10 tahun yang lalu...
Levi menekuk lututnya sambil memandangi langit yang begitu cerah. Matanya berkunang-kunang, lalu ia mengulurkan tangannya seolah berusaha menyentuh langit yang berwarna biru cerah.
"Langitnya cerah ya?" kata seseorang, tiba-tiba membungkuk menutupi pemandangan di atas Levi.
Levi mengerjap saat ia melihat lelaki berambut pirang itu tersenyum hangat padanya. Kakak kelas yang ia kagumi sejak pertama kali masuk ke sekolah ini.
Lalu, tiba-tiba saja warna merah tipis menghiasi pipi Levi. Levi segera mengangkat tubuhnya untuk duduk, tapi kepalanya malah menghantam kepala sang kakak kelas jingga ia jatuh terduduk sambil mengusapi kepalanya. Dengan panik, Levi berusaha meminta maaf dan mengusap-usap bagian kepala yang terbentur kelala Levi. Namun, yang dilakukan oleh lelaki berusia tujuh belas tahun utu hanya tertawa sambil memerhatikan Levi.
Pipi Levi semakin memerah melihat tawa itu. Begitu hangat, menenangkan, baik, dan... tampan. Levi menunduk malu. Dia memainkan ujung jarinya di lantai rooftop yang hangat berusaha untuk tidak salah tingkah lebih jauh lagi.
"Aku tidak melihat temanmu, biasanya kalian selalu makan di sini bersamakan?" katanya sambil menyangga tubuhnya yang atletis.
Namanya Erwin Smith. Dia seorang kakak tingkat Levi yang berada dua tahun di atasnya. Erwin menjabat sebagai ketua OSIS di sekolah itu dan akan digantikan tahun ini berhubung dia sudah menginjak kelas akhir. Sejak pertama kali masuk, bahkan saat masa orientasi siswa, Levi melihat Erwin sebagai sosok yang mengagumkan.
Mata Erwin sebiru lautan yang pernah Levi lihat. Indah dan menawan hati. Senyuman tak pernah luput dri wajah tampan Erwin. Senyumannya begitu hangat saat menyertai tatapan hangatnya. Levi menyukai Erwin saat pertama kali mereka bertemu. Erwin adalah sosok lelaki yang Levi tahu tidak akan pernah bisa Levi dapatkan. Dia terkejar, tapi tidak tergapai untuk Levi.
"Di-dia... dia sedang mengurus registrasi untuk masuk ke organisasi..." cicit Levi malu.
"Oh benarkah? Apa kau tidak ingin ikut berorganisasi?" tanya Erwin, kini menatap Levi dengan hangat.
"Kenapa aku harus ikut...? Aku lebih memilih berada di sini daripada berkerumun di ruangan," kata Levi sambil memainkan kain seragamnya.
Erwin menatap Levi yang seperti kehilangan arah. Dia menangkap sedikit semburat merah di wajah manis Levi.
"Memang... kenapa Kakak berpikir kalau aku akan ikut kegiatan seperti itu?" tanya Levi.
"Hm? Siapa tahu kau ingin menjaga agar pacarmu tidak digoda," jawab Erwin sambil menatap langit.
"Pa-pacar?!" pekik Levi tanpa sadar.
Levi memerah. Bibirnya cemberut, matanya menampilkan kekesalan, dia benar-benar menggemaskan.
"Oh, kalian tidak berpacaran ya?" tanya Erwin.
Levi cepat-cepat menggeleng. Dia menggembungkan pipinya kesal lalu memalingkan wajahnya. Erwin mengulum senyumnya. Senyuman yang berbeda dari apa yang dilihat oleh Levi sebelumnya.
"Milikku," gumam Erwin lalu berdiri.
"Apa Kakak mengatakan sesuatu?" tanya Levi.
Erwin tersenyum hangat lagi. Diulurkannya tangan kanannya. "Ayo, sebentar lagi bel loh."
Levi, dengan mata mengerjap tak percaya, menerima uluran tangan Erwin. Begitu berdiri, dia menunduk malu. Setelah berkata canggung, Levi melangkah dengan kikuk untuk turun. Bahkan dia hampir tersandung kakinya sendiri. Namun, sedikit yang Erwin tahu, bahwa Levi mendengar apa yang dikatakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never or Ever//EruRi
FanfictionSegelintir orang akan percaya pada kebahagiaan yang berlangsung selamanya. Namun, segelintir lainnya bahkan menolak arti kebahagiaan. Jika takdir tidak sedemikian kejamnya, Levi Ackerman akan selalu percaya pada orang yang dikasihinya. Jika takdir m...