11. kawin atau nikah

8.2K 515 0
                                    

Seminggu telah berlalu...

Dinda dulu yang bekerja di banyak tempat kini sudah memantapkan diri hanya bekerja di rumah Agam. Bukan. Bukan keinginan Dinda, tetapi karena paksaan dengan seribu ancaman dari Agam yang membuat Dinda terpaksa risign dari semua list pekerjaannya.

Tentu gadis itu tak dapat menolak, terlebih lagi Agam memberikannya gajih sangat besar. Mungkin dalam lima bulan seperti kontrak pembahasan kerja iler lelenya yang ditawar Agam kemarin, Dinda sudah bisa membeli rumah mewah akibat hasil kerjanya.

Lagian kurang apa lagi. Dinda sudah cukup merasa bahwa gajih yang diberikan Agam terlalu besar untuknya. Ditambah lagi dirinya juga tinggal di rumah Agam.

"Bunda ...." Suara panggilan dari Albi membuat Dinda yang sedang membereskan kamar Albi menoleh pada sang empu.

"Iya, Sayang?"

"Albi mau nanya," ucap Albi. Dinda menghentikan aktivitasnya dan langsung duduk di atas kasur menatap Albi hangat.

"Nanya apa?" tanya Dinda.

"Kata, bang Riki adik itu gak bisa dibeli ya? Katanya itu harus dibuat dengan cara mencampurkan dua cairan susu. Benar gitu ya, Bunda?" tanya Albi polos.

Dinda kini dibuat melongo oleh pertanyaan yang dilontarkannya Albi. Terkutuklah tetangga satu kompleks mereka yang sudah berumur delapan belas tahun bernama Riki tersebut. Berani sekali dia mencemari otak polos Albi.

"Aduh, Nak bunda tidak mau kamu dewasa sebelum waktunya," lirih Dinda.

"Katanya, Bunda harus bikin sama, ayah," ucap Albi.

"Bikin? Dari campuran dua susu?" beo Dinda. Albi mengangguk.

"Waah, kamu tanya juga tidak susunya merk apa? Biar besok kita bikin," sahut Agam yang baru memasuki kamar.

"Oh iya, Albi lupa nanya," jawab Albi.

Agam langsung tertawa dan menjatuhkan tubuhnya di atas kasur Albi. "Ya sudah, nanti, Ayah saja yang tanya," ucap Agam. Albi langsung tersenyum bahagia.

"Kamu jangan berteman dengannya lagi ya, Albi," ucap Agam.

"Kenapa?" tanya Albi dengan nada sedihnya.

"Bang Riki baik, dia juga suka jawab kalau Albi mau nanya," ucap Albi.

"Nah iya, itulah alasannya. Dia terlalu baik anakku," jawab Agam. 'dalam hal membunuh ayah perlahan-lahan,' sambung Agam membatin.

"Sudah, ayah bilang berteman itu dengan anak-anak yang siusia kamu saja jangan berteman dengan yang sudah dewasa," tegur Agam.

"Kan kalau mau nanya bisa sama, ayah," sambungnya. Dinda langsung mengangguk membenarkan.

"Yasudah, kalau gitu Albi mau nanya sekarang," jawab Albi.

"Hmm, nanya apa?" tanya Agam.

"Ayah yang benar itu kawin atau nikah duluan?" tanya Albi. Agam langsung mengubah posisi jadi duduk. Wajahnya kini kian bersemangat. Sedangkan Dinda sudah was-was takut kalau Agam akan memberikan jawaban yang laknat pada Albi.

"Enak itu kawin duluan. Biar bisa tau yang dimasuki masih berupa lubang bersegel atau lubang umum," jawab Agam diiringi tawa kerasnya.

Bugh!

Sebuah bantal mendarat kuat di bahu Agam. Ya, Dinda yang melakukannya. Dinda bahkan tidak habis pikir dengan jalan otak Agam yang mungkin berisi abon makanya pria tersebut bisa segila itu. Apalagi dalam caranya mendidik Albi yang menurut Dinda sangat tidak benar.

Ayah macam apa dirinya?

"Tutup mulutmu, duda sialan! Jangan kotori otak polos, Albi," desis Dinda.

Duda menyebalkan(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang