Kaukah itu? Yang berjanji di bawah naungan agama dan negara untuk merajut cinta yang utuh, sekaligus menjadi satu-satunya penyumbang duka paling ampuh?
🌼🌼🌼
Sudah sewajarnya jika ikrar suci atas nama pernikahan itu harus dijaga dengan sungguh-sungguh. Sebab, janji itu bukan hanya disepakati oleh sepasang insan. Akan tetapi, ikatan resmi itu disaksikan langsung Zat yang maha agung. Maka dari itu, ingkar terhadap perjanjian mulia itu sama halnya dengan menodai restu sang maha kuasa."Sudahkah aku menjadi pasangan yang baik?" gumam Yara lirih. Beberapa hari ini, ia membaca kembali isi hati dan pikirannya. Yara tak henti merenungi khilaf yang tak bisa ia cegah kala itu.
"Kaukah itu? Yang berjanji di bawah naungan agama dan negara untuk merajut cinta yang utuh, sekaligus menjadi satu-satunya penyumbang duka paling ampuh?" ujar Yara pada diri.
Mungkin memang benar bahwa Yara bersalah. Namun, sang suami juga ikut andil dalam kesalahannya itu. Kalau saja tidak dibiarkan kesepian, Yara tak mungkin melakukan hal memilukan seperti itu.
Malam sudah semakin larut. Saat ini, Yara masih bergelung dengan selimut. Namun, matanya tak mampu sedikit pun terpejam. Ia rindu masa-masa berbagi cerita singkat menjelang tidur dengan suaminya. Ia rindu rasa hangat berbagi dekap dengan lelaki istimewanya.
"Tidak selamanya, hubungan ini akan berjalan mulus. Ada masanya kerikil tajam itu menerjang. Bisa jadi, hal tersebut mampu memicu kehancuran. Makanya, penting banget bagi pasangan untuk selalu membangun momen. Salah satunya ya dengan berbicara dari hati ke hati sebelum tidur seperti yang kita lakukan ini. Itulah cara kita memperkokoh pondasi hubungan ini. Kalau tidak diperkuat, bisa saja ikatan yang berusaha kita rawat dengan baik, akan tumbang."
Setitik bulir bening dari netra Yara menetes ketika mengingat kembali kata-kata menyejukkan dari suaminya itu.
Janji hanya sebatas janji. Kini, Yara telah kehilangan momen yang selama ini mewarnai.
Dalam keadaan hening ini, Yara mendengar suara derap langkah yang agak tergesa mendekat. Dari aroma yang menguar di sekeliling, Yara begitu hapal dengan semerbak bau yang terhidu pada indera penciumannya. Yara seolah berhalusinasi. Ia seperti bermimpi mendapati seseorang yang begitu ia rindu berada tidak jauh darinya. Kali ini, Yara pura-pura memejamkan mata. Ia tidak ingin terlalu berharap. Ia takut dengan pikiran tak masuk akal yang memenuhi kepalanya.
"Sudah tidur ternyata," bisik Rafif pelan yang tentunya masih mampu Yara dengar.
Rafif perlahan mendekat. Merebahkan diri tepat di samping Yara. Lelaki itu mengamati sang isteri yang telah terlelap dengan membelakanginya. Napasnya tampak tersengal.
"Maaf," ucap Rafif singkat sambil tetap memandangi tubuh lelap isterinya.
Di sisi Rafif, Yara sedikit menegang. Ia mati-matian menahan tangisnya yang sebentar lagi keluar.
"Harusnya, aku duluan yang meminta maaf, 'kan?" kata Yara dalam hati.
Yara begitu tersiksa dengan keadaan semacam ini. Baginya, Rafif berlaku kejam dengan tak berhenti menghukumnya dengan rasa bersalah yang kian hari semakin meninggi.
Padahal, kalau Yara mengetahui, Rafif tidak berpikir demikian. Lelaki itu juga merasa, secara tak sadar, telah menyakiti hati sang isteri. Terutama, dalam hal menyumbang kesepian yang mendalam. Namun, Rafif sungguh tidak bermaksud begitu. Ada beberapa misi tersembunyi yang masih Rafif simpan rapi. Yakni, kejutan indah untuk sang isteri. Namun, yang terjadi malah lelaki itu yang terkejut sendiri dengan ulah sang pujaan hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khala
Spiritual[COMPLETED] Khala bermakna sepi. Itulah yang kerap dialami oleh Ayyara Rivania Kiev atau yang biasa disapa Yara. Kesibukan sang suami, Rafif Omar Syarif, sebagai pengacara muda terkenal membuat Yara dilanda sepi. Dalam suasana senyap itu, Yara berha...