14

267 15 2
                                    

Happy reading!

"Sama-sama, Pak. Hati-hati di jalan ya!"

"Siap, Neng! Jangan lupa kasih bintang lima ya, Neng."

"Beres, Pak."

Viola tersenyum lebar kala melihat taksi online yang ia tumpangi mulai menjauh dari rumahnya. Hari ini ia terpaksa pulang dengan taksi online karena Arsen tidak bisa mengantarkannya pulang. Kelas cowok itu telah selesai sejak jam sepuluh pagi tadi, dan ia baru selesai sekitar pukul dua siang. Sebenarnya Arsen juga sudah menawarkan diri untuk menjemput Viola, namun ia menolak dengan alasan takut merepotkan cowok itu, apalagi hari ini Arsen tengah sibuk membantu sang mama untuk mempersiapkan acara ulang tahun Velyn sore nanti.

Setelah mobil itu sudah tidak tampak lagi oleh matanya, Viola memutuskan untuk masuk ke dalam rumah, tak lupa ia menutup pagar rumahnya. Seulas senyum terbit di bibir Viola saat melihat jika garasi rumahnya kosong, mengartikan jika kedua kakaknya belum pulang ke rumah. Kesempatan yang bagus untuk pergi ke rumah Arsen, pasalnya jika Ervan berada di rumah, bisa dipastikan kakak pertamanya itu akan melarangnya. Padahal mamanya mengizinkan ke manapun Viola pergi, asal dengan tujuan yang jelas, tapi Ervan selalu melarang keras Viola, apalagi jika berhubungan dengan Arsen.

"Assalamu'alaikum, Viola pulang!"

Viola berlari kecil saat mendengar suara Mama Dita yang berasal dari dapur. Di sana mamanya sedang berkutat dengan sayuran dan bumbu-bumbu, dibantu dengan Mbak Sari, asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Viola sejak seminggu yang lalu.

"Ma, sore ini Viola izin ke rumah Arsen, ya?" ucap Viola pada Mama Dita.

"Mama sih boleh-boleh aja, tapi kamu harus izin Bang Ervan dulu, takutnya kamu nggak dibolehin sama abangmu," balas Mama Dita. Ibu tiga anak itu sibuk mengupas sayuran berwarna oranye.

"Percuma izin sama Bang Ervan kalo nggak dibolehin. Lagian Viola ke rumah Arsen karena ada acara, sore ini Velyn ngerayain ulang tahunnya, dan Viola diundang buat datang ke sana."

Mama Dita menghentikan aktivitasnya, kemudian ia menatap wajah putri satu-satunya dengan lekat. "Mama nggak mau kamu dan Bang Ervan nggak akur terus menerus, Vio. Kamu kan tahu sendiri kalo emosi Bang Ervan sedang nggak stabil, Mama cuma takut dia kehilangan kontrol karena kamu yang nggak mau nurut sama ucapannya."

"Pokoknya Viola tetep ke rumah Arsen sore ini. Bodo amat kalo Bang Ervan marah," putus Viola. Selanjutnya ia beranjak meninggalkan dapur, sebenarnya ia cukup kesal dengan reaksi Mama Dita. Menurutnya, sang mama terlalu memihak pada Ervan hingga membuat Viola terpojok.

Viola meletakkan tas miliknya di meja belajar. Kemudian ia masuk ke dalam kamar mandi untuk bersih-bersih, ia harus gerak cepat, takut jika Ervan memergoki dirinya. Karena sudah dipastikan jika kakak pertamanya itu tidak memberikan izin. Viola merasa jika ia semakin dewasa bukannya semakin bebas malah semakin terkekang.

Dua puluh menit kemudian Viola keluar dari kamar mandi dengan keadaan sudah rapi. Tinggal merapikan tatanan rambut dan memoles wajahnya dengan make up. Viola melirik jam yang tergantung di dinding, terletak berhadapan dengan ranjang. Jam menunjukkan pukul 15.15, masih ada waktu yang lumayan banyak untuk bersiap. Acara akan dimulai sekitar pukul lima sore, bertepatan dengan jam pulang kedua kakaknya.

"Sempurna," puji Viola setelah ia menyelesaikan kegiatannya.

Viola meraih sling bag yang berwarna senada dengan gaun yang ia kenakan, lilac. Hampir semua barang milik Viola tak jauh-jauh dari warna ungu, warna yang sangat disukai oleh gadis itu.

Setelah semua barang yang ia perlukan masuk ke dalam tas, kini ia mengenakan flatshoes yang telah ia persiapkan sebelumnya. Ia mengotak-atik ponselnya sebentar guna memesan taksi online.

"Beres, tinggal berangkat aja, nih," gumam Viola. Ia memasukkan ponselnya ke dalam tas, kemudian beranjak keluar dari kamarnya.

Dengan bersenandung kecil ia berjalan menuruni satu per satu anak tangga, ujung sepatu yang bergesekan dengan lantai menimbulkan suara yang cukup nyaring. Ditambah suasana rumah yang hening membuat suara yang dihasilkan terdengar menggema.

Langkahnya memelan, bibirnya pun terkatup rapat kala matanya menangkap sosok pria bertubuh jangkung yang sedang ia hindari. Tangannya terkepal erat saat pria itu menatapnya dengan tajam.

"Mau ke mana kamu?"

"Ke rumah temen," dustanya.

Ervan melangkah menaiki beberapa anak tangga hingga sejajar dengan Viola. "Arsen kan? Udah beberapa kali Abang peringatin kamu buat nggak ketemu lagi sama Arsen, kamu nggak dengerin ucapan Abang?"

"Bang Ervan berlebihan tau nggak!" balas Viola.

Sorot mata cowok itu berubah menajam. "Berlebihan gimana maksud kamu?"

"Ketidaksukaan Bang Ervan ke Arsen itu terlalu berlebihan!" Napasnya terdengar memburu.

"Viola! Abang nggak pernah ajarin kamu buat bentak orang yang lebih tua kayak gini. Pasti ini gara-gara kamu kebanyakan bergaul sama cowok itu kan," ujar Bang Ervan.

"Jangan nyalahin orang lain atas perubahan sikap Viola, Bang. Sebenarnya Abang yang maksa aku buat berontak kayak gini, Abang nggak pernah ngertiin Vio!" jerit Viola. Ia sudah muak dengan sikap Ervan yang menurutnya sangat kekanakan.

Viola sudah bersiap untuk melanjutkan jalannya, namun ia kalah cepat dengan Ervan yang telah mencekal lengannya. Tanpa Viola duga, Ervan menarik tangannya dan memaksa agar mau mengikuti langkah kakak pertamanya itu menuju lantai dua.

"Lepas, Bang! Viola mau pergi ke rumah Arsen!"

"Lengan Viola sakit, Bang!"

Ervan seakan menulikan pendengarnya dengan ringisan sang adik. Ia baru berhenti saat telah berada di depan pintu kamar Viola, tangannya yang menganggur digunakan untuk merampas sling bag gadis itu. Ervan membuka pintu kamar Viola, lantas mendorong Viola agar masuk ke dalam kamar.

Gadis itu meringis saat tubuhnya terbentur dengan kerasnya lantai kamar. Matanya membola kala mendengar suara gebrakan, dan benar saja pintu kamarnya telah tertutup rapat. Mengabaikan rasa perih di lengan dan juga lututnya, Viola bangkit dari lantai kemudian mendekat ke arah pintu. Ia mencoba menarik handle pintu kamarnya, namun gagal.

Viola menggedor pintu di hadapannya berkali-kali. "Bang Ervan! Buka pintunya!

"Nggak! Hari ini kamu nggak boleh ke mana-mana, termasuk ke rumah cowok itu! Ini hukuman buat kamu yang nggak mau nurut sama perintah Abang!" ujar Bang Ervan dari balik pintu.

Tubuh Viola merosot saat mendengar ucapan sang kakak. Tanpa bisa dicegah air matanya mengalir membasahi pipinya, sebenci itu kah Ervan pada Arsen? Sampai-sampai apa yang Arsen lakukan selalu salah di mata Ervan, meski hal baik sekalipun.

______________________________________________

Hai, maaf baru bisa up sekarang. Kemarin aku ada kesibukan, jadi nggak bisa update. Gapapa ya ngaret, yang penting tetep update🤣 votenya jangan lupa yaaa!

Purwodadi, 28 Okt 2021

YOU ARE MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang