21-NoE

624 69 4
                                    

Erwin memandangi Armin yang berlarian riang bersama Mikasa di halaman belakang rumahnya. Keduanya berlari menuju ke kolam renang sementara Moblit susah payah memperingati mereka agar tidak berlari karena licin.

"Siapa ayahmu, Mikasa..." desis Erwin.

Erwin menyesap rokoknya lalu menghembuskannya. Dia memandang Mikasa yang takut-takut mencelupkan kakinya ke air, matanya terlihat ragu, tapi Armin menggenggam tangannya selayaknya seorang kakak.

Melihat hal itu, Erwin berdecak. Kekesalan mulai menggerogoti Erwin. Rasanya ia ingin segera menghabisi orang yang menghamili Levi.

"Erwin," panggil seseorang.

Erwin berbalik, dilihatnya Eren sedang berdiri bersandar di ambang pintu.

"Kau menemukannya?" tanya Erwin.

Eren melemparkan sebuah amplop coklat ke atas meja Erwin. Didekatinya Erwin dengan pandangan kesal dan datar.

"Apa yang kau rencanakan, Erwin?" desisnya.

"Membunuh orang yang menghalangiku," jawab Erwin.

Brak!

Eren menarik kerah baju Erwin dengan kuat hingga tubuh Erwin condong ke depan membentur meja. Erwin tertawa puas. Ditepisnya tangan Eren dari dirinya lalu membuka amplop itu.

"Aku bercanda, aku tidak mungkin membunuhnya. Aku hanya merasa ada sesuatu yang harus kupastikan," kata Erwin.

Erwin membaca dokumen yang dibawakan Eren. Matanya dengan teliti membaca tiap kata yang tertera di sana.

"Dia masih berada di Amerika lima tahun lalu, tidak mungkin dia mengenal Levi," kata Eren jengah.

"Aku cukup terkesan kau masih peduli padanya meski kalian berbeda keyakinan. Jauh sekali," balas Erwin.

Erwin menatap foto yang tertempel di sana. Senyuman tipis mengembang di wajahnya.

"Tsk, Erwin aku mulai muak dengan omong kosongmu. Kau bilang kau tidak menyukai Levi, tapi kau mencari tahu tentangnya selama lima tahun terakhir," komentar Eren sambil mulai menyalakan rokoknya.

Erwin menyandarkan punggungnya ke punggung kursi. Dilemparkannya dokumen itu ke hadapan Eren.

"Aku tidak menyukainya, tapi hanya aku yang boleh memilikinya," jawab Erwin.

Erwin mematikan rokoknya, ditatapnya dokumen itu sebelum ia berdiri untuk pergi melakukan pekerjaannya lagi. Matanya melirik rendah ke dokumen itu, lalu ia berjalan pergi.

Di lain sisi, Eren menatap kepergian Erwin tertegun. Erwin tidak mungkin mengakui di depan siapa pun, tapi Eren bisa merasakan kekhawatiran yang kuat saat Erwin mencari siapa yang menghamili Levi.

Selain itu... Eren ingat wajah Erwin saat itu. Saat ia menyetubuhi Levi di depannya. Erwin terlihat... sedih dan marah.

.

.

.

Armin memeluk tubuh Mikasa yang sama-sama terbalut dengan handuk kecil. Milik Mikasa bermotif barbie sementara milik Armin bermotif buku. Armin tersenyum lebar pada Mikasa yang dengan riang memakan kentang goreng sebagai camilan mereka.

"Menyenangkan bukan?! Moblit dan aku sering sekali berenang jika bosan!" seru Armin.

Mikasa mengayunkan kaki pendeknya di dalam air. Matanya berbinar cerah saat melihat pantulan dirinya di air. Dia suka sekali melihat wajahnya yang sangat mirip dengan sang papa.

Never or Ever//EruRiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang