Happy reading!
Author POV
Setelah Arsen dan Viola puas dengan obrolan mereka, kini mereka berada di dalam mobil untuk perjalanan pulang ke rumah Viola.
"Vi, lo mau kuliah di mana?" tanya Arsen membuka obrolan. Pasalnya sedari tadi mereka hanya diam, hal itu membuat Arsen kurang nyaman.
"Gue kuliah di universitas negeri," balas Viola.
"Ha? Berarti kita satu kampus dong," ucap Arsen.
"Lo juga daftar di sana?" tebak Viola.
"Iya, udah keterima juga."
"Gue nggak nyangka kita bakal satu kampus," ucap Viola lirih.
Arsen menoleh sekilas ke arah Viola, "itu tandanya mau sejauh apapun lo, lo tetep balik ke gue."
Ucapan Arsen membuat Viola menatap Arsen. Mungkin Viola masih tidak menyangka jika hubungannya dan Arsen berakhir seperti ini.
"Sen, gue masih nggak nyangka kita bisa saling sayang gini. Tapi gimana kalau nanti orang tua kita nggak restuin kita bersama?"
Arsen tersenyum lalu berkata, "justru orang tua kita bakal restuin, karena mereka udah kenal kita luar dan dalam. Udah tau keburukan kita juga."
"Semoga aja sih. Sen, emm ... gue boleh tahu nggak kenapa lo sama Khaila putus?" tanya Viola hati-hati.
Arsen menghembuskan napas kasar, entah mengapa membahas Khaila adalah topik yang sangat ia benci. Tapi tak urung cowok itu menjawab pertanyaan Viola.
"Putusnya gue dan Khaila bisa dibilang nggak baik-baik saja, ada alasan yang buat gue mutusin hubungan kami secara sepihak." Arsen menjeda ucapannya sejenak, matanya melirik ke arah Viola, wajah gadis itu terlihat penasaran.
Satu detik setelahnya tatapannya kembali fokus pada jalanan di depannya. "Sebenernya gue pacaran sama Khaila pun semata-mata buat dia semangat supaya cepat sembuh, apalagi kata kakaknya dia nggak mau minum obat kalau nggak gue suruh. Tapi gue nggak nyangka banget kalau mereka cuma drama."
"Drama? Maksud lo, Sen?" tanya Viola dengan alis bertaut.
"Khaila dan penyakitnya cuma kebohongan. Mereka juga masih punya orang tua lengkap yang harmonis. Dan kepindahan mereka ke Jakarta cuma mau hilangin jejak, karena mereka telah menabrak ibu hamil sampai meninggal."
Viola menutup mulutnya, ia tak percaya dengan perkataan Arsen. Khaila yang ia kira adalah gadis baik sangat bertolak belakang dengan fakta. Lantas apa tujuan gadis itu membohonginya dan Arsen?
"Lo pasti bohong kan, Sen? Khaila nggak mungkin sejahat itu," ucap Viola. Ia benar-benar masih tidak percaya dengan fakta yang baru didengarnya.
"Awalnya gue nggak percaya, Vi. Tapi gue nggak bisa menampik lagi saat gue tahu semuanya," balas Arsen. Raut emosi seketika tercetak di wajah Arsen, mengingat semua kelicikan Khaila membuatnya naik pitam.
"Terus kenapa Khaila bohongi kita, Sen?"
"Tentang itu gue nggak ngerti sama sekali, Vi, sebelum dia keluar dari RSHS dia nggak kasih tau alesannya," balas Arsen seadanya.
"Dia juga keluar dari RSHS?" ucap Viola dengan nada tak percaya.
"Iya, satu bulan setelah lo pindah."
"Jadi, bisa dikatakan kepindahan gue hal yang sia-sia dong," gumam Viola.
Arsen hanya terkekeh pelan mendengar ucapan Viola. "Nggak ada sia-sia di dunia ini, Vi. Mungkin kalau lo nggak pergi, gue nggak bisa tahu perasaan gue ke lo."
"Bener juga, lagian gue di Jogja juga banyak perubahan."
Obrolan mereka terhenti karena mobil milik Arsen telah terparkir di pekarangan rumah Viola. Tanpa dikomando, mereka keluar dari mobil secara bersamaan.
"Gue bantu lo bawa koper," ucap Arsen seraya mengeluarkan koper Viola dari bagasi.
"Makasih, Sen."
Arsen menggelengkan kepalanya saat Viola berlari menuju pintu rumah, bahkan ia tak kuasa menahan kedutan di ujung bibirnya kala Viola menekan bel rumah dengan tidak sabaran.
"Vi, pasti orang rumah denger kok, jangan buru-buru gitu," tegur Arsen.
"Gue emang sengaja, Sen. Biar orang rumah jengkel sama tamu yang datang," ucap gadis itu tanpa menoleh sedikitpun ke arah Arsen.
Viola baru berhenti menekan bel rumah saat suara kunci rumah mulai terdengar. Detik berikutnya pintu bercat putih itu terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya dengan baju rumahan.
"Maaf bis— Viola?"
"Halo, Ma. Viola pulang," ucap Viola kegirangan.
Seketika itu Mama Dita mendekap putrinya dengan erat. Rasa rindu yang teramat besar kini telah terobati, putri kesayangannya telah kembali ke rumah.
"Viola, mama kangen banget, sayang," ucap Mama Dita seraya mengelus rambut Viola dengan sayang.
"Apalagi Vio, Ma. Vio kangen banget sama mama, sama abang juga," ucap Viola. Matanya terpejam, menikmati dekapan hangat sang mama.
Melihat adegan di depannya membuat Arsen terharu, ia bisa merasakan bagaimana rasanya jauh dari orang tersayang.
Mama Dita melepaskan dekapannya, tangannya beralih mengusap-usap pipi Viola. "Katanya kamu pulang seminggu lagi, kenapa kamu pulang lebih awal? Kalau Mama tahu kamu pulang lebih awal, Mama suruh kakak atau abang buat jemput kamu."
"Sebenernya Vio mau pulang minggu depan, tapi karena urusan Vio udah selesai, Vio pulang lebih awal," jelas Viola.
"Terus kamu dari bandara naik taksi?"
"Aku bareng Arsen, Ma."
"Astaga! Mama baru tahu kalau ada Arsen di sini," ucap Mama Dita. Terlalu fokus dengan kehadiran Viola membuat Mama Dita tidak sadar jika ada Arsen di sebelahnya.
"Siang, Tante," ucap Arsen seraya mencium punggung tangan Mama Dita.
"Siang juga, Sen," balas Mama Dita diakhiri senyuman.
"Masuk dulu, yuk. Kita lanjut ngobrolnya di dalam aja," ajak Mama Dita.
Lagi-lagi tanpa diperintah mereka mengangguk secara bersamaan. Lantas Viola dan Arsen masuk ke dalam rumah, mengikuti Mama Dita yang telah masuk terlebih dahulu.
_______________________________________________
Yeay update, bismillah bisa selesai di bulan Ramadhan ini.
Purwodadi, 18 April 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MINE
Teen Fiction[Update Setiap Rabu] SEQUEL PLEASE BE MINE Amazing cover by @graphic_cii Disarankan follow sebelum membaca❗ Hidup Arsen terasa hampa sesaat setelah Viola menghilang. Arsen tak mengerti mengapa Viola hilang begitu saja. Ketidakhadiran sahabat masa ke...