Happy reading!
Arsen tersenyum kecil saat melihat jika Viola telah tertidur dengan pulasnya. Sejak siang tadi Viola terus mengeluh jika tidak bisa tidur, padahal ia sudah mengkonsumsi obat yang memiliki efek samping kantuk. Akhirnya selang beberapa jam gadis itu bisa tertidur dengan lelap.
Arsen bangkit dari ranjang Viola dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Lantas ia berjalan meninggalkan kamar Viola, sudah lebih dari empat jam Arsen berada di sini, kini sudah saatnya ia pulang ke rumah.
Suasana kediaman Viola terasa sepi, tidak terdengar aktivitas apapun di rumah besar ini. Maklum saja, jam masih menunjukkan pukul tiga sore, itu berarti Delon dan Ervan belum pulang dari kantor.
Tepat saat kakinya berada di ujung tangga, ia berpapasan dengan Mama Dita dan Mbak Tari. Mereka baru saja selesai belanja, terbukti dari tangan mereka yang menenteng beberapa kantung plastik.
"Tante, Arsen mau pamit pulang dulu," ucap Arsen.
Mama Dita lantas meletakkan barang yang ia bawa ke lantai. "Mbak, tolong bawa ke dapur sekalian ya."
"Baik, Bu."
Mbak Sari lantas membawa barang-barang itu ke dapur, meninggalkan Sang Nyonya berbincang dengan tamunya.
"Kok buru-buru mau pulang? Nggak mau ikut makan dulu di sini?" tanya Mama Dita.
"Arsen udah disuruh pulang sama mama, Tante. Mau belanja bulanan sekaligus makan di luar," tolak Arsen dengan sopan.
"Ya udah. Tapi lain kali kamu makan di sini, ya. Salam juga buat Arini," balas Mama Dita.
"Siap, Tante. Kalo gitu Arsen pamit dulu," pamit Arsen. Cowok itu lantas mencium punggung tangan Mama Dita.
Bersamaan dengan itu, Mama Dita mengusap bahu Arsen. "Hati-hati di jalan."
***
Tepat pukul delapan malam, Arsen baru tiba di rumah setelah menemani Mama Arini belanja bulanan di salah satu mall. Sebenarnya memilih barang belanjaan di supermarket mall tidak memakan waktu yang lama. Namun, adiknya merengek minta ditemani bermain games di Timezone, alhasil ia dan Mama Arini harus menunggu Velyn bermain selama lebih dari satu setengah jam.
Hal itu membuat Velyn kelelahan dan berakhir ketiduran di mobil saat perjalanan pulang. Kini Arsen tengah membopong sang adik keluar dari mobil dan membawanya ke dalam kamar. Sedangkan Mama Arini mengeluarkan semua hasil belanjaan dari dalam mobil, agar memudahkan saat dibawa nanti.
Arsen membaringkan tubuh Velyn di atas ranjang dengan hati-hati, ia mengusap punggung Velyn dengan sayang kala sang adik bergerak dalam tidurnya. Untung saja tidak berselang lama Velyn kembali tenang. Sebelum meninggalkan kamar bernuansa biru itu, Arsen menyalakan pendingin ruangan terlebih dahulu, tak lupa mengganti pencahayaan dengan lampu tidur.
Lantas Arsen keluar kamar dengan pelan, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara bising yang bisa mengganggu tidur adik satu-satunya itu. Bahkan saat menutup pintu pun, Arsen melakukannya sangat pelan.
"Sen, tolong ambilin sisa belanjaan yang ada di depan. Biar Mama susun sekalian," perintah Mama Arini sesaat setelah Arsen keluar dari kamar Velyn.
"Iya, Ma."
Tanpa banyak bertanya, Arsen berjalan ke luar menuju halaman rumah. Kemudian meraih beberapa kantung plastik yang masih tersisa, lalu membawanya ke dapur guna disusun oleh Mama Arini.
Setibanya di dapur, Arsen meletakkan kantung plastik itu di atas meja makan, mengeluarkan barang-barang yang mereka beli. Agar memudahkan dalam menyusunnya, Arsen mengelompokkan kebutuhan yang ia beli sesuai dengan tempat menyimpannya. Cowok itu tampak enjoy dengan pekerjaan yang tengah ia lakukan, pasalnya sudah menjadi kegiatan rutin ia melakukan hal seperti sekarang setelah pulang berbelanja.
"Sen, kapan kamu ajak Viola main ke sini? Mama udah kangen sama dia," tanya Mama Arini disela kegiatannya.
"Nanti kalo Viola ada waktu luang, Arsen ajak dia ke sini," balas Arsen.
"Nggak bisa langsung besok gitu?"
Arsen hanya geleng-geleng kepala mendengar penuturan Mama Arini. Beliau tidak akan tahu karena tengah sibuk menata barang di kulkas dengan posisi membelakangi Arsen.
"Viola lagi nggak enak badan, Ma."
"Yah, padahal Mama udah kangen berat sama Viola," ungkap Mama Arini.
"Kan masih ada hari lain, Ma."
"Iya-iya."
Selanjutnya hening, sepasang ibu dan anak itu kembali sibuk dengan kegiatan mereka. Namun keheningan di antara mereka membuat pikiran Arsen melayang, ingatannya kembali pada pipi Viola yang terlihat memerah. Tanpa bertanya pun, Arsen sangat tahu jika kemerahan di pipi Viola merupakan bekas tamparan, tetapi Arsen tidak mau bertanya masalah itu pada Viola. Tapi Arsen sangat yakin jika Bang Ervan pasti terlibat dalam hal ini.
Melihat hal itu membuat Arsen menjadi ragu dengan hubungannya bersama Viola. Ia paham jika Bang Ervan menentang keras hubungan mereka, namun ia dan Viola bersikeras untuk tetap melanjutkan ke jenjang serius. Apa keputusannya sudah benar? Menjadikan Viola kekasihnya walaupun tanpa restu kakak pertama sang gadis.
Arsen bahagia ketika Viola terlihat bungah ketika ia meminta sahabatnya itu menjadi pacar. Namun di sisi lain hatinya terluka melihat Viola harus mengalami kekerasan fisik dari Bang Ervan.
"Aduh, sakit, Ma," keluh Arsen saat merasakan telinganya ditarik oleh Mama Arini. Pikirannya harus terhenti secara paksa karena perbuatan Mama Arini.
"Lagi ngelamunin apa, sih? Sampai dipanggil berkali-kali nggak denger," gerutu Mama Arini.
"Apa lagi kalo nggak Viola," balas Arsen apa adanya.
"Kenapa? Ada masalah sama Viola?" tanya Mama Arini. Ibu dua anak itu lantas duduk di sebelah Arsen, bermaksud menunggu putranya untuk bercerita.
"Kalo sama Viola-nya sih nggak, cuma sama Bang Ervan. Dia nggak suka kalo Viola deket sama Arsen," jelasnya. Biarlah ia menceritakan masalah ini kepada mamanya, barangkali Mama Arini punya saran yang dapat membantu Arsen untuk mengambil keputusan.
Dahi Mama Arini berkerut mendengar penuturan Arsen. "Maksudnya?"
"Jadi, semenjak Viola balik ke Jakarta sikap Bang Ervan ke Arsen tuh beda banget, Ma. Bang Ervan melarang Viola deket sama Arsen, bahkan udah beberapa kali Viola kena marah gara-gara ketahuan habis jalan sama Arsen. Lebih parahnya lagi Bang Ervan berani main tangan sama Viola," jelas Arsen.
"Terus apa alasan Ervan nggak suka sama kedekatan kalian?"
"Nggak ada yang tahu soal itu, Ma. Bahkan keluarga Viola sendiri juga nggak tahu, Bang Ervan nggak pernah kasih alasan yang jelas."
"Mungkin aja tanpa kamu sadari kamu pernah bersikap atau berucap yang menyinggung perasaan Bang Ervan," balas Mama Arini. Ia berusaha untuk tetap berpikiran positif dengan perubahan sikap Ervan pada putranya.
"Kalo itu Arsen juga nggak tahu, tapi yang pasti Arsen nggak pernah dengan sengaja menyinggung ataupun menghina Bang Ervan."
"Delon sama Tante Dita gimana?"
"Kalo mereka dukung hubungan kami, Ma."
"Selagi kamu nggak berbuat salah, lanjutin aja hubungan kamu. Mungkin aja seiring berjalannya waktu Bang Ervan bakal luluh juga. Buktikan kalau beneran sayang sama Viola. Mama yakin kalau kamu berusaha, pasti Tuhan bakal mengabulkan niat kamu," saran Mama Arini
Seketika Arsen tersenyum cerah mendengar penuturan Mama Arini. Perasaannya jauh lebih tenang dari sebelumnya. Berbagi keluh kesah dengan Mama adalah pilihan yang tepat.
"Makasih, Ma. Sekarang pikiran Arsen sudah lumayan tenang dari sebelumnya," ucap Arsen tulus.
"Sekiranya kamu ada masalah, kamu ragu mau cerita ke teman kamu, cerita aja ke Mama. Mama nggak akan judge kamu, pastinya nggak akan cerita ke siapapun, kecuali papa kamu," ujar Mama Arini.
Arsen mengangkat tangannya membentuk gerakan hormat. "Siap, Ma!"
_______________________________________________
Akhirnya bisa update lagi. Jangan lupa buat ninggalin jejak kalian yaaa!
Purwodadi, 12 April 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MINE
Teen Fiction[Update Setiap Rabu] SEQUEL PLEASE BE MINE Amazing cover by @graphic_cii Disarankan follow sebelum membaca❗ Hidup Arsen terasa hampa sesaat setelah Viola menghilang. Arsen tak mengerti mengapa Viola hilang begitu saja. Ketidakhadiran sahabat masa ke...