Bab 16

1K 123 47
                                    

Liam menambah kecepatan motornya demi mengikis waktu, ia terlambat lima menit dari waktu yang dijanjikan. Terlambat bukan kebiasaan Liam, hanya saja kemacetan akhir pekan begitu sulit ia taklukkan terlebih tadi dia sempat terjebak sekitar satu jam di dalam bus sebelum akhirnya pulang ke rumah untuk mengambil motornya. Begitu motor sport warna hitam itu memasuki beranda depan kediaman Spancer, Liam menemukan kekasihnya sudah berdiri di sana seorang diri. Dari jarak tiga meter tampak ada dua pelayan yang ikut menanti, mungkin untuk memastikan bahwa Alena benar-benar pergi dengan orang yang sudah resmi mendapat izin Allendra untuk membawa Alena pergi keluar.

"Maaf, lama nunggunya, ya?" ucap Liam setelah ia melepas helm dan turun dari motornya.

Alena menggeleng, sama sekali tidak merasa jika penantian yang dia lakukan terlalu panjang sampai mencapai titik bosan.

"Tidak kok, aku baru keluar. Lagi pula aku menunggu di rumahku sendiri, kalau pun tidak jadi ya tinggal masuk lagi," canda Alena sambil tersenyum, Liam menarik napas lega.

Bukan bermaksud membandingkan, dulu mantan pacar Liam paling tidak bisa dibuat menunggu meski hanya satu menit sekali pun. Dia akan merengek dan merasa dirinya yang paling menderita dan Liam adalah terdakwa yang paling bersalah. Oleh karena itulah tadi Liam sempat khawatir bahwa Alena akan bersikap seperti mantan kekasihnya tapi ternyata kekhawatiran itu tidak terjadi. Lelaki itu senang sekaligus lega meski masih ada rasa tidak enak yang mengganggunya.

"Tidak mungkin kalau tidak jadi, kita sudah mengatur acara ini sejak dua minggu lalu. Aku juga tidak enak karena sering mengundur janji temu kita."

Kesibukan Liam memang di ambang batas normal, selain sibuk belajar, seperti biasa anak itu juga aktif di organisasi mahasiswa yang masih berkaitan erat dengan jurusannya. Meski tidak jadi pengurus inti tapi perannya tetap banyak dan hal itu cukup menguras banyak waktunya. Menurut Liam, Alena sudah super sabar menghadapi kebiasaannya ini. Lelaki itu hanya takut kekasihnya berpura-pura memahami keadaannya namun dalam hati dia tetap mendumel. Liam paling malas kalau sudah begitu.

"Aku tidak pernah memaksakan untuk kita bisa bertemu kalau kamu sibuk. Toh, kita masih bisa saling menghubungi via ponsel, kan. Justru aku tidak mau kamu membuang banyak tenaga dan waktu hanya untuk menemuiku. Kamu bisa gunakan waktu luangmu untuk istirahat atau me time, itu lebih penting biar kamu bisa refreshing."

Liam tersenyum tipis, ia mengambil helm yang terkunci di jok belakang lantas kembali menghampiri Alena. Dipasangkannya helm warna biru muda itu di kepala kekasihnya, Liam membenarkan rambut Alena sebentar lantas menautkan tali helm itu agar pas melindungi kepala kekasihnya.

"Bertemu denganmu adalah obat lelahku," ucap Liam setelah berhasil memasangkan helm Alena.

"Semakin pintar, ya, menggombalnya," sindir Alena diselingi senyum dan bunga-bunga indah yang bermekaran dalam hatinya.

Liam mengedikkan bahu kemudian duduk di motornya—mengulurkan tangan sampai Alena menyambut tangan itu. Gadis itu pun naik ke atas motor Liam, Alena tidak mengalami kesulitan berarti meski sebenarnya motor sport Liam itu lumayan tinggi untuk ukuran Alena. Gadis itu sudah duduk dibonceng sang kekasih, mencari posisi ternyaman, dan menunggu Liam menghidupkan mesin sampai kendaraan roda dua itu pun meluncur jauh dari beranda kediaman Spancer. Melewati jalanan utama di sana dan akhirnya keluar dari gerbang raksasa rumah bak istana itu.

Lima belas menit dalam perjalanan menuju toko buku, Alena tak kunjung buka suara dan hanya membiarkan deru kendaraan dan siur angin mengisi kehampaan di antara mereka. Beberapa kali Liam melirik Alena dari kaca spion motornya, gadis itu sibuk memandangi sekitar dengan mata berbinar. Entah apa yang sedang gadis itu perhatikan. Tangan Liam terulur mencari salah satu tangan Alena, lalu ia lingkarkan pada pinggangnya. Alena yang kaget langsung menoleh pada kekasihnya, lagi-lagi Liam melihat itu dari spion. Nyaris satu bulan lebih mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, namun tampaknya adegan-adegan skinship tak terduga seperti itu masih mampu memacu adrenalin jantung untuk berpacu lebih cepat.

Oh, My Bad Husband!  (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang