32. kehamilan dinda

9K 449 10
                                    

_

Satu bulan berlalu...

Hari sudah menujukkan pukul dua belas siang. Dinda sudah mulai bersiap-siap untuk ke kantor Agam mengantakan makan siang. Untuk masalah urusan penjemputan Albi, Agam memang sudah menyuruh supir keluarga mereka karena Agam kini sudah semakin sibuk di kantornya. Tak jarang kini Agam sering pulang malam karena lembur di kantornya.

"Hati-hati, Nak jangan terlalu buru-buru," ucap Yunita sambil terkekeh pelan melihat menantunya yang sangat terlihat antusias.

"Aku sudah tidak sabar Bu, aku yakin dia pasti sangat bahagia saat tau ini," jawab Dinda.

"Baiklah hati-hati di jalan ya." Dinda mengangguk dan mulai pamit.

_

Tujuh belas menit Dinda sudah berada di gedung mewah berpuluh tingkat milik suaminya. Perempuan itu langsung berjalan masuk dengan membawa paper bag isi makan siang Agam. Sebenarnya masih ada beberapa menit lagi dari waktu yang pas untuk dirinya datang. Namun, karena ia mau memberi kabar baik pada sang suami Dinda datang lebih cepat hati ini.

Sapaan-sapaan hormat mulai terdengar sahut-sahutan dari semua para pegawai kantor. Dinda yang sudah berstatus istri boss mereka tentu sangat harus mereka hormati meskipun dalam hati mereka juga menyimpan ketidaksukaan pada Dinda. Terlebih lagi yang wanita.

Tring!

Pintu lift terbuka. Dinda langsung memencet lantai paling atas di mana ruangan Agam berada. Setelah menunggu selama enam menit kini pintu lift sudah terbuka. Dinda langsung berjalan menuju meja sekretaris.

"Selamat siang, Ibu Boss."

"Siang. Apakah Agam ada berada di ruangannya?" tanya Dinda.

Perempuan itu nampak ragu untuk menjawab. Dinda mulai keheranan dan kembali bertanya.

"Kenapa?" tanya Dinda.

"Itu, Buk Boss, pak Agam sedang memarahi karyawan di ruangannya," jawabnya. Dinda melebarkan matanya.

"Sebaiknya tunggu di sini dulu," ucapnya. Namun, Dinda tidak mendengarkannya dan langsung berjalan memasuki ruangan Agam.

Benar saja, di dalam Agam terlihat sedang memarahi staf kantor bagian keuangan. Melihat istrinya sudah berdiri di ambang pintu Agam sontak berdiri dan tersenyum lebar. Pria itu langsung menghampiri Dinda dan memeluknya erat.

"Kamu datang terlalu cepat," ucap Agam. Sedangkan tiga pria yang tadi Agam marahi habis-habisan hanya bisa membeo di tempat. Ternyata begini sifat boss mereka apabila sudah berhadapan dengan istrinya. Entah hilang ke mana tadi kemarahan pria itu?

"Kenapa marah-marah, apa tidak bisa didiskusikan secara baik-baik," nasehat Dinda.

"Kalian pergilah, ingat jangan ceroboh lagi!" tegas Agam.

"Baik, Pak. Permisi."

Selepas kepergian tiga pria tersebut Dinda mulai berjalan ke arah sofa tamu. Agam hanya mengikuti dan ikut duduk di samping Dinda. Hubungan suami-istri tersebut kini mulai perlahan waras, sudah jarang terjadi perdebatan konyol di antara mereka. Hanya saja keduanya sering hampir terkena stroke mendadak karena pertanyaan dan tingkat absurd putra mereka Albi.

"Ayo, makan dulu," ucap Dinda.

"Aku juga mau memberitahu sesuatu," sambungnya. Agam menatap Dinda lekat.

"Apa itu?"

"Nanti kamu akan tau, makanlah dulu," jawab Dinda. Agam menurut dan mulai menikmati makanan yang Dinda bawakan.

Duda menyebalkan(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang