12

328 22 2
                                    

Happy Reading!

Sepasang manusia dengan tangan saling bertautan menyusuri taman kota dengan mata mengamati sekitar. Mereka mencari sesuatu yang menjadi alasan mengapa Viola meminta Arsen untuk ke sini bersamanya, telur gulung.

"Ih kok nggak ada, sih? Padahal gue pengen banget makan telur gulung," gerutu Viola. Pasalnya sudah lebih dari sepuluh menit mereka berjalan, namun belum menemukan jajanan yaang dibuat dari telur yang digulung ke tusuk sate.

"Sabar dulu dong, Vi. Kan kita belum jalan sampai ujung, siapa tahu gerobaknya ada di sana," balas Arsen.

"Nanti kalau tetep nggak ketemu gimana?" tanya Viola dengan bibir mengerucut kesal.

"Kita coba ke sana dulu, ya. Nanti kalau nggak ketemu kita cari ke tempat lain aja," balas Arsen.

"Iya deh," putus Viola.

Sore ini taman kota ramai dengan pengunjung, kebanyakan adalah pasangan orang tua muda yang sedang mengajak anaknya sekedar jalan-jalan sore ataupun bermain beberapa wahana yang ada di sana.

Melihat keharmonisan keluarga kecil itu membuat pikiran Arsen menerawang, membayangkan jika ia dan Viola menikah, lalu dikaruniai anak lucu. Mereka berkunjung ke taman kota dengan malaikat kecil digendongannya dan tangan Viola dalam genggamannya. Baru membayangkan saja sudah membuat Arsen bahagia, apalagi jika harapannya menjadi nyata.

"Sen, ada yang jual telur gulung!"

Arsen tersadar dari lamunannya saat Viola menarik ujung kaus yang ia kenakan, gadis itu terlihat begitu antusias saat menemukan penjual telur gulung.

"Yuk ke sana," ucap Arsen.

Viola berjalan dengan langkah lebar tanpa melepaskan tautan tangan mereka, membuat Arsen mau tak mau harus mengimbangi langkah Viola.

"Bang, saya mau telur gulung sepuluh tusuk ya," ucap Viola pada seorang pria muda penjaga stan telur gulung.

"Ditunggu, Kak."

Gadis itu mengangguk paham, ia segera duduk di kursi plastik yang tersedia di sana. Matanya tak lepas dari kegiatan yang dilakukan oleh penjual telur gulung itu, senyumnya mengembang saat melihat pria itu melilitkan telur pada tusuk sate dengan lincah.

"Vi, gue beliin minum mau nggak?"

"Mau banget! Gue mau es teh aja deh," balas Viola.

"Oke, tunggu di sini, gue beliin lo minum dulu," ujar Arsen.

Setelahnya ia beranjak menuju stan penjual minuman. Tidak begitu jauh, mungkin hanya berjarak sekitar tujuh meter dari stan penjual telur gulung. Ada berbagai macam minuman yang dijual di sana, namun ia membeli es teh, sesuai permintaan Viola.

Stan yang menjual berbagai minuman ini lumayan ramai, membuat Arsen harus menunggu beberapa saat untuk mendapat giliran. Harganya yang terjangkau membuat stan ini dikerumuni banyak orang, termasuk Arsen tentunya. 

Arsen menyerahkan selembar uang dua puluh ribuan saat es teh yang ia pesan telah siap. Ia menerima es teh yang telah dibungkus plastik itu dengan diakhiri ucapan terimakasih kepada sang penjual.

Cowok dengan celana pendek selutut dan kaus hitam itu menjauh dari stan minuman saat barang yang ia inginkan telah berada di tangannya. Dari jarak sekian meter Arsen dapat melihat jika Viola tengah tertawa bahagia, pemandangan yang ia lihat mampu membuat Arsen menarik kedua sudut bibirnya.

Sekelebat ingatan kejadian siang tadi tiba-tiba muncul di otaknya, ia merasa sedikit takut dengan ucapan Ervan. Arsen takut jika Ervan serius dengan ancamannya. Bagaimana pun juga ia hanyalah seorang cowok delapan belas tahun yang sedang merasakan indahnya jatuh cinta.

"Eh Arsen udah datang, kebetulan banget telur gulungnya juga udah jadi," ujar  Viola seraya menunjukkan plastik yang berisi telur gulung yang telah diberi saus.

"Udah bayar?" tanya Arsen.

"Udah kok."

"Cari tempat duduk, yuk."

Viola mengangguk antusias, gadis itu berjalan terlebih dahulu dengan langkah sedang. Senyumnya merekah, menandakan jika gadis itu tengah bahagia.

Setelah berjalan kurang lebih tiga menit, akhirnya Viola menemukan sebuah bangku kosong, langsung saja ia duduk di sisi kanan, menyisakan space kosong untuk Arsen. Tak lama kemudian Arsen ikut bergabung bersama Viola.

Lantas Viola mengeluarkan telur gulung dari plastik, sedangkan Arsen mengeluarkan dua cup es teh dari plastik lainnya. Kemudian ia menyerahkan salah satunya pada Viola.

"Makasih, Arsen."

"Makasih juga buat telur gulungnya."

"Kenapa lo cuma beli sepuluh tusuk aja?" tanya Arsen saat ia menghitung telur gulung miliknya yang hanya berjumlah lima tusuk.

"Lima tusuk itu udah banyak, Sen. Lagian telur gulung minyaknya banyak banget, kurang baik buat kesehatan kalo dimakan terlalu sering," cerocos Viola.

Arsen mencubit pipi kiri Viola dengan gemas, di mata Arsen, Viola sangat menggemaskan saat sedang berbicara panjang lebar, ditambah matanya yang menyiratkan sorot bahagia membuat Arsen tidak tahan jika hanya melihatnya saja.

"Arsen kebiasaan deh," gerutu Viola. Gadis itu berusaha menjauhkan tangan Arsen dari pipinya.

"Habisnya lo lucu banget sih," balas Arsen disertai kekehan, ia tidak merasa bersalah dengan perlakuannya.

Viola memberengut kesal. "Emangnya gue lagi ngelawak?"

"Nggak. Tapi lo itu terlihat lucu di mata gue, Vi," ujar Arsen. Matanya menatap dalam ke arah Viola.

Viola sendiri tidak bisa menyembunyikan rasa panas yang menjalar di pipinya, juga pada ujung bibirnya yang berkedut. Ucapan Arsen membuatnya meleleh.

"Arsen, jangan lihatin gue kayak gitu, dong," rengek Viola. Ia memalingkan wajahnya, berusaha menghindar dari tatapan Arsen.

"Kenapa? Baper?" goda Arsen.

"Arseeen!" rengek Viola.

Refleks Arsen tertawa saat melihat reaksi Viola, entah mengapa gadis itu tidak pernah terlihat jelek di matanya. Dalam keadaan apapun Viola tetap terlihat cantik dan menawan.

Setelah puas tertawa, Arsen kembali diam. Wajah serius ia tunjukkan pada Viola. "Vi, kalo seandainya Bang Ervan tetep nggak setuju sama hubungan kita gimana?"

Ucapan Arsen mampu membuat Viola menoleh. Dahinya berkerut saat mendengarnya. "Kenapa? Lo takut?"

Arsen menghela napas. "Jujur aja gue takut, Vi. Gue takut kalo Bang Ervan misahin kita berdua."

"Kok lo ngomong kayak gitu, Sen? Gue nggak suka dengernya."

Arsen menggenggam tangan kiri Viola, lalu diusapnya punggung tangan utu dengan lembut. "Bukan gitu maksud gue, Vi. Gue juga nggak mungkin nyerah gitu aja. Gue sayang sama lo, Vi, gue bakal ngelakuin apapun supaya kita bisa bersama, termasuk meluluhkan Bang Ervan."

"Terus kenapa lo ngomong kayak gitu?" ujar Viola.

"Itu cuma ketakutan gue aja kok. Lo juga sayang sama gue kan?"

Viola mengangguk pelan. "Banget."

"Kita perjuangin restu Bang Ervan sama-sama ya, Vi. Gue pengen lo yang jadi istri gue nantinya," ucap Arsen. Sorot matanya menyiratkan ketulusan dalam ucapannya.

Seperti terhipnotis Viola menarik kedua sudut bibirnya. "Iya, Arsen."

Arsen sendiri juga menyunggingkan senyum bahagia. Ia masih tidak menyangka jika takdir hidupnya seperti ini, mencintai Viola, sahabat yang sudah ia anggap seperti adik sendiri. 

_______________________________________________

Hai balik lagi setelah sekian lama, masih ada yang nungguin nggak? Maaf karena ngilang terlalu lama, soalnya ada beberapa urusan. Tapi mulai sekarang You Are Mine bakal up setiap hari Rabu, jadi tungguin updatenya yaaa!

Purwodadi, 4 Okt 2021

YOU ARE MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang