***
Canggung sekali suasana di kamar Aizreen.
Sebelum bertemu, banyak hal yang ingin Reez katakan. Tapi setelah berdepan seperti ini, semua yang ingin diucapkannya terasa meluap. Dia tak tahu harus mulai bicara dari mana."Kenapa kau kesini?" tanya Ez akhirnya.
"Mencarimu!"
"Kenapa mencariku?" tanyanya lagi.
Reez menghela nafas, "aku tak tahu harus mulai bicara darimana, Ez!" Reez berdiri, berjalan menuju jendela dan berdiri membelakangi Aizreen. "Ayo kita mulai bicara dari saat kau pergi meninggalkanku. Ez, katakan sebenarnya apa alasanmu pergi waktu itu?"
Aizreen sudah terlanjur mengatakan kalau dia berbohong saat bilang dia pergi karena tak mencintai Reez. Sekarang apa yang harus dia jawab? Dia masih tak bisa mengatakan alasan yang sebenarnya kenapa dia pergi.
"Reez, aku tahu aku salah karena pergi begitu saja. Tapi apa kau ingin aku mengorek lagi semua hal yang ingin kulupakan?"Reez memejamkan mata lalu dengan cepat mengesat air mata yang jatuh. Tak mau Aizreen melihat.
"Ez, aku minta maaf!"
Aizreen sontak memandang Reez yang memunggunginya. Reez minta maaf? Kenapa? Dan kenapa suaranya seperti menangis?
"Reez!" panggil Aizreen.
"Jangan mendekat!" ucap Reez saat merasakan Aizreen berjalan ke arahnya. "Aku sudah tahu semuanya, Ez. Alasan kau pergi, alasan kau menikah, alasan Papa Anggit mengkhianati Papa. Aku sudah tahu semuanya. Ah tidak ... Papa Anggit tak pernah mengkhianati Papaku."
Aizreen membatu. Pantas saja sikap Reez berbeda sekarang. Jadi karena itu dia meminta maaf. Tapi bagaimana pun juga semua hal yang terjadi adalah berawal dari dirinya sendiri, memang pantas pun Reez menyalahkannya. Kalau dulu dia bisa berhatihati, penculikan itu pasti dapat dihindari. Dan mereka semua tak harus ikut menderita karenanya.
"Itu karena aku, Reez! Papa mengkhianati Papa Azri karena aku! Maaf! Semuanya karena aku." Aizreen sudah terduduk di lantai menangis lagi mengingat apa yang terjadi empat tahun lalu."Itu memang karenamu, tapi itu bukan salahmu!" Reez berbalik menatap Aizreen yang sudah terduduk menangis. Dia menghampiri dan memeluk Aizreen erat.
Meskipun tubuhnya gemetar saat disentuh tapi sekarang tak ada penolakan lagi. "Seorang ayah akan melakukan apapun untuk anaknya. Bukan salah anak jika seorang ayah sangat menyayangi anaknya kan? Maaf Ez. Aku terlalu brengsek menyalahkan kau dan Papa Anggit tanpa mencari tahu alasan kalian. Maaf juga karena tak bisa berada di sampingmu di saat harihari terburuk dalam hidupmu. Aku mengaku mencintaimu tapi aku tak melakukan apaapa untuk melindungimu. Maafkan aku Ez!" Reez menciumi kepala Aizreen."Tetap saja Papa Azri meninggal karena aku, Reez!" Aizreen menangis keras di pelukan Reez. "Aku malu padamu, pada Mama. Apa yang harus aku lakukan? Aku tak punya wajah menghadapi kalian."
"Bodoh! Aku yang harusnya mengatakan itu. Aku yang malu bertemu denganmu. Kau adalah anak perempuan yang ingin Papa jaga sampai akhir hidupnya. Tapi aku malah membuat hidupmu menderita. Apa yang Papa perjuangkan sampai akhir, malah aku hancurkan tanpa pikir. Kulakukan halhal yang menyakitimu. Betapa brengseknya aku kan, Ez!"
Aizreen mengangkat kepala menatap Reez.
"Iya. Kau brengsek! Harusnya kau selalu bersamaku!" ucap Aizreen akhirnya. "Harusnya kau tak biarkan mereka membawaku pergi!"Lama Aizreen menangis sampai membasahi baju Reez.
"Pulanglah bersamaku, Ez! Aku janji akan memperlakukanmu dengan baik mulai sekarang. Aku mohon! Beri aku kesempatan menebus semuanya."
"Tidak Reez. Wanita sepertiku tak layak untukmu. Lagipula kau masih belum tahu apa yang kualami saat itu. Jika kau tahu pasti kau akan jijik padaku sebagaimana aku jijik pada diriku sendiri. Aku menikah denganmu karena keegoisanku yang ingin tetap bersamamu meski aku tahu aku tak baik untukmu. Tapi akhirnya aku sadar aku tak bisa memberikan halhal tak baik ini padamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Lama Resmi Kembali!
RomanceAku tak bisa menyuruh hujan yang turun kembali ke langit, pun aku tak bisa mengembalikan kembali air mata yang aku keluarkan. Tapi aku bisa kembali menghidupkan rasa yang dulu mati, aku bisa kembali menyambung kisah yang dulu (belum) usai.