10

522 27 0
                                    

Happy reading!

Author POV

"Assalamualaikum. Viola pulang!"

Gadis itu mengernyit heran. Pasalnya rumahnya terasa begitu sunyi. Karena penasaran, ia melanjutkan langkahnya menuju dapur, guna mencari keberadaan sang mama.

"Kok mama nggak ada," gumamnya kala tidak melihat Mama Dita di dapur.

"Orang-orang pada ke mana, sih? Kenapa rumah sepi banget," ucap Viola seraya meninggalkan dapur.

"Loh kamu udah di rumah, Vi?"

Viola membalikkan badannya, matanya menangkap sosok kakak pertamanya yang sedang berada di ujung tangga.

"Iya, baru aja."

"Tumben Arsen nggak mampir?" ucap Bang Ervan sembari melangkah mendekat ke arah Viola.

"Buat apa? Lagian Bang Ervan juga nggak suka Arsen mampir ke rumah," ucap Viola dengan nada malas.

"Kamu jangan salah paham, Vi. Abang nyuruh kamu jauhi Arsen karena dia udah buat kamu sakit hati, Vi. Abang nggak mau kamu mengalami hal itu lagi."

"Bang, Viola kan udah pernah bilang beberapa kali, Vio udah besar, udah bisa nentuin mana yang terbaik buat diri Vio." Jujur saja mendengar penuturan Bang Ervan membuat Viola marah.

"Abang cuma pengan kamu bahagia, Vi. Jauhi Arsen, kamu bisa cari cowok yang bisa buat kamu bahagia tanpa nyakitin kamu. Atau kamu mau Abang carikan?"

"Bang, yang bisa buat Vio bahagia cuma Arsen. Arsen yang paling ngerti semua yang Viola suka dan nggak suka. Cuma Arsen yang nggak mempermasalahkan sikap childish-nya Vio. Vio tahu kalau cowok yang lebih dari Arsen itu banyak, tapi Vio cuma mau sama Arsen."

"Otak kamu pasti udah dicuci sama Arsen, sampai kamu berubah kayak gini. Mana Viola yang dulu? Yang selalu nurut perkataan Abang."

Viola tertawa sumbang kala mendengar penuturan Ervan. "Abang kenapa sih selalu berprasangka buruk sama orang lain? Arsen memang pernah berbuat salah, Bang. Tapi bukan berarti dia bakal melakukan hal yang sama berulangkali."

"Kamu kenapa sih, Vi? Bisa segitu percayanya sama Arsen? Kamu nggak ingat, dia yang buat kamu sakit hati," ucap Bang Ervan.

"Viola masih ingat, Bang. Sekarang Arsen dan Vio udah terbuka masalah perasaan, kita sama-sama saling suka. Arsen memang pernah buat aku sakit hati, tapi Arsen juga yang sembuhin sakit hatinya Vio."

"Ervan, Vio, kalian debat lagi?"

Dengan kompak Viola dan Bang Ervan menoleh ke arah sumber suara. Terlihat Mama Dita dan Delon berdiri tak jauh dari mereka, sepertinya mereka baru saja pergi ke acara formal, terlihat dari pakaian yang mereka kenakan.

"Ma, bilangin sama Bang Ervan, jangan pernah ikut campur lagi masalah asmara Viola. Vio udah delapan belas tahun, udah bisa menentukan pilihan sendiri," ucap Viola. Detik berikutnya gadis itu beranjak menuju kamarnya.

Viola membanting pintu kamarnya dengan kasar. Entah mengapa sikap yang ditunjukkan Bang Ervan membuatnya kecewa. Tak terasa, buliran air mengalir membasahi pipinya.

Ada rasa bersalah saat ia harus berdebat dengan sang abang. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tak bisa meninggalkan sosok Arsen. Baginya, Arsen sudah seperti kakak, sahabat, dan pacar yang merangkap menjadi satu orang.

"Viola."

Viola mendongak, menatap Delon yang sudah berada di dalam kamarnya. Cowok berkemeja itu menutup pintu kamar Viola sebelum ikut bergabung dengan Viola di tepi ranjang.

"Kak Delon," ucap Viola manja.

Delon membawa Viola ke dalam dekapan hangatnya, perlakuan Delon membuat tangis Viola semakin keras.

"Nangis yang kencang, Vi. Keluarin semuanya biar kamu tenang," ucap Kak Delon. Tangan cowok itu aktif mengusap punggung Viola.

"Hiks ... Kenapa Bang Ervan jahat sama Vio, Kak?"

"Bang Ervan bukan jahat, Vi. Tujuan Bang Ervan baik, biar kamu nggak ngerasain apa yang namanya sakit hati lagi," ucap Kaka Delon dengan lembut.

"Tapi Arsen bukan cowok jahat yang harus dijauhi, Kak. Hal yang wajar kalau saat itu Vio sakit hati karena Arsen pacaran sama Khaila, sebab saat itu Arsen belum tahu kalau Viola suka sama dia," ucap Viola di sela isakannya.

"Kakak tahu, Vi. Kakak paham bagaimana karakter Arsen, dia orang baik yang nggak mau lihat kamu terluka. Dari sikapnya, kakak tahu kalau dia serius sama kamu."

"Tapi kenapa Bang Ervan nggak bisa lihat sisi baik Arsen, Kak? Kenapa yang diingat Bang Ervan cuma sebatas Arsen pernah buat Vio sakit hati. Padahal sebenarnya kan Viola sakit hati karena perasaan Vio sendiri."

"Nanti kalau Bang Ervan udah tenang, Kakak bantu bicara. Kamu juga harus memaklumi Bang Ervan, Vi. Pikiran Bang Ervan masih kacau karena calon anaknya keguguran."

"Iya, Kak. Sebenarnya Vio juga nggak suka debat terus sama Bang Ervan. Tapi di sisi lain Vio juga nggak mau kalau Bang Ervan jelekin Arsen. Vio sayang keduanya."

Delon melepaskan dekapan mereka, lalu ia mengusap air mata di pipi Viola. "Yang harus kamu lakukan saat ini adalah sabar. Kakak dan mama pasti bakal bantu jelasin ke Bang Ervan kok," cowok itu berdehem sebentar sebelum kembali melanjutkan ucapannya, "oh iya, kalau kamu mau ke mana-mana jangan lupa izin, biar Bang Ervan nggak marahin kamu."

"Nggak janji," singkat Viola.

"Vio, kalau kamu gini Kakak nggak mau bantu," tegas Delon. Mimik wajah sang kakak berubah menjadi serius.

"Iya, deh. Vio janji bakal izin kalau mau pergi," ucap Viola.

"Nah, mantap. Sekarang kamu mandi, habis itu turun ke bawah buat makan malam. Tadi Kakak beli makanan kesukaan kamu," ucap Delon.

"Tapi Viola habis makan bakso, Kak," ucap Viola dengan halus.

"Ya udah. Sekarang kamu mandi, makanannya bisa kamu makan nanti malam kalau kamu lapar," putus Delon.

"Siap, Kak!" ucap Viola dengan telapak tangan berada di sebelah kepala bagian kanan, membentuk gerakan hormat.

"Kakak ke kamar dulu, mau mandi, gerah."

Setelah berucap demikian Delon bangkit dari duduknya, lalu melangkah menjauhi kamar Viola, meninggalkan gadis itu di kamar sendiri.

Viola menatap kepergian Delon, dalam hati ia bersyukur karena kakak keduanya itu sangat mengerti yang Viola inginkan. Benar kata orang, setiap manusia memiliki karakter yang berbeda, walau mereka lahir dari rahim yang sama sekalipun.

_______________________________________________

Lanjut nggak?

Purwodadi, 29 Juli 2021

YOU ARE MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang