Penyesalan hanyalah milik orang-orang yang tidak mempunyai rencana yang matang.
🌼🌼🌼
Di ruangan kerja yang agak lapang, Rafif merasa tidak tenang. Pikirannya bercabang. Antara segera menyelesaikan pekerjaan atau langsung pulang menemui wanitanya. Pasalnya, sedari pagi Rafif tidak bisa berpikir jernih. Rasanya, ia tidak nyaman melakukan apa pun.
Rafif lantas bangkit menuju kamar mandi kecil yang berada di sudut ruangannya. Ia berencana mengambil air wudu, berharap agar isi kepalanya tidak melayang.
Tepat di bagian ujung di dekat jendela, Rafif biasanya meletakkan beberapa referensi di sana. Buku-buku tebal berjejer rapi di sana. Namun, bukan itu yang ingin Rafif baca. Ia lebih memilih Al Qur'an yang ia percaya bisa menenangkan jiwa. Sungguh, Rafif ingin mengilhami setiap syair yang tercantum dalam lembaran kitab sucinya itu.
Setelah mencari posisi yang pas untuk melafalkan bait-bait indah itu, Rafif perlahan membuka secara acak lembaran ayat-ayatNya tersebut.
Seseorang pernah berkata pada Rafif, "Jika sedang bersedih maka bukalah Al Qur'an secara acak, lalu tunjuk ayat berapa pun itu. Kemudian, bacalah dan resapi maknanya! Jika Allah berkehendak, maka obat kesedihan itu bisa saja berasal dari serangkaian kalimat yang tertuang di sana."
Nasihat lama itu selalu terngiang pada diri Rafif. Tak jarang, ia melakukan hal tersebut. Toh, itu adalah hal baik. Maka dari itu, tidak ada salahnya resep sederhana itu diaplikasikan. Namun, poin pentingnya tidak terletak di sana. Bagi Rafif, bukan semata menyoal bacaannya, tetapi keyakinan pada diri terhadap Allah yang membuat segala keresahan berangsur membaik.
"Bismillah," gumam Rafif pelan. Ia langsung membuka kitab suci yang sedang ia pegang. Sembari memejamkan mata, ia menunjuk satu ayat yang nantinya akan ia baca.
Surat At-Taubah ayat 40 yang terpampang di sana. Rafif merenungi sebait kalimat cintaNya yang berbaris rapi. Ia membacanya dengan lirih. Ada sedikit hantaman yang mengenai hati. Seiring masalah rumah tangga yang menimpa, Rafif terlalu berlarut dalam duka. Tanpa benar-benar ia sadari bahwa ada Allah yang selalu membersamai. Seharusnya, Rafif tidak terlalu terlena dengan jebakan kesedihan yang menghimpit dada. Hingga, ia mengabaikan satu prioritas inti dalam hidup ini.
"Lagi ngapain, Fif? Dipanggil dari tadi nggak respons sama sekali. Kukira kamu pingsan," ucap seseorang yang kedatangannya tidak Rafif sadari itu. Sepertinya, ia terlalu sibuk berperang dengan diri sendiri sejak tadi.
Lelaki itu adalah Alan. Seseorang yang selalu datang pada waktu yang tidak tepat menurut Rafif.
Rafif lantas meletakkan Al Qur'an yang berada dalam genggaman pada rak paling atas. Lalu, ia menuju ke kursi kebesarannya. Bagi Rafif, lebih baik melanjutkan pekerjaan yang tertunda dibandingkan meladeni pertanyaan Alan yang terkadang tidak ada saringannya.
"Rencana yang kemarin jadi?" tanya Alan dengan nada serius. Rafif menoleh sejenak ke arah sahabatnya itu. Ia urung melanjutkan aktivitasnya.
"Jadi," jawab Rafif sembari berkutat lagi dengan tugasnya.
"Yakin? Kamu nggak bakal nyesel?" tanya Alan lagi. Sepertinya, sahabatnya itu berniat membuatnya ragu akan suatu rencana yang sudah ia susun rapi.
"Yakin," timpal Rafif kemudian. Alan hanya menghela napas. Rafif dan kemauan kerasnya memang sulit dipisahkan.
"Penyesalan hanyalah milik orang-orang yang tidak mempunyai rencana yang matang," tambah Rafif yang membuat Alan semakin kesal.
"Dasar nggak waras!" seru Alan sedikit keras sembari melangkahkan kaki meninggalkan ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khala
Spiritual[COMPLETED] Khala bermakna sepi. Itulah yang kerap dialami oleh Ayyara Rivania Kiev atau yang biasa disapa Yara. Kesibukan sang suami, Rafif Omar Syarif, sebagai pengacara muda terkenal membuat Yara dilanda sepi. Dalam suasana senyap itu, Yara berha...