PART 6

1.6K 197 16
                                    

***

Dua hari tak masuk kerja. Selain tetangga, ada Niki yang menyempatkan datang menjenguk Aizreen sepulang dari butik. Tapi mereka tak bisa selamanya di sisi Aizreen.

Setelah semua pergi, dia sendiri lagi.
Hidup sendiri terasa sepi.

"Mbak, serius tak mau lapor polisi?" tanya perawat saat sedang mengganti perban Aizreen.

Aizreen sedikit menggeleng.
Tadinya dia tak mau bercerita apa yang sebenarnya terjadi, tapi Dokter menemukan memar lain yang  diyakini bukan akibat terguling dari tangga. Aizreen pun jujur mengatakan apa yang terjadi.

"Kapan saya bisa pulang?" tanya Aizreen.

"Mungkin beberapa hari lagi. Kondisi kepala dan kaki Mbak belum begitu baik."

Pintu ruangan terbuka.

"Ez!" panggil Bu Maryam. "Kamu kenapa, nak?" memegang tangan Aizreen lalu mengelus wajah pucatnya. "Kenapa tak kabarin Mama? Kalau Mama gak ke butik, Mama gak akan pernah kamu sakit seperti ini."

Perawat yang melihat itu langsung pergi tanpa suara. Memberi ruang untuk kedua orang itu bicara. Dia heran juga saat ibu cantik di depannya membahasakan diri sebagai MAMA. Bukankah pasien ini sebatangkara? Tapi itu bukan urusannya. Dia tak boleh usil dengan keluarga oranglain. Cukup doakan saja dan ikut bahagia jika benarbenar masih ada yang peduli pada Aizreen.

"Maaf, Ma!" ucap Aizreen. "Ez baikbaik saja kok. Ez tak mau menyusahkan Mama dengan hal kecil seperti ini."

"Kamu itu anak Mama. Menyusahkan apanya. Uhh sayang kenapa sampai seperti ini?" Bu Maryam sangat sedih melihat keadaan Aizreen.

Bukan tak pernah terpikir untuk menghubungi Bu Maryam. Tapi Aizreen tak enak hati setelah semua yang terjadi. Sejak kecil dia sudah terbiasa dirawat Bu Maryam ketika sakit, tapi sekarang berbeda. Perpisahan dirinya dengan Reez tak mungkin lagi bisa membuat hubungannya dan Bu Maryam sama seperti dulu.

***

Hampir seminggu tinggal di rumah sakit, sejak hari itu Bu Maryam lah yang menemani Aizreen. Bahkan di hari pertama dia memutuskan tidur di rumah sakit menemani Aizreen.
Anak yang dia besarkan sendiri, anak yang tumbuh di depan matanya. Mana mungkin dia tega membiarkan sendiri.

"Sudah beberapa hari disini, tapi Mama tak melihat ayahmu. Kemana dia? Apa kamu tak memberitahunya juga?" tanya Bu Maryam.

Aizreen terdiam mendengar pertanyaan tentang ayahnya.
"Sudah lama dia tak tinggal dengan Ez."

"Tapi bagaimana pun dia ayahmu. Dia berhak tahu keadaanmu. Dia harusnya datang."

"Dia pasti sudah tahu."

"Dia tahu tapi tak datang? Apa dia benarbenar ayahmu yang Mama kenal? Setahu Mama dia sangat menyayangimu, mana mungkin dia tak khawatir dan membiarkanmu sendirian."

Melihat Aizreen diam, Bu Maryam tak melanjutkan lagi berbicara tentang ayahnya. Sepertinya ada yang anak itu sembunyikan.

"Ez, Mama pulang dulu ya. Mau nyiapin makanan dulu buat kamu. Nanti Mama balik lagi," ucap Bu Maryam akhirnya.

"Iya Ma."

Setelah tak ada siapasiapa Aizreen mengeluarkan hp nya. Itu foto terakhir dia dan ayahnya.
"Papa, Ez rindu!" Aizreen menangis memeluk hp.

Dengan berbaring meringkuk seperti bayi kecil dalam perut ibu, Aizreen menangis menumpahkan semua kesedihannya. Dia tak pernah menangis sedih seperti ini, bahkan ketika ayahnya meninggal. Hanya menangis diam tanpa suara.
Tapi kali ini berbeda. Dia tak bisa lagi menahan semua kesakitan. Dia sangat merindukan ayahnya.

"Papa! Ez takut. Bawa Ez pergi bersama Mama dan papa. Kenapa tinggalkan Ez sendiri?"


Tanpa disadari. Suara tangisan Aizreen menusuk hati seseorang yang diam mematung di depan pintu ruangannya. Tangan mencengkaram gagang pintu dengan erat.  Ingin sekali dia masuk dan memeluk wanita itu ke dalam dekapannya. Menenangkannya. Memberitahunya bahwa dia tak pernah sendirian. Tapi dia tahu, dia tak bisa.
Dengan perasaan sebak di hati, dia pergi. 

Saat itu Bu Maryam yang baru saja menemui Dokter memutuskan melihat Aizreen dulu sekali lagi sebelum pulang ke rumah. Alangkah terkejutnya dia melihat Aizreen yang sedang menangis sesegukan.

"Kenapa Nak?" Bu Maryam memeluk Aizreen dengan erat. "Ada yang sakit? Dimana yang sakit? Bilang pada Mama, sayang!"

Suara khawatir dan perhatian Bu Maryam membuat Aizreen semakin sedih.

"Ez rindu Papa. Ez ingin Papa!" kata Aizreen pilu. Percis seperti anak kecil. "Kenapa Papa pergi? Kenapa dia tinggalkan Ez sendirian? Kenapa dia tak membawa Ez bersamanya? Papa curang. Kenapa dia menemui mama sendiri? Kenapa tak ajak Ez menemui Mama?"

DEG!

Bu Maryam tersentak. Ayah Aizreen meninggal kah? Sejak kapan? Kenapa Aizreen tak memberitahunya? Tibatiba hatinya sakit.

"Ssshhhh tenang sayang. Kamu masih punya Mama!"

Bu Maryam langsung teringat perkataan Dokter barusan padanya, "karena dia masih punya kerabat, saya tak terlalu khawatir lagi. Jika memungkinkan sebaiknya dia jangan dibiarkan tinggal di lingkungannya sekarang sendirian. Dia masih harus diawasi selama pemulihannya. Lagi pula saya takut orangorang itu akan kembali menyakitinya, terlebih Aizreen tak mau melaporkan mereka."

"Apa maksud Dokter?"  Bu Maryam sudah merasakan firasat buruk.

"Ibu tidak tahu  bagaimana Aizreen mendapat luka itu?" tanya dokter.

"Bukankah dia jatuh?"

"Ya benar. Tapi apa ibu tahu apa yang membuatnya jatuh?"

Dokter menceritakan semua yang dikatakan Aizreen sebelumnya. Bu Maryam menekup mulut seolah tak percaya. Kenapa puterinya diperlakukan buruk seperti itu?

Sekarang setelah tahu ayahnya meninggal, perasaan sakit Bu Maryam untuk Aizreen semakin dalam. Anak ini menyimpan semuanya sendiri. Bagaimana bisa?

***

"Cari tahu orang yang menyakiti Ez!" setelah menutup telepon, Reez memecut mobilnya pergi.

Sebelum Bu Maryam, Reez sudah menemui Dokter duluan. Tangannya mengepal erat di setir mobil. Tangisan Aizreen masih tak bisa dia lupakan.

'Bahkan meski benar dia purapura mencintaiku, cintaku padanya tak pernah purapura. Kecuali aku, tak seorang pun yang diizinkan untuk menggertaknya!'

***

Bersambung.

Cinta Lama Resmi Kembali!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang