Selamat membaca
.
.
..
.
.Tik tik tik
Suara ketikan laptop menggema disebuah kamar bernuansa hitam dan putih elegan itu, air mata tiba-tiba saja menetes dari mata indah milik seorang perempuan yang dengan lihai memainkan jari-jarinya diatas keyboad laptop miliknya. "Sedikit lagi... Kumohon sedikit lagi... Aku harus bisa menyelesaikan ini" ucapnya disela-sela isak tangisnya.
Air matanya semakin mengalir deras, tangannya bergetar tapi tetap Ia paksakan untuk terus mengetik, dadanya terasa sangat sesak, hatinya terasa sangat sakit entah karena apa.
Selesai.
Kata terakhir itu berhasil Ia ketik dibagian paling akhir dari karyanya, setelah mengetik kata terakhir itu tangisnya pecah, entah kisah siapa yang Ia tulis sehingga membuatnya menangis sangat keras. "Aku berhasil Atma" lirihnya melihat hasil karyanya yang sudah siap untuk Ia ajukan kepada penerbit. "Aku berhasil menulis kisahmu" lanjutnya lirih.
"Tapi Atma... Demi tuhan kisahmu sangat menyakitkan, kisahmu ini membuatku sang penulis sendiri sulit menghentikan air mata yang mengalir dipipiku" ucapnya bermonolog.
Valerie memegang dadanya sesak, belum pernah dia menangis sehebat ini karena hasil karyanya sendiri. "Kamu abadi dalam karyaku wahai jiwa yang bersemayam" lirihnya.
-Sudut Tersepi Bumi-
Jakarta, 24 Juni 2004
Brak! Prang!
Terdengar suara barang-barang perabotan yang pecah dibanting oleh seseorang, Atma meringkuk dibawah ranjangnya ketakutan mendengar suara barang-barang pecah dan teriakan seseorang yang sedang mencari keberadaannya.
"Bapak maafin Atma pak..." isak seorang anak kecil berusia sekitar 6 tahun itu. Ia bersembunyi dibawah sebuah ranjang reot dikamarnya yang sempit, berusaha menghindari amukan dari lelaki yang tidak lain adalah ayahnya sendiri.
Lelaki setengah baya itu menatapnya dengan tajam, tatapan mata itu adalah tanda bahaya yang sangat besar untuk Atma. "Keluar kamu dari situ!" bentaknya sangat keras sambil berusaha menjangkau anaknya yang bersembunyi dipojok kolong tempat tidurnya, nasib baiknya kolong tersebut terlalu sempit untuk dimasuki tubuh besar ayahnya. "Mas... cepet pulang mas... Atma takut... " lirihnya berharap kakak laki-lakinya cepat pulang dari sawah untuk menolongnya.
"Anak tidak tau diuntung! Keluar kamu dari situ!" ucapnya keras.
Lelaki itu tersenyum licik ketika sadar bahwa dia sudah berhasil meraih kaki dari anak kecil itu, lalu tanpa iba ataupun rasa kasihan Ia menarik kaki kecil itu keluar dari kolong ranjang, hingga membuat kepala anak kecil itu terantuk-antuk dilantai dan juga diranjang, membuat dahinya sedikit berdarah. "Anak kurang ajar! Berani-beraninya kamu makan lauk milik saya!" teriaknya sambil menggoyang-goyangkan badan kecil yang masih bergetar karena ketakutan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Tersepi Bumi (TELAH TERBIT)
Teen FictionAku berhasil menulisnya ... Menulis kisahmu yang sangat sedih dan pilu ... Menulis semua diksi indah yang keluar dari mulutmu ... Menulis semua rasa sakit yang selalu menghantuimu ... Aku mengabadikan kisahmu, dalam karyaku ... ...