30-NoE

411 30 11
                                    

Levi melangkah turun dari mobil chevrolet corvette putih yang ditumpanginya. Begitu ia turun, matanya menatap ke arah langit yang begitu cerah. Awan putih menghiasi langit biru cerah itu, matahari juga bersinar terang tidak tahu malu akan tempat yang sedang Levi kunjungi.

Perlahan, kakinya berjalan memasuki area makam yang selalu Levi kunjungi beberapa tahun terakhir. Ia meletakkan sekeranjang bunga di sisinya, memandang ke sebuah tempat peristirahatan terakhir orang yang paling ia sayangi.

"Hai, maaf tidak berkunjung minggu lalu," kata Levi.

Levi mencabuti rerumputan yang mulai tumbuh di makam itu. Dia berlutut di sisi makam, menatap nisan yang diukir indah.

"Bagaimana keadaan di sana? Apa di sana indah?" tanya Levi.

Levi membuang rumput-rumput itu dengan halus. Diusapnya nisan itu lalu perlahan air matanya meluncur.

"Aku merindukanmu. Sangat," lirihnya.

"Papa," suara halus terdengar.

Levi menoleh, ia segera menghapus air matanya saat melihat putrinya datang bersama putranya. Ia memberikan senyuman tipisnya.

"Papa baik-baik saja?" tanya Armin.

Armin berlutut di sebelah Levi, mengusap tanah makam itu lembut lalu tersenyum getir.

"Dulu dia menjadi orang yang sangat baik," kata Armin.

Levi terkekeh kecil. Meski terdengar pilu, tapi Levi berusaha menampilkan yang terbaik untuk anaknya. Levi menaburkan bunga di atas makam itu, menatapnya sendu dan tersenyum kecut.

"Aku sudah menemukan kebahagiaanku sekarang. Terima kasih," bisik Levi.

"Papa, kau jelek jika menangis," kata Mikasa.

Armin meringis. Ia sempat mencubit kaki Mikasa, tapi Mikasa hanya cemberut.

"Aku kan hanya jujur agar Papa tersenyum," keluh Mikasa.

"Pa, boleh Armin taburkan bunganya?" tanya Armin.

"Tentu saja," jawab Levi sambil menyerahkan bunga itu.

Armin menaburkannya disusul dengan Mikasa. Levi memerhatikan kedua anaknya. Mereka terlihat sangat berbeda sekarang. Dulu, rambut Armin panjang dan dia tidak mau memotongnya, tapi sekarang Armin sudah menggunakan gaya rambut undercut yang membuatnya semakin mirip dengan Erwin.

Saat ini, Mikasa dan Armin sudah tumbuh besar. Usia Armin sekarang sudah menginjak enam belas tahun sementara Mikasa sudah masuk ke usia lima belas tahun. Semakin hari, sifat Mikasa semakin mirip dengan Erwin Smith dan sifat Armin semakin mirip dengan Levi. Levi bersyukur, setidaknya mereka masih ada di sisinya.

"Papaaa!!!" jerit seorang anak kecil berusia sepuluh tahun tertahan.

Levi menoleh lagi. Ah, Mikasa dan Armin sudah memiliki adik sekarang. Rambutnya berwarna pirang dengan gradasi hitam di bagian bawahnya, terlihat kontras tapi indah. Matanya berwarna biru langit di sebelah kanan dan biru badai di sebelah kiri. Bibirnya tipis mirip seperti Levi, matanya lebar tetapi tajam, tubuhnya mungil, wajahnya tampan. Dia benar-benar perpaduan yang sempurna antara Erwin dan Levi.

"Zeke," kata Levi seraya menangkap anak itu.

"Kenapa kau tidak menungguku Sayang?" kata lelaki tinggi yang baru sampai dengan menggandeng anak itu dan mengenakan kacamatanya.

Levi tertawa kecil mendengarnya. Ia memeluk tubuh yang termasuk kecil anak bungsunya lalu berdiri sambil menggandeng anak itu. Matanya menatap ke arah nisan yang terukir nama "Zeke Jaeger" di sana sambil tersenyum sendu.

Never or Ever//EruRiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang