2

2K 92 3
                                    

Happy reading!

Author POV

"Papa masuk ke dalam dulu ya, kamu boleh pulang," ucap Rendi pada Arsen.

"Iya, Pa," balas Arsen.

Saat ini sepasang bapak dan anak itu sedang berada di bandara, bukan untuk berpergian ke luar kota atau ke luar negeri, melainkan sang anak mengantar sang papa yang berpofresi sebagai pilot untuk bekerja.

Sudah menjadi rutinitas Arsen mengantar Rendi bekerja. Biasanya Velyn akan ikut mengantarkan Rendi, tapi kali ini gadis kecil itu menolak, ia lebih tertarik bermain dengan boneka barbie pemberian Oma beberapa waktu yang lalu.

Setelah Rendi tak terlihat lagi, barulah Arsen beranjak, ia ingin cepat-cepat melanjutkan kegiatannya, yaitu rebahan. Setelah acara wisuda kemarin, siswa-siswi kelas dua belas dibebaskan untuk tidak perlu datang ke sekolah.

Arsen berjalan dengan ponsel di tangannya, ia baru saja mendapat pesan dari Kristo, cowok itu mengajaknya untuk minum kopi. Tapi Arsen menolaknya, ia ingin menikmati waktunya dengan rebahan.

Saking fokusnya dengan ponsel, Arsen tak sadar menabrak seseorang. Cepat-cepat Arsen memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Tatapannya beralih pada seorang cewek dengan rambut blonde terduduk di lantai karena tubuh mereka saling bertabrakan.

"Sorry gue nggak sengaja. Sini gue bantu," ucapnya seraya mengulurkan tangan kepada cewek itu.

Arsen terpaku saat cewek itu mendongak, tatapan mereka terkunci selama beberapa saat.

"Arsen?" ucap cewek itu.

"Vio? Lo Viola, kan?" ucap Arsen dengan nada tak percaya. Ia masih tak menyangka bisa bertemu Viola di sini.

Tatapan Arsen tak lepas dari sosok Viola, gadis itu banyak berubah. Tubuhnya sedikit lebih berisi daripada dua tahun lalu, rambut yang dulunya hitam pekat kini berubah menjadi blonde.

"Vio, lo ke mana aja dua tahun ini?"

Lagi-lagi Arsen kembali terpaku kala Viola melepaskan kaca mata yang menutupi mata cantiknya. Mata yang selalu menatapnya dengan lembut.

"Viola, bisa kita bicara sebentar? Ada sesuatu yang pengen gue tahu."

"Oke."

Dalam hati Arsen merasa bahagia, pasalnya Viola yang sedari tadi bungkam kini mau menerima ajakannya, ia ingin tahu banyak hal dari gadis itu.

"Tapi nggak di sini. Ikut gue," ucap Arsen seraya meraih koper Viola dan menariknya. Sedangkan Viola membutut di belakangnya.

***

Sudah lebih dari lima menit Arsen dan Viola berada dalam situasi ini. Mereka berdua fokus dengan handphone masing-masing. Tak ada percakapan di antara mereka, efek tak bertemu selama kurang lebih dua tahun membuat mereka canggung.

Tapi diam-diam Arsen melirik ke arah Viola yang tengah fokus dengan handphone miliknya. Viola tak pernah berubah, gadis itu masih terlihat sangat cantik, sama seperti dulu. Ditambah tatanan rambut yang berbeda membuat Viola terlihat lebih dewasa.

Arsen memilih menyeruput kopinya, jika mereka terus diam seperti ini, maka akan dipastikan jika hubungan mereka kaku seperti ini.

"Vi," ucap Arsen. Sedari tadi tatapannya tak beralih sedikitpun dari Viola.

"Gimana keadaan lo?" sambung Arsen.

"Seperti yang lo lihat sekarang, gue baik-baik aja."

Dalam hati Arsen mengucap syukur, mendengar jika Viola baik-baik saja membuat hatinya jauh lebih tenang.

"Lo di mana dua tahun ini?" tanya Arsen lagi. Ia tak akan berhenti bertanya sebelum tahu semua yang ingin ia ketahui.

"Gue di Jogja," balas Viola seadanya.

"Jogja? Jauh banget. Kenapa lo nggak bilang ke gue kalau mau pergi, Vi? Lo marah sama gue?"

"Gue emang sengaja pergi tanpa pamit ke siapapun, kecuali keluarga. Gue nggak marah sama lo, Sen. Gue cuma mau pergi tanpa tahu siapapun."

"Kenapa lo pergi ke sana secara mendadak? Setahu gue lo nggak ada niatan buat ke sana."

"Gue cuma pengen mandiri. Gue nggak mau terus-terusan bergantung sama orang lain, termasuk lo, Sen."

Hening sejenak, dari jawaban yang diberikan Viola, sepertinya ada sesuatu yang tidak beres.

"Gue nggak masalah kalau lo bergantung sama gue. Gue malah ngerasa aneh kalau lo nggak butuh bantuan gue, Vi."

"Gue nggak mau nyusahin lo dan kakak gue, karena suatu saat nanti kalau kalian udah punya pasangan pasti waktu kalian buat gue juga sedikit banget. Seperti lo, Sen. Sekarang lo udah punya Khaila, nggak mungkin kan gue bergantung sama lo terus? Gue menghargai perasaannya Khaila."

"Gue nggak suka denger lo ngomong gitu, Vi. Menjaga lo udah jadi tanggung jawab gue. Dan soal Khaila, gue sama dia udah putus lama," balas Arsen seadanya.

Apa yang Arsen katakan benar adanya, ia telah putus dengan Khaila, dan itu terjadi tak lama setelah Viola keluar dari Rainbow Senior High School.

"Putus? Kalian putus? Tapi kenapa?" desak Viola.

Arsen menghembuskan napas kasar. Dari raut wajah cowok itu, sepertinya ia enggan membahas topik ini.

"Gue bakal cerita, tapi nggak sekarang. Gue lagi pengen bahas kita, gue dan lo," balas Arsen.

Topik masalah putusnya ia dan Khaila bisa dibilang sensitif untuknya, pasalnya mereka putus dengan cara yang tidak baik-baik saja.

"Apa yang lo pengen tahu tentang gue, Sen."

"Semuanya. Termasuk kenapa lo ngehindar dari gue."

Cowok itu bisa melihat jika raut wajah Viola mendadak berubah, bahkan terlihat gugup.

"Gue bakal bilang sesuatu sama lo, tapi janji buat nggak marah denger pengakuan gue," ucap Viola.

"Tergantung."

"Kalau lo nggak mau janji, gue nggak bisa ngomong masalah ini," balas Viola.

Arsen menghembuskan napas kasar. "Iya, gue janji nggak bakal marah."

"Sen, s-sebenernya gue suka sama lo."

Bola mata Arsen membola, ia tak percaya dengan apa yang ia dengarkan. Viola menyukainya? Tapi bagaimana bisa?

"Sen, lo udah janji nggak bakalan marah," ucap Viola.

Arsen merubah ekspresi wajahnya mejadi lebih tenang. "Sejak kapan?"

"Gue nggak tahu pasti sejak kapan perasaan ini muncul, tapi yang pasti gue merasa cemburu saat lo dan Khaila pacaran."

"Dan karena itu lo kabur ke Jogja?" tebak Arsen.

Viola mengangguk mengiyakan. "Mau gimana lagi, Sen? Gue nggak bisa lihat lo berduaan sama Khaila, rasanya nyesek banget. Dan akhirnya gue milih buat ngehindar, supaya perasaan gue ke lo hilang. Tapi nyatanya gue nggak bisa."

"Kenapa lo pendam sendirian, Vi? Lo bisa cerita sama gue."

"Gue takut, Sen. Gue takut persahabatan kita rusak cuma gara-gara perasaan gua yang seharusnya nggak ada."

"Ssst, jangan ngomong gitu, rasa suka itu anugerah dari Tuhan. Dan gue seneng lo punya perasaan yang sama kayak gue, Vi."

Alis gadis itu bertaut. "Maksudnya?"

"Gue juga suka sama lo, Vi."

________________________________________________

Yeay part 2 update! Masih aman bisa up, tapi semoga ga kena syndrom malas😂 buat kalian yang baca, jan lupa buat vote yaaa

Purwodadi, 15 April 2021

YOU ARE MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang