A'LIV 10

29 6 0
                                    

"Bahkan Sang Raja pun bisa memiliki celah antara dirinya dengan mahkotanya jika dia tidak bisa menghormati Sang Ratunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bahkan Sang Raja pun bisa memiliki celah antara dirinya dengan mahkotanya jika dia tidak bisa menghormati Sang Ratunya."

-Viola saat sedang tidak ada kerjaan, menjadi puitis.

~A'LIV~

"Arsen!" Laki-laki bertubuh tinggi dengan ciri khas matanya yang berwarna biru laut dan hidungnya yang mancung itu pun menoleh ketika namanya di panggil, perawakannya sudah bak pangeran dari suatu kerajaan.

"Lu udah gak jadi kapten voli?"

Arsen menggeleng sebagai jawaban. "Ali. Kenapa emang?"

"Oh diganti sama Ali. Gak kenapa-kenapa sih, gua cumab penasaran doang." Jawabnya santai.

"Oh," kemudian Arsen berjalan keluar kelas, diikuti oleh Anby di belakangnya.

Yes! Pria yang bertanya tadi adalah Anby, Arsen dan Anby memang teman dan cukup dikatakan dekat tapi tidak sedekat Zain dan Bryn.

"Adek lu sekolah disini juga?" Arsen bertanya, Rian yang dia maksud. Dia saat sedang bersama Anby memang bisa bicara seperti manusia pada umumnya dan sedikit tidak dingin.

Mungkin menurutnya Anby tidak terlalu banyak bicara seperti kedua sahabatnya, siapa lagi jika bukan Zain dan Bryn dan juga Anby lumayan asik diajak bicara.

"Cih. Menurut lu?" Tanyanya balik dengan sebelah sudut bibir yang naik, seperti tersenyum miring.

Arsen mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban.

"Masuk sini dia. Katanya ikut eskul voli juga sih, emang kaga ketemu?" Tanya Anby.

"Gak, udah dua hari gak ketemu." Jawabnya.

"Dia bilang sih cuman ikut latihan sekali di hari pertama, abis itu males jadi enggak masuk lagi, gitu katanya."

"Oh pantes aja, gua pas waktu itu gak masuk," Arsen menjelaskan secara singkat.

"Oh," balas Anby.

"Adaw! Jidat gua lama-lama bisa jenong iniiiiii!" Kesalnya sambil mengusap keningnya.

Viola mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang menabraknya atau mungkin ditabraknya.

"Eh ada Sen motor, lu tuh jalan matanya dipake enggak sih? Masa cuman kakinya doang yang di pake, matanya kaga!" Sen motor, panggilan yang diberikan Viola kepada Arsen, julukan itu spontan keluar dari mulutnya.

"Mata gua masih di kepala."

"Bukan kepala tapi muka! Emang mata lu ada diatas rambut lu ha?!" Tanya Viola dengan senga.

Arsen hanya mengangkat kedua bahunya lagi sebagai jawaban.

"Ih ngeselin!"

"Lu yang nabrak." Belanya dengan padat dan jelas.

"Satu langkah kaki gua itu sekitar seper tiga meter atau 0,3048 meter sedangkan dari yang gua liat satu langkah kaki lu itu hampir seper empat meter atau 0,3803 jadi yang duluan sampe di posisi kita sekarang berdiri itu lu! Jadi yang nabrak itu lu bukan gua." Jelas Viola dengan irama yang cukup cepat sambil menunjuk Arsen pada saat kata 'lu'.

"Kalo gitu berarti logikanya ibarat gua dinding karena gua yang nyampe duluan di posisi ini, dan lu lagi jalan terus nabrak gua." Jujur saja, jika yang saat ini bicara seperti itu adalah orang lain maka Arsen akan mengabaikannya tapi jika itu Viola sepertinya tidak mungkin.

"H wa! Anata wa bakadesuka, soretomo bakadesu ka?" (Ish, lu bego atau bodoh sih?) Makinya dengan bahasa jepang.

"Naneun danji nonlileul sayonghanda." (Gua cuma pake logika) balas Arsen dengan bahasa korea.

"Tapi logika lu kaga nyambung Sen motor! Nih ya kalo misalkan lu dinding berarti pas gua lagi jalan terus lu juga lagi jalan kan? Nah pas gua masih jalan lu malah berenti yang aturan lu masih jalan jadi berarti lu yang nabrak gua dengan lu yang berenti!" Viola tidak ingin kalah debat jika dengan Arsen meskipun dia yang salah, begitulah perempuan.

Arsen sedikit kaget karena Viola bisa berbahasa jepang juga korea.

"Mereka ngomongin apaan bang?" Tanya Rian dengan polos.

"Makanya lu kalo guru ngejelasin dengerin, jangan molor mulu!" Jawab Anby sambil menyikut perut Rian.

Tadi saat mereka sedang berdebat, Rian dan Anby pindah ke tengah untuk menonton perdebatan mereka.

"Emang lu tau mereka ngomongin apa?" Tanya Rian lagi dengan berbisik  karena kini Viola dan Arsen sedang saling tatap menatap dengan tajam.

"Ya pokoknya kaki-kaki gitu lah."

"Yeu sama be kayak gua njem," kesal Rian.

Rian dan Anby memang tidak terlalu bagus dalam bidang akademik, terutama Rian. Tapi jika dalam bidang olahraga, mereka jagonya. Memang kebalikan dari Viola.

Anby yang sudah lumayan dewasa dan sudah tahu sifat Viola pun langsung mengusap kepalanya.

"Kalo masih debat, gak jadi ke dufan nih," ancam Anby seperti mengancam anak kecil.

Viola yang mendengar itu pun langsung mengalihkan tatapannya dari Arsen dan langsung menatap tajam Anby.

"Ck, yaudah ayok." Viola mengalah sambil berbalik badan keluar sekolah dan meninggalkan mereka duluan.

Viola paling tidak mau dan tidak suka jika acara pergi jalan-jalannya terganggu karena hal kecil.

"Percuma Sen, lu bakal kalah debat kalo sama dia mah meskipun dia yang salah," nasihat Rian, Arsen hanya melirik sekilas Rian.

"Voli, jangan bolos mulu." Balas Arsen dingin.

Rian hanya menyengir layaknya kuda kemudian merangkul tangan Anby dan Arsen sambil berjalan.

"Duh berasa punya pacar dua."

Mereka berdua pun reflek melepas tangan Rian dan langsung menendang belakang lututnya sehingga Rian hampir saja terjatuh.

Arsen berjalan duluan setelah berucap. "Gua masih normal, gila."

"Si somplak emang lu." Anby pun mengikuti Arsen.

"Sakit wei!" Keluhnya sambil mengelus kedua belakang lutut kakinya.

"PADAHAL BERCANDA DOANG ASTAGFIRULLAH!"

- A'LIV -

Note : Setau gua naneun itu aku, tapi disini diganti jadi gua aja ya mwhehe dan tadi gua google translate kalo gua itu dong-gul tapi kalo diganti takut artinya jadi berubah juga jadi ya begitu deh

sekian terima harta dan tahta

salam tampar, bewithyuuu

ARSENOLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang