7

830 45 0
                                    

Happy reading!

Author POV

Viola membuka pintu rumah dengan kunci cadangan yang ia bawa. Senyum gadis itu tak pernah pudar, mungkin karena efek bahagia bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang menyayanginya. Arsen tentu bahagia melihat Viola penuh keceriaan. Sudah sangat lama ia merindukan senyuman milik Viola.

Tanpa ragu Arsen membuntuti Viola, samar-samar ia bisa mendengar suara televisi di ruang tengah.

"Mama! Viola pulang!" ucap Viola dengan nada riang.

"Kok kamu kelihatan seneng banget, habis jalan-jalan ke mana aja sama Arsen?" tanya Mama Dita, tatapan wanita paruh baya itu beralih ke Arsen di kata terakhirnya.

Viola mengode Arsen untuk duduk di sofa di sebelah gadis itu. Cowok itu menurut tanpa ada penolakan sedikitpun.

"Viola diajak Arsen ke kafe, buat ketemu sama Kristo dan Adnan. Terus sepulangnya dari sana, kita ke rumah Arsen dulu, buat ketemu sama Tante Arini dan Velyn."

"Terus apa yang buat kamu bisa sebahagia ini? Pasti gara-gara Arsen kan?" tebak Mama Dita dengan mata memicing ke arah Viola.

"Iya lah, Ma. Kan Arsen udah ajak Vio ketemu sama orang-orang yang Vio sayang."

Arsen mengalihkan fokusnya pada dua orang pria yang tengah berjalan menuju mereka. Kedua pria itu adalah kakak Viola.

"Loh Abang sama Kakak habis ke mana?" tanya Viola dengan alis berkerut.

"Habis belanja isi kulkas," balas Delon sembari mendudukkan pantatnya di sofa, sebelah Mama Dita.

"Sama Abang?" ucap Viola.

"Iya, sama Bang Ervan."

"Kok Bang Ervan belum pulang? Kasihan Kak Shakila sama Ryzard nungguin," ucap Viola.

"Abang sengaja nunggu kamu pulang."

Dahi gadis itu berkerut, ia cukup heran dengan ucapan abangnya. "Kenapa nungguin Viola? Kan Vio udah izin kalau mau main sama Arsen."

"Kenapa kalian main nggak ingat waktu? Kalian keluar rumah udah dari siang, dan baru pulang jam sembilan malam," ucap Ervan. Dari ekspresi wajah pria itu, sepertinya ia sedang mode serius.

"Bang, kan Viola mainnya sama Arsen, lagipula kita cuma ke kafe sama ke rumah Arsen doang, kok, enggak ke tempat yang aneh-aneh," jelas Viola.

Arsen sendiri hanya menyimak, sangat tidak sopan jika ia menyahut pembicaraan mereka begitu saja.

"Tapi tetap aja, Vio. Kamu itu perempuan, nggak baik keluar sama cowok sampai berjam-jam kayak gitu," ucap Ervan.

"Van, adikmu sama Arsen sudah berteman baik sejak lama. Mereka pasti bisa saling menjaga kok," ucap Mama Dita.

"Ervan tetap nggak suka kalau Viola keluar sama cowok sampai malam kayak gini. Viola seorang perempuan, Ma. Zaman sekarang banyak tindak kejahatan dengan korban seorang gadis."

"Bang, lo apa-apaan sih? Kan lo tahu kalau Viola keluarnya sama Arsen. Kok jadi berlebihan gini?" sahut Delon. Ia merasa jika Ervan terlalu berlebihan. Padahal dulu Arsen dan Viola sering keluar bersama hingga tak ingat waktu. Menurutnya, Arsen adalah sosok cowok bertanggung jawab.

"Abang nggak mau tahu, pokoknya kalau sampai kamu main nggak inget waktu lagi, kamu bakal Abang kirim ke Jogja." Setelah berucap demikian Ervan beranjak meninggalkan ruang tengah, orang-orang yang berada di sana saling berkomunikasi lewat mata.

"Bang Ervan kenapa sih, Ma? Kok sensi banget sama Vio dan Arsen. Padahal Bang Ervan kan tahu kalau aku sama Arsen nggak bakalan aneh-aneh," ucap Viola dengan wajah cemberut. Perkataan Ervan membuatnya kesal, ia baru saja pulang dari Jogja. Menjadi hal lumrah jika ia bertemu kembali dengan teman-teman dan juga keluarga Arsen.

"Mungkin Bang Ervan capek, Vi. Makanya dia agak sensi," ucap Arsen.

"Tapi ucapannya buat gue kesel, Sen. Gue bukan anak kecil lagi, gue udah bisa jaga diri gue sendiri, apalagi kalau sama lo, gue percaya lo bakal jagain gue, Sen."

"Viola, udah ya. Benar kata Arsen, mungkin Abang kamu sedang banyak pekerjaan, jadi emosinya nggak terkendali. Mungkin kalau Bang Ervan udah tenang, bakalan balik lagi seperti semula."

"Iya, deh," putus Viola.

"Tan, Arsen mau pamit pulang," ucap Arsen. Ia merasa tak enak hati berada di antara keluarga Viola, apalagi mereka tengah membahas masalah keluarga mereka.

"Loh kok cepet banget? Pasti kamu nggak nyaman sama omongannya Bang Ervan, ya? Tante sebagai mamanya Bang Ervan minta maaf ya, mungkin ada satu dua kata Bang Ervan yang nyakitin kamu," ucap Mama Dita dengan lembut.

Arsen tersenyum kecil, lalu berkata, "nggak papa kok, Tan. Mungkin lain kali kalau Arsen ajak Viola main harus inget waktu. Maaf ya, Tan, malah jadi masalah gini."

"Lo nggak usah ngerasa sungkan atau apapun, Sen. Jangan sampai gara-gara ucapannya Bang Ervan lo jadi jarang ajak Vio main. Gue setuju-setuju aja kalau lo ajak Vio keluar rumah, temen dekat Viola cuma lo, Sen. Mungkin dengan kalian jalan berdua, Viola bisa mengekspresikan perasaannya bersama lo. Kehadiran lo sangat berharga buat Viola," ucap Delon.

Viola yang mendengar ucapan Delon hanya bisa menampilkan senyum manisnya selama beberapa saat. Ternyata dibalik sifat jahilnya, kakaknya sangat tahu apa yang ia rasakan.

"Kak Delon pengertian, deh," ucap Viola.

"Nggak kok, Kak. Cuma Arsen juga harus hargai perintah Bang Ervan, bagaimanapun juga Bang Ervan pengganti sosok papa untuk Viola," ucap Arsen. 

Tante Dita tersenyum mendengar penuturan Arsen, untuk ukuran anak delapan belas tahun, perkataan cowok itu sungguh bijak.

Tante Dita mencubit pipi Arsen dengan gemas. "Tante bangga sama kamu, Sen."

"Tante bisa aja. Mmm, Arsen mau pulang dulu ya, soalnya mama sendirian di rumah," pamit Arsen.

Mama Dita menepuk dahinya. "Tante sampai lupa kalau kamu udah pamitan tadi. Kalau kamu mau pulang, silahkan, Sen. Hati-hati nyetir mobilnya."

"Iya, Tan. Ya udah Arsen pulang dulu, Tan. Gue duluan Vi, Kak Delon," ucap Arsen seraya beranjak dari sofa yang ia dudukki.

"Iya, Sen. Hati-hati," balas Viola. Sedangkan Kak Delon membalas ucapan Arsen dengan menganggukkan kepalanya.

______________________________________________

Jan lupa vote yaaa!

Purwodadi, 12 Mei 2021

YOU ARE MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang