22-NoE

695 73 18
                                    

Levi menyentuh kepalanya sendiri saat merasakan pusing mulai menyerang. Di sebelahnya, Hange melirik Levi melalui spion dengan khawatir.

"Levi, kau baik-baik saja?" tanya Hange.

Levi hanya mengangguk. Tubuhnya terasa kaku untuk beberapa saat. Otaknya masih berusaha menerjemahkan kata-kata Zeke.

"Hange, apa aku bisa percaya pada Zeke?" tanya Levi lemah.

Hange tidak menjawab. Reaksi Levi ini menunjukkan sesuatu yang lain pada Hange. Sesuatu yang sepertinya tengah disangkal bahkan oleh Levi sendiri.

"Levi, apa kau menyukai Zeke atau Erwin?" tanya Hange.

Levi tidak lagi terkejut dengan ketelitian Hange. Tapi, Levi tidak ingin menjawabnya. Dia bahkan tidak tahu kemana hatinya berlabuh. Dia masih bisa merasakan Erwin yang dulu dalam diri lelaki itu, tapi ia juga tidak bisa membedakan mana Erwin yang ia kenal dan mana Erwin yang begitu kejamnya. Di sisi lain, Zeke menyukainya. Zeke membuatnya merasa aman, dia lelaki yang baik. Bahkan, dia mau membantu Levi.

"Apa aku bisa percaya pada Zeke?" ulang Levi.

Hange menghela nafasnya. Sepertinya, Levi memang tidak mau membicarakan mengenai perasaannya.

"Maaf, aku tidak begitu mengenal Zeke. Tapi, jika mengenai bisa percaya atau tidak, itu semua bergantung dari dirimu sendiri Levi. Kurasa tidak semuanya bisa kita percaya dengan ekspektasi tinggi," kata Hange ambigu.

"Aku tidak mengerti," jujur Levi.

Hange melirik Levi sekilas. Dia terlihat tidak memiliki semangat. Hange menghela nafasnya. Pada akhirnya, mereka menjalani malam itu dengan saling berdiam diri di dalam mobil.

Tak lama, saat mereka sampai di rumah Erwin, Levi menatap Hange bingung. Hange hanya memainkan ponselnya, menunggu Levi turun.

"Kau tidak turun?" tanya Levi.

"Aku ada shift di rumah sakit malam ini. Kau baik-baik saja dengan Erwin bukan?" tanya Hange.

Levi terdiam. Ditatapnya Hange ragu dan tidak yakin.

"Entahlah..." jawab Levi akhirnya.

"Kalau dia melakukan sesuatu padamu segera minta Moblit menghubungiku. Paham?" ujar Hange.

Levi membuang wajahnya ragu. Apa dia bisa melakukan itu? Levi sibuk dengan pikirannya. Melihat kesibukan Levi, Hange tersenyum kecil. Diraihnya tangan Levi lalu digenggamnya erat.

"Aku tidak akan membela Erwin jika dia salah. Dia memang terlihat jahat dan kejam. Tapi, aku tahu, jauh di dalam sana, dia masih memiliki sisi lembut yang sama dengan Erwin yang kukenal," kata Hange.

"Dan kenapa aku harus percaya padamu?" lirih Levi. "Kenapa aku harus percaya bahwa kau mengatakan itu bukan karena kau adalah teman masa kecil Erwin?"

"Karena aku tahu, kau masih mencintai Erwin," kata Hange bangga.

Sedetik kemudian, pandangannya pada Levi melembut, "dan aku tahu, Erwin masih mencintaimu. Sangat mencintaimu hingga dia melakukan semua ini padamu".

.

.

.

Mata Levi dipenuhi air mata saat melihat apa yang terjadi di ruang tenah. Hatinya mencelos sakit begitu saja saat melihat kejadian itu.

Cinta? Apanya yang cinta? Erwin hanya menganggapnya pelacur. Sama seperti wanita yang sedang duduk di pangkuannya dan bercumbu dengannya sekarang ini.

Never or Ever//EruRiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang