"Kejujuran harus selalu diutamakan, jika ingin suatu hubungan berumur panjang."
🌼🌼🌼
"Mbak Yara kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Hasna sembari meletakkan kitab kecil yang berisi bait-bait Alfiyah yang ia pegang. Gadis itu menyudahi hapalannya. Konsentrasinya tiba-tiba saja terganggu.Sepengetahuan Hasna, semenjak Yara memasuki kamar selepas salat Dhuha berjamaah tadi, aura wanita yang sudah seperti saudaranya sendiri itu tampak tidak wajar.
Yara yang terlihat sedang merenung itu terkesiap mendengar nada tanya yang tak biasa dari Hasna. Bukannya membalas pertanyaan itu, Yara hanya tersenyum singkat sambil melirik sekilas ke arah Hasna.
Pikiran Yara kembali berkelana, menyelami sepotong kejadian seminggu yang lalu sewaktu berlibur di pantai dengan sang suami.
"Mbak Yara!" seru Hasna kesal karena sedari tadi gadis itu merasa dicuekin.
Sepetak kamar asrama yang biasanya seperti tak ada tanda-tanda kehidupan itu, bertambah senyap. Itulah mengapa Hasna uring-uringan. Ada teman di dalam kamar tidak menambah ramai. Yang ada malah nuansa seperti berada di kuburan yang mewarnai. Begitulah kira-kira yang Hasna pikirkan.
"Ngapain teriak-teriak, Has?" Yara heran dengan Hasna yang tampak menekuk wajahnya.
Ah iya, beberapa saat yang lalu panggilan Yara pada gadis yang sedang duduk dengan raut jengkel itu sudah berubah, tak lagi menggunakan embel-embel 'Mbak'. Biar terkesan akrab, pikir Hasna kala itu. Meskipun, jika sudah bersama, dua orang dengan rentang usia tak sama itu kerap berbeda pendapat.
"Mbak Yara tingkahnya nggak jelas dari tadi. Aku khawatir, Mbak. Takutnya, Mbak Yara nggak sengaja ketempelan penunggu pantai gitu." Hasna mengoceh tanpa henti.
"Hus! Ngomongnya!" sahut Yara sambil melotot tajam.
Yara tidak habis pikir dengan isi hati Hasna. Bisa-bisanya gadis itu berasumsi demikian. Padahal bukan itu yang membuat Yara menebar senyuman.
Sang penghuni pantai tidaklah membuat Yara seperti orang kerasukan. Namun, momen romantis dengan sang pemilik hati yang membuat Yara bersikap laiknya orang tidak waras.
Sesaat setelah menjelaskan kesalahpahaman antara Yara dan Rafif waktu itu, drama romantisme kedua insan itu seketika berlanjut. Hanya dengan merenda lagi detail kejadian saat itu, pipi Yara sudah memanas. Rasa malunya merayap ke sekujur tubuh.
"Kejujuran harus selalu diutamakan, jika ingin suatu hubungan berumur panjang."
Semenjak itu, Yara dan Rafif sepakat untuk saling jujur jika ada suatu hal yang mengganjal. Jujur lebih baik, daripada membiarkan segenap rasa prasangka dan semacamnya mengendap. Sebab, tidak jujur adalah cara paling gampang untuk membuat sebuah ikatan itu hancur.
"Sumpah deh, Mbak. Sepertinya Mbak Yara butuh pengobatan intensif. Kalau terlalu dibiarkan terlalu lama, nanti Mbak akan gila beneran," ucap Hasna serius.
Yara memicingkan mata. Ucapan Hasna memang tampak serius, tetapi yang dirasakan Yara tidak begitu.
Yara segera beranjak tanpa menoleh sedikit pun. Pandangannya lurus ke depan.
"Mbak Yara marah, ya? Duh, sini dulu dong! Maafin kata-kataku yang sudah kelewatan ya, Mbak!" Hasna melontarkan kata maaf yang disertai dengan tampang memelas.
Yara tertawa lepas menangkap nada penyesalan Hasna.
"Siapa yang marah, sih? Aku cuma mau ndalem. Mau nyiapin menu istimewa. Soalnya, jatahnya Kang Mas ke sini," jelas Yara sambil terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khala
Spiritual[COMPLETED] Khala bermakna sepi. Itulah yang kerap dialami oleh Ayyara Rivania Kiev atau yang biasa disapa Yara. Kesibukan sang suami, Rafif Omar Syarif, sebagai pengacara muda terkenal membuat Yara dilanda sepi. Dalam suasana senyap itu, Yara berha...