18. Permintaan

1K 188 15
                                    

"Sebuah ikatan pernikahan harus memiliki pondasi yang kokoh. Agar kelak, ketika ada masalah, seseorang tidak langsung meminta berpisah."


🌼🌼🌼


Langit mulai temaram. Rafif mengemudikan mobilnya dengan santai. Letak As-Syarif masih terbilang jauh. Jarak tempuh yang dibutuhkan sekitar satu jam lagi. Rafif menyadari kalau ia tidak bisa datang tepat waktu. Meskipun begitu, ia menikmati jalanan yang berkelok ini dengan raut bahagia.

Rafif memang sengaja tidak mengabari sang istri. Ia ingin memberi kejutan. Dengan harapan, kehadirannya bisa menumbuhkan rasa percaya yang mendalam.

Dari arah pandang yang cukup dekat, Rafif dapat melihat bangunan berwarna putih itu berdiri kokoh. Hiasan kaligrafi dengan warna keemasan itu menyembul di berbagai sisi. Letak bangunan itu tepat di sebelah kiri jalan raya.

Rafif ingin mengambil jeda sejenak. Lalu, ia segera menepikan mobil ke tempat itu.

"Salat Magrib dulu," ucap Rafif sembari mencari tempat parkir di area masjid. Rasa lelah membuat badan Rafif meminta haknya, yakni untuk beristirahat meski sekejap.

Rafif mengambil satu kaleng minuman berkafein yang ia beli di mini market di tepi jalan tadi, sebelum singgah ke tempat ini. Lalu, ia segera beranjak menuju ke tempat Wudu karena gema Azan sudah terdengar dari segala penjuru.

Sesampainya di dalam rumah Allah yang baru saja ditapaki, Rafif lantas mendaratkan diri di barisan paling depan. Ia melantunkan salawat pelan sembari menunggu sang imam datang.

"Allahu Akbar."

Kalimat takbir dilafalkan oleh pemimpin salat, tanda ibadah wajib itu segera dilaksanakan.

Rafif mengikuti langkah demi langkah gerakan salat. Ia menyelami setiap ayat yang dibaca oleh imam dengan khusyuk.

Selepas salat Magrib yang memakan waktu  tidak sampai setengah jam, Rafif menuju ke teras masjid. Ia duduk di bawah tiang besar di dekat pintu sambil merenggangkan kaki dan tangan.

"Assalamualaikum. Akhirnya, ketemu di sini," sapa seseorang yang baru saja duduk sejajar dengan Rafif.

Rafif sontak menoleh. Ia begitu terkejut mendapati sosok yang seharusnya tidak ia temui berada di tempat yang sama dengan dirinya saat ini.

Setelah menjawab salam dengan dibubuhi senyum tipis, Rafif kembali berkutat dengan dunianya. Ia bingung bagaiman harus bersikap.

Setelah saling diam cukup lama. Akhirnya, orang itu membuka suara.

"Saya minta maaf. Saya tidak mengetahui jika dia sudah menikah dan Anda adalah suaminya," ucap lelaki yang duduk di sebelah Rafif tersebut.

"Saya juga minta maaf karena membuat Anda terlibat dengan kisah rumah tangga saya dan istri," timpal Rafif setelahnya.

Nuansa senyap kembali menyapa setelah dua pria dewasa itu tidak lagi menyerukan kata.

"Kita belum berkenalan dengan baik. Nama saya Virendra Malik. Panggil saja Viren. Itu pun kalau Anda berkenan," kata Viren dengan tatapan nanar. Sungguh, ia sudah berusaha berdamai, tetapi ada secuil nyeri di hatinya yang masih belum sepenuhnya sembuh.

Rafif manggut-manggut menanggapi perkenalan singkat dari lelaki itu.

"Nggak perlu balik sebut nama. Saya sudah hapal. Rafif Omar Syarif. Siapa sih yang nggak kenal dengan salah satu orang hebat di wilayah ini?" lanjut Viren sebelum Rafif berhasil menimpali.

KhalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang