22. Penyesalan

1.2K 171 19
                                    

"Jika titik bahagia sudah memuncak, cobalah untuk kembali menapak! Agar ketika terjatuh, tidak lupa caranya berdiri tegak."


🌼🌼🌼


Beberapa minggu berlalu semenjak momen sederhana namun membekas, yaitu sewaktu jalan pagi berdua kala itu. Setelahnya, Yara dan Rafif semakin intens menghabiskan waktu bersama. Terutama, ketika Rafif sedang tidak bekerja. Kebersamaan itu selalu menjadi aktivitas yang paling ditunggu bagi dua insan itu.

"Mas nggak nyesel?" tanya Yara tiba-tiba disela obrolan singkat yang rutin dilakukan menjelang tidur.

Rafif lantas mendongak. Ia menatap lekat manik mata sang isteri. Ia kira pujaan hatinya itu bercanda. Namun, ketika diselami lebih dalam, hanya ada tanda keseriusan yang terekam.

"Maksudnya?" Rafif balik bertanya. Ia sungguh tidak paham arah pembicaraan isterinya tersebut.

"Milih aku," timpal Yara mantap.

"Apa Mas nggak pernah terbesit rasa penyesalan, gitu?" lanjut Yara. Ia menekankan sekali lagi pertanyaan yang  dilontarkan tadi.

"Kenapa nyesel? Mas 'kan udah berkali-kali bilang, memilihmu adalah sebentuk rasa syukurku yang begitu besar. Mas nggak bermaksud membual, sungguh," jawab Rafif serius.

"Betapa kurang ajarnya Mas, kalau sampai rasa sesal itu bersarang pada diri Mas. Kamu tahu 'kan, Sayang, selain doa dari Abah dan Ibuk, peranmu juga nggak kalah hebat hingga Mas bisa sampai di titik ini. Dari Mas yang biasanya kalau mengerjakan sesuatu masih serampangan, terus bertumbuh menjadi pribadi yang well-organized. Langkah hidup yang Mas jalani jadi lebih terkonsep. Kalau bukan atas saran kesayanganku ini, ya mungkin Mas sudah nggak tentu arah," jelas Rafif panjang sambil mencubit pelan hidung mancung sang isteri pada akhir kata-katanya.

Mendapati tangan Rafif yang tanpa aba-aba mendarat tepat di indra penciumannya, Yara sontak tersipu. Ia malu, sekaligus debaran halus tak disangka menyusup ke dasar hati. Semua itu tidak lain karena perlakuan manis dari sang suami.

"Jangan-jangan, kamu yang nyesel karena udah milih pria seperti Mas ya, Sayang?" tanya Rafif yang berhasil membuat Yara kelabakan.

"Iya, aku nyesel banget," sahut Yara datar, sambil menerawang.

"Kenapa kita telat banget ketemunya, ya?" lanjut Yara.

"Eh, nggak boleh nyesel. Banyakin rasa syukurnya saja, deh. Takdir Allah adalah yang terbaik," pungkas Yara sembari tersenyum lebar.

Rafif pun tersenyum hangat melihat tingkah sang isteri.

"Ngantuk," ucap Yara seraya memejamkan mata.

"Ya udah, tidur, yuk!" ajak Rafif yang dibalas dengan anggukan oleh Yara. Lalu, keduanya berjuang menuju lelap.

Selang setengah jam, mata Yara tetap saja belum terpejam. Padahal, rasa kantuk sudah sejak tadi menyerang, tetapi badannya seolah memaksa sang netra untuk tetap terbuka. Bahkan, sekarang, sinarnya tampak terang benderang.

"Katanya ngantuk?" tanya Rafif setelah mengamati tingkah Yara sejak tadi.

"Nggak bisa tidur," timpal Yara dengan nada sendu.

"Masih ada pikiran yang ganggu?" tanya Rafif lagi.

Yara hanya menjawab dengan gelengan saja.

"Ehm ... Mas beneran nggak nyesel?" Yara membuka suara. Sebenarnya, kalimat itu ingin Yara tahan. Namun, bibirnya ternyata berkhianat.

KhalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang