35. Ujung

2.8K 235 37
                                    

Terimakasih, Khala, karena telah mengantarkan pada perjalanan hidup yang penuh makna.


🌼🌼🌼


Seseorang tidak akan pernah bisa menebak di mana kisahnya di dunia berujung. Yang bisa dilakukan hanyalah terus berupaya untuk menjadi baik bagaimana pun caranya.

Ingin terlihat baik di mata manusia itu mudah, tinggal menambahkan topeng kebaikan di wajah, orang-orang akan menyanjungnya. Namun, menjadi insan mulia menurut pandangan Allah itu susah. Langkahnya harus terseok karena pada dasarnya, banyak sekali goda dan coba yang begitu menguras jiwa.

Begitulah yang Yara dan Rafif rasakan. Jalan hidupnya memang tidak semulus jalan tol, tetapi keduanya selalu berjuang untuk menaklukkan sisi negatif yang meliputi diri masing-masing.

"Kenapa senyum-senyum sendiri, sih?" tanya Rafif ketika melihat sang isteri menyunggingkan senyum indahnya sedari tadi.

Yara hanya menggeleng. Ia ingat pertanyaan konyol yang ia tujukan pada Rafif beberapa waktu yang lalu. Ia tidak menyangka jawaban Rafif akan begitu.

[Mas Rafif mau poligami?]

Pesan yang Yara kirim memang terkesan menyebalkan. Untung saja, reaksi Rafif tidak demikian.

[Ngomong apa sih, Sayang? Satu saja belum bisa membahagiakan kok mau nambah aja. Terlintas saja nggak pernah.]

Jawaban Rafif membuat Yara lega. Untuk selanjutnya, Yara tidak ingin bermain dengan kata-kata. Takutnya, malah menjadi bumerang bagi dirinya. Yara tidak menginginkan hal menyesakkan itu terjadi padanya. Cukup sekali saja cara berpikirnya di luar konteks. Yara tidak akan mengulanginya demi ketenangan hatinya sendiri.

"Jangan nyari penyakit, Yara!" Itu yang sekarang Yara tanamkan pada diri. Isi kepalanya harus disaring dengan baik, agar tidak kebanyakan over thinking lagi. Agar tidak kebiasaan menyimpulkan sesuatu semaunya sendiri.

"Poligami itu bukan sekadar seseorang bisa bersikap adil dan isteri rela menjalaninya. Ada faktor lain selain dari sudut pandang agama yang harus dipertimbangkan, yaitu sisi psikologis pasangan. Bagaimana dengan segi mental? Siapkah ia berbagi? Nyatanya, masalah kesehatan mental itu sangat penting banget yang sayangnya akhir-akhir ini kurang dilirik. Sehingga, dimulai dari hal pribadi, Mas sebisa mungkin harus pintar-pintar menjaga hati pasangan agar terhindar dari persoalan pelik mengenai mental. Sungguh, perihal poligami itu nggak bisa dianggap sederhana. Ada banyak variabel yang mengikutinya. Makanya, Mas lebih baik banyak-banyak bersyukur dengan keadaan kita sekarang. Soalnya, kalau seandainya Allah pun mengizinkan, terus Mas nggak mampu bersikap adil atau secara tak sengaja pasangan Mas tersakiti hatinya, berarti Mas sudah berlaku zalim. Itu sungguh nggak bisa dibenarkan."

Kalimat panjang Rafif berhasil membuat hati Yara berbunga. Bahkan, hingga saat ini sampai membuat suaminya kebingungan.

"Ada yang aneh ya, Sayang?" Rafif sampai memutar arah menghadap tepat pada Yara. Ia merasa ada yang salah. Maka dari itu, sang isteri tak henti menampakkan senyumnya.

"Nggak ada, Sayang. Aku lagi bahagia aja." Yara menjawab dengan santai.

"Kenapa senyumnya gitu?" Rafif masih belum puas dengan jawaban Yara.

"Memangnya, nggak boleh?" tanya Yara.

"Ya, boleh. Nggak ada yang larang asal alasannya jelas." Rafif menyahut.

"Senyum harus butuh alasan?" Yara kembali bertanya sambil tetap mempertahankan senyum lebarnya.

"Skip!" seru Rafif. Sepertinya, ia mulai kesal melihat tingkah laku isterinya. Bisa dibilang, itu aneh dan sangat menggelikan.

KhalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang