42. to all the birds that are flying

4.7K 723 252
                                    

Sore itu cuacanya bagus, lapangan rumput yang membentang luas, danau yang seolah jadi pembatas lukisan biru dengan sirat oranye itu. Cukup tenang, nggak banyak orang disana, hanya beberapa anak-anak yang main kejar-kejaran sambil ketawa. Jeno dan Haechan duduk di bawah pohon yang berletak di tepi danau, mereka selalu disana dari kecil, kadang malah nakal naik-naik ke pohonnya. Haechan duduk menyender ke pundak Jeno, dia peluk kakinya dengan lutut terlipat keatas, masih sesenggukan, nggak ambil atensi ke entitas satunya yang setia pinjemin pundak sebagai tempat istirahat.

"jangan tinggalin gue juga."

Bukan permintaan, tapi perintah.

Haechan kehilangan Seungmin dalam semalam, paham, mereka masih bisa face time lewat handphone, tapi apa semuanya bakal tetep sama? Apa Seungmin dan kepribadian riangnya itu bakalan bertahan setelah lewatin badai sebegitu besarnya?

Si kulit madu mendongak kesamping, netranya bertemu netra lainnya, Jeno masih sedia tatap dia dengan lukisan indah di wajah, senyum hangat yang nggak akan pernah dia dapet dari siapa-siapa. 

"nikah yuk."

Bukan Jeno yang ngomong loh, Jeno aja syok.

"lo nggak boleh ninggalin gue, sampe mati." kata Haechanㅡdengan entengnya, sambil mainin pergelangan tangan Jeno yang lebih besar dari punyanya. Jeno beneran syok banget, sampe tahan nafas, beneran kaget sama pernyataan barusan.

"lo abis kejedot apa???" tanya Jeno, panik. Haechan mendecih, lempar tangan Jeno dengan keselnya sampe sang empu meringis.

"nggak ada romantisnya sama sekali, cium gue kek, apa kek, huh." si manis merengut, sementara Jeno yang tergeletak di rumput masih mikir.

Ada masanya si pinter ini jadi telat mikir, ya, disaat-saat kayak gini.

Harus banget Haechan narik kerah bajunya dan cium dia duluan tanpa aba-aba, soalnya kalo enggak, Jeno bakalan masih diem kayak orang tolol, sekarang aja dia beneran masih nggak ngapa-ngapain sampe Haechan lepasin tautan bibir mereka.

"kenapa coba gue suka sama lo." keluh Haechan, merajuk. Jeno yang bengong tiba-tiba senyum, pegang-pegang bibirnya, dia betulin posisi duduknya, kali ini nggak ada jarak sama sekali sama Haechan.

"Acil." Jeno mainin rumput didepannya, agak gugup, tapi senyum itu masih belum luput dari wajah, kelewat seneng.

"hm."

"gue suka banget sama lo."

"tau."

"lo beneran kan mau nikah sama gue?" 

Haechan menoleh kesampingnya, ekspresinya masih sok galak, tapi hatinya bener-bener nggak bisa disembunyiin. Begitu Jeno maju dan cium dia balik, giliran Haechan yang diem membeku, ciuman itu nggak lebih dari 5 detik, setelahnya Jeno nunduk mainin rumput, dan Haechan masih setia diem kayak orang bego.

"lo barusan ngapain?" tanya Haechan. Jeno tergagap, "y-ya ngapain lagi?"

"lo barusan nyium gue?" kali ini pertanyaannya lebih terdengar menuntut, bikin Jeno beneran gugup sambil garuk-garuk tengkuknya yang nggak gatel sama sekali. 

Yang lebih muda mendengus, "cih, nggak gentle banget anak mami."

"gue bisa kok jadi gentle."

"masa?"

"tergantung, lo maunya gue gentle gimana dulu?"

"gentle mah gentle aja!"

"kalo bagi gue, gentle itu kerja keras supaya nggak bikin lo susah nanti di masa depan." kata Jeno tanggap, tapi masih sibuk mainin rumput, tapi atensi hatinya tetap Haechan kok, "maaf kalo gue nggak romantis kayak ekspetasi lo, tapi tenang aja, gue bakal jadi suami kaya yang bisa bikin lo bahagia melebihi ekspetasi lo."

[✔] tri gemintang ; hyunjin, jeno, sunwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang