Menjadikan kesepian sebagai alasan untuk menghadirkan tokoh baru dalam suatu ikatan sungguh tidak bisa dibenarkan.
🌼🌼🌼
Gemericik hujan mengaliri semesta. Suara-suara nyanyian alam itu tak henti menggema. Di salah satu sudut ruangan, Yara sedang menikmati aliran air kiriman dari sang penguasa jagat maya dengan tatapan yang tak terbaca."Sebenarnya, aku memang sedang kesepian atau aku hanya tidak terbiasa dengan kesendirian, sih? Seharusnya, kalau aku sekadar merasa sepi, aku cukup meramaikan diri dengan bercengkerama dengan pencipta alam atau merayuNya dengan hangat agar keberkahan hidup semakin tersemat," bisik Yara dalam hati.
Kali ini, perang batin di hati Yara sungguh tidak bisa dihindari. Rasa bersalah dan keinginan untuk menyangkal bahwa ia tidak melakukan kesalahan bergumul menjadi satu. Yara gelisah sendiri.
Di tengah kegiatan melamun yang sangat menyita waktu, suara dering panggilan masuk dari ponselnya mencipta kebisingan. Yara melirik sekilas, satu nama yang begitu lama absen menjadi pengganggu itu tak disangka hadir.
"Assalamualaikum," ucap Yara pelan.
"Waalaikumussalam. Ya Allah, lemes amat sih. Ada masalah?" pekik suara dari seberang yang membuat telinga Yara pengang.
Yara terkekeh sendiri mendengar tembakan yang tepat sasaran dari orang itu. Pasalnya, ia belum menceritakan apa-apa. Sang penelpon itu seolah sudah paham keadaannya.
"Sok tau deh," sahut Yara mengelak.
"Kita pernah satu kamar selama empat tahun, ingat? Aku sampai hapal luar dalam tentangmu, Ra. Masih menyangkal?" seru orang itu dengan heboh.
Sang penelpon itu adalah Firda. Satu-satunya sahabat Yara, yang paling mengerti wanita itu bahkan sampai hampir keseluruhan isi hatinya. Sering bersama-sama kurang lebih empat tahun selama di asrama membuat mereka berdua begitu dekat. Bagi Yara, Firda adalah sosok sahabat terbaik. Tempat cerita dan pemberi solusi yang baik kala itu, atau mungkin hingga saat ini.
Yara masih belum membuka suara. Ia masih merenungi permasalahan hidup yang sedang menimpa.
"Haruskah aku bercerita? Apa boleh membahas problematika rumah tangga pribadi dengan penghuni luar?" tanya hati Yara yang masih berkecamuk.
"Kalau memang nggak patut dibahas, nggak usah cerita, Ra. Namun, kalau kamu mau sedikit lebih lega, cerita saja! Nggak harus semua kok, garis besarnya juga bisa," ujar Firda kemudian.
Yara heran. Padahal, ia belum menjelaskan apa-apa. Namun, sahabatnya ini seolah mengetahui kecamuk hati yang baru saja Yara rasakan.
"Bingung mau mulai ceritanya dari mana, Fir," ucap Yara lesu.
"Dari tadi juga bisa, Ra," timpal Firda sambil tertawa yang sontak membuat Yara berdecak. Ia sungguh kesal dengan sahabatnya itu. Wanita itu memang kerap bercanda. Padahal, tema yang dibahas terkadang cukup serius.
"Aku habis melakukan kesalahan, Fir. Lumayan besar. Aku sengaja memancing amarah Mas Rafif. Kamu ingat Viren?"
"Virendra Malik? Sang aktivis kampus fenomenal, yang dulu pernah mampir ke hatimu itu, ya?" sahut Firda penasaran.
"Ya, lelaki itu," jawab Yara singkat.
"Beberapa bulan lalu, aku ketemu sama dia. Aku nggak tahu kalau dia aslinya orang sini. Kami nggak sengaja ketemu di acara amal yang sedang kuikuti. Ternyata, Viren adalah salah satu tim penggerak komunitas amal itu. Setelah itu, pertemuan berlanjut. Nggak ada hal penting yang dibahas kecuali diskusi tentang kegiatan amal," cerita Yara dengan santai. Ia berhenti sejenak untuk mengambil napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khala
Spiritual[COMPLETED] Khala bermakna sepi. Itulah yang kerap dialami oleh Ayyara Rivania Kiev atau yang biasa disapa Yara. Kesibukan sang suami, Rafif Omar Syarif, sebagai pengacara muda terkenal membuat Yara dilanda sepi. Dalam suasana senyap itu, Yara berha...