Beberapa hari terakhir ini, saat Levi masih dalam masa pemulihan, Erwin sama sekali tidak terlihat. Levi bahkan tidak melihat Mikasa atau Armin lagi. Satu-satunya yang datang hanya Moblit dan Hange. Moblit membawakan makanan untuknya sementara Hange memeriksanya. Hange benar, Levi terserang typhus dan untungnya, Levi ada di rumah ini. Jadi, mereka tidak perlu ke rumah sakit.
Levi melirik tangannya yang dipasangi infus, lalu ia memejamkan matanya lagi. Dia sudah membaik, tapi itu membuatnya tidak ingin makan. Dia ingin bertemu Erwin, memukul wajahnya dan bahkan memakinya.
"Leeeeviiiii!!!" pekikan Hange membuat Levi meringis.
Ya Tuhan, dia selalu datang dengan cara unik yang agak menyebalkan.
"Oh hei! Kau belum makan?" Hange meraih mangkuk berisi bubur yang beberapa hari terakhir ini Levi makan.
Untungnya bubur itu enak, jadi Levi tidak perlu bosan dan muntah karena dijejali tiap pagi. Siangnya, dia akan dijejali nasi tim dengan sup ayam. Lalu malamnya, dia diberikan nasi tim disertai ikan panggang. Dan selama berhari-hari, minumannya hanya teh.
"Aku tidak bernafsu makan," kata Levi.
"Eeehhh?! Tapi kau tetap harus makan, kau harus meminum obatmu Levi," peringat Hange.
"Aku sudah baik-baik saja Hange," keluh Levi.
Iya, Levi akan baik-baik saja. Sampai Hange mengunjunginya dan membuat kepalanya berdenyut dengan suara kerasnya itu.
"Tidak. Kau tetap harus makan. Ayolah Levi, kau masih pucat," bujuk Hange.
"Dimana Erwin?" Levi mengalihkan pembicaraan.
Levi berjalan menuju ke pintu dengan infus yang masih terpasang. Tenaganya masih belum terlalu pulih dan kepalanya masih berdenyut, tapi selebihnya dia akan baik-baik sa...
"He-hei! Jangan memaksakan diri. Levi!" seru Hange saat tubuh Levi goyah.
Tubuh Levi yang goyah kemudian condong ke depan dan berakhir hampir terjatuh. Tepat saat itu, pintu terbuka dan menampilkan seseorang sehingga Levi jatuh ke pelukannya.
"Ck, kenapa kau selalu merepotkan dirimu sendiri?" decak lelaki tinggi itu.
Hange menghembuskan nafasnya lega saat melihat Erwin menangkap tubuh Levi. Meski begitu, rasa ngeri kembali menjalari Hange saat Erwin memaksa Levi kembali berbaring dengan kasar.
"Erwin, dia masih sakit," peringat Hange.
"Orang sakit yang bebal. Untuk apa dikasihani?" sinis Erwin.
Hange ingin protes, tetapi Levi menghentikannya. Levi menahan tangan Hange kemudian menatap Erwin.
"Bisa aku berbicara denganmu? Hanya berdua," kata Levi.
Hange kembali ingin melayangkan protes, tapi Erwin sudah lebih dulu mengusirnya.
Sekarang, hanya tinggal mereka berdua di ruangan itu. Erwin baru akan mendudukkan dirinya, namun Levi sudah lebih dulu melayangkan tinjunya ke wajah Erwin.
Levi menatap tangannya yang dialiri darah. Nafasnya memburu saat ia melihat Erwin. Gigi Levi bergemeletuk menahan amarahnya.
"Tanganmu berdarah," kata Erwin saat melihat tangan Levi berdarah.
Selang infus itu tercabut dari tangan Levi dengan kasar hingga darah mengalir keluar dari sana. Erwin mengangkat kepalanya untuk menatap Levi yang berdiri di depannya, namun tetesan air mengenai pipinya, turun mengalir melalui pipinya dan semakin deras.
"Ar...min... anakku..." bisik Levi pilu.
Levi meraih kerah baju Erwin, mengabaikan rasa sakit di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never or Ever//EruRi
FanfictionSegelintir orang akan percaya pada kebahagiaan yang berlangsung selamanya. Namun, segelintir lainnya bahkan menolak arti kebahagiaan. Jika takdir tidak sedemikian kejamnya, Levi Ackerman akan selalu percaya pada orang yang dikasihinya. Jika takdir m...