"Salah satu kebahagiaan sederhana bagi seseorang adalah ketika suatu keinginan dapat terwujud dengan mudahnya tanpa butuh usaha lebih keras lagi."
🌼🌼🌼
"Tiba-tiba pengen ayam bakar," lirih Yara di sela-sela sesi mengaji kitab yang sedang berlangsung malam ini.
Hasna yang duduk di samping Yara seketika menoleh.
"Apa mbak?" tanya Hasna setengah berbisik.
"Hah?" Yara pun hampir kelepasan berteriak. Pasalnya, dirinya tadi hanya bergumam. Ia tidak menyangka kalau Hasna mendengar.
Tak ingin membuat kegaduhan, Yara hanya menggeleng pelan. Suasananya kurang kondusif jika harus membahas perihal ayam bakar sekarang.
Sebenarnya, Hasna masih penasaran. Sebab, indra dengarnya tidak dapat menangkap dengan jelas suara Yara.
"Dibahas nanti saja, abis ngaji sekalian," bisik Yara yang ditimpali dengan anggukan oleh Hasna.
Aroma asap arang yang menguar pada ayam bakar masih membayangi Yara. Apalagi, ditambah dengan sambal terasi dadakan dan lalapan, rasanya akan sangat nikmat. Perut Yara seolah menjerit, ingin segera meminta haknya.
"Sabar ya, perut!" Yara melafalkan mantra tersebut berulang kali. Tentu saja, ia hanya berucap dalam hati.
Namun, Yara seketika teringat, ia tidak sedang berada di pusat kota. Tentunya, ia akan kesusahan mendapatkan salah satu menu favoritnya itu. Di sini, ia tidak bisa mengandalkan aplikasi pesan online seperti yang biasa ia lakukan ketika ingin menyantap sesuatu tempat tinggalnya dulu.
"Nggak mungkin bilang ke Mas Rafif juga. Belum jatahnya Mas pulang." Yara lemas memikirkan itu.
"Mbak! Mbak Yara... !" seru Hasna.
"Hah? Gimana?" Yara gelagapan menjawabnya.
"Ya Allah, Mbak. Berarti sejak tadi Mbak Yara nggak menyimak sama sekali?" Hasna berucap sedikit kencang.
Yara pun lantas menepuk pelan lengan Hasna. Bisa-bisanya gadis itu berkata agak keras perihal kekeliruannya tadi.
"Suaranya, Hasna!" kata Yara sebal.
"Eh, udah pada bubar ya?" tanya Yara begitu melihat ruangan kelas sudah tampak kosong.
"Udah dari setengah jam yang lalu kali, Mbak," sahut Hasna berlagak jengkel.
"Maaf," sesal Yara.
Yara merasa bersalah karena tidak bersungguh-sungguh dalam belajar malam ini. Pikirannya tidak bisa diajak kompromi. Ia malah terang-terangan berkelana tanpa henti.
"Nggak apa-apa, Mbak, yang lagi jauh dari radar sang pujaan hati mah dimaklumi," ujar Hasna sembari tersenyum jahil.
Yara pun langsung mendelik mendengar itu. Sungguh, bukan itu alasan isi kepalanya tidak tentu kali ini.
"Ngamar yuk, Mbak!" Hasna berkata demikian sambil melangkah ke luar ruang kelas. Ia bermaksud ingin segera beristirahat di kamar kesayangannya.
"Heh! Ngamar? Maksudnya?" Yara terkejut saat menyerap ucapan Hasna.
"Ke kamar, Mbak. Bersihkan isi kepala Mbak Yara, Ya Allah," ucap Hasna dengan agak meledek.
"Kalau udah bersuami bebas ya, Mbak. Jalan pikirannya mau berselancar ke mana pun nggak ada yang larang." Hasna mengucapkan sederet kalimat itu sambil tertawa.
"Nggak gitu juga, Hasna. Eh, tunggu! Main tinggal aja," ucap Yara seraya mengejar langkah lebar Hasna.
Hasna agak memelankan langkah ketika mengetahui Yara kewalahan mengimbangi jalannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khala
Spiritual[COMPLETED] Khala bermakna sepi. Itulah yang kerap dialami oleh Ayyara Rivania Kiev atau yang biasa disapa Yara. Kesibukan sang suami, Rafif Omar Syarif, sebagai pengacara muda terkenal membuat Yara dilanda sepi. Dalam suasana senyap itu, Yara berha...