menikah! Aku tidak mau tahu itu! Titik!" Seru sang ayah mengejutkan mereka berdua. "Sekarang kalian keluar dan jangan bertemu ayah sampai kalian membawa calon pasangan kalian!"

Tanpa perlawanan, Yonghee menarik Yongsun keluar dari ruangan sang ayah ke ruang tamu. Ia menenangkan adiknya sebisa mungkin. "Kau tidak perlu mendengar apa kata ayah, dia hanya emosi..."

"Lebih baik kau diam,"

"..." Yonghee menghela nafasnya dan bersandar pada sofa. Sebagai kakak, apa yang harus ia lakukan sekarang? Entahlah, ia memang sudah sangat egois mengorbankan adiknya sendiri untuk mimpinya. Sekarang, mereka berdua kembali dihadapkan pada pilihan yang lebih rumit dari hal itu. Pernikahan.

"Jujur, aku tidak pernah kepikiran untuk menikah. Aku berkencan namun menikah adalah level yang berbeda, aku belum siap untuk itu..." ucap Yonghee, membuka percakapan pertama kali setelah beberapa menit terdiam.

"Oh, ya ampun, berkencan. Bagaimana rasanya?" Yongsun memincingkan matanya, menatap sang kakak sarkastik.

"Maaf, ini semua terjadi karna aku."

"Sudah terlambat untuk minta maaf," timpal sang adik dengan tegas. "Hanya akan ada salah satu dari kita yang bebas untuk sekarang, aku berharap itu bukan aku." Lanjut Yongsun. Ia menatap sang kakak nanar. "Karena aku...

... Aku menyukai Moon Byulyi."

Dancing Party  - Moonsun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang