26

88 11 0
                                    

Happy Reading!

Setelah kegiatan perkuliahan selesai, Arsen buru-buru meninggalkan kampus tempat ia menuntut ilmu. Tidak ada acara singgah sebentar di kantin fakultas, atau nongkrong di cafe bersama Viola. Mama Arini memintanya untuk langsung pulang ke rumah, sepertinya beliau akan melakukan interogasi perihal wajahnya yang babak belur.

Arsen memang belum menceritakan secara detail kejadian yang ia alami kemarin, namun ia sudah memberitahu sang mama jika luka yang ada di wajahnya karena perkelahian. Tidak ada reaksi yang ditunjukkan oleh Mama Arini, mungkin karena momennya kurang tepat. Sebab, Mama Arini mengetahui luka lebam di wajah Arsen saat mereka akan sarapan bersama, itupun gara-gara celetukan Velyn.

Sejak bangun tidur, otaknya tidak berhenti memikirkan kabar Viola. Ia cukup khawatir dengan keadaan Viola, sebab sejak semalam gadis itu belum membalas pesannya, ingin menemuinya di gedung tempat Viola belajar juga percuma, karena hari ini Viola tidak ada kelas. Bisa saja Arsen datang langsung ke rumah Viola, namun keadaan masih belum memungkinkan untuk bertemu secara langsung, apalagi jika lokasinya di rumah Viola. Semoga ada kabar baik setelah Viola membalas pesan terakhirnya.

Tak terasa mobil Arsen telah tiba di kawasan perumahan tempat ia tinggal. Dengan lihai ia membelokkan mobilnya ke arah bangunan yang menjadi rumahnya selama kurang lebih delapan belas tahun. Ia mendesah lega ketika melihat halaman rumahnya kosong, itu tandanya papanya belum kembali dari pekerjaannya. Lebih baik menerima hukuman dari sang mama daripada mendengar omelan dari papanya. Arsen merasa jika sang papa sedang marah, kalimat yang keluar selalu menggoyahkan mentalnya.

Arsen mengatur pernapasannya terlebih dahulu, selanjutnya ia baru memantapkan hatinya untuk keluar dari mobil. Semakin dekat langkahnya dengan pintu rumah, semakin kencang pula jantungnya berdetak, tapi mau tidak mau ia harus menerima konsekuensi atas perbuatan yang ia lakukan bukan?

Baru saja ia akan membuka pintu di hadapannya, seseorang telah membukanya terlebih dahulu dari dalam. Tentu saja hal itu membuat Arsen terkejut.

"Astaga! Mama ngagetin aja," ucapnya.

"Cepet masuk, Mama udah nunggu dari tadi," perintah Mama Arini.

Melihat respon Mama Arini yang kurang bersahabat membuat perasaan Arsen semakin tidak karuan. Tapi ia tetap bersikap setenang mungkin, kemudian berjalan membututi sang Mama menuju ke ruang tamu.

"Nggak di ruang tengah aja, Ma?" usul Arsen. Ia merasa kurang nyaman mengobrol di sini, takut jika ada tamu yang datang.

"Adik kamu ketiduran di sofa, daripada terganggu mendingan kita aja yang ngalah," balas Mama Arini.

"Ya udah deh," putus Arsen.

"Sekarang ceritain semuanya tanpa ada yang ditutupi," tuntut Mama Arini.

Arsen menghirup napas dalam-dalam sebelum menceritakan detail kejadian yang dialaminya di kediaman Ervan kemarin, semuanya sesuai dengan fakta, tidak ada yang ia tutupi ataupun ditambahi.

".... Sampai sekarang Arsen dan Viola masih nggak ngerti kenapa Bang Ervan menentang hubungan kita."

Mama Arini terdiam selama beberapa saat, matanya menatap lekat ke arah putra sulungnya, seakan mempertanyakan apakah cerita yang ia dengar benar-benar terjadi pada Arsen.

"Kamu nggak lagi bohong kan?" tanya Mama Arini.

"Arsen nggak mungkin menciptakan kebohongan hanya untuk membela diri, Ma," balas Arsen meyakinkan sang Mama.

"Sen, Mama nggak pernah membenarkan perkelahian dengan alasan apapun. Mama tahu kamu terbawa emosi saat itu, tapi bukan berarti kamu membalas pukulan dengan pukulan juga kan? Kalau sudah begini, apakah masalah kalian selesai? Nggak, Sen. Masalah kamu malah bertambah. Secara tidak langsung kamu telah memperbesar rasa ketidaksukaan Ervan terhadap hubungan kalian. Satu lagi, kamu yakin nggak pernah buat kesalahan pada keluarga Viola?"

YOU ARE MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang