Anca Sang Bagaskara

3K 326 51
                                    

Selamat membaca
.
.

Selamat membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

"Pada akhirnya, kenangan yang sangat manis itu terasa begitu menyiksa untukku" ucap Valerie tercekat menahan tangisnya.

"Mereka semua meninggalkanku, meninggalkan kenangan indah yang tak pernah luput termakan waktu" lanjutnya.

Ruangan bernuansa hitam putih elegan itu lengang. Dokter Riri menatap Valerie dengan mata berkaca-kaca. "Apa kamu mau minum Vale?" Riri bertanya dengan suara serak.

Valerie mengangguk, dia mengambil gelas diatas meja kecil kamarnya, kemudian meminumnya seteguk. "Maafkan aku yang telah memintamu menceritakan semua kenangan itu" ucap Riri pelan.

Valerie mengangguk. "Tidak masalah."

Dokter Riri lagi-lagi menatap wajah Valerie, lalu kemudian dia menyeka pipinya yang sudah berurai air mata. Dia seharusnya tidak boleh tersentuh atas cerita pasiennya, tapi kisah manis ini membuatnya begitu terharu.

"Aku sudah menangani banyak pasien selama ini. Semua orang punya kenangan menyakitkan Vale, aku yang paling paham akan hal itu. Tapi kamu, semua kenangan yang tadi kamu ceritakan padaku sesungguhnya sangatlah menyentuh hati. Tapi sayangnya, kenangan indah itu yang membuatmu bertemu denganku sekarang" ucap Dokter Riri sesak.

"Atma dan Hendra, mereka berdua bukan manusia Vale. Mereka berdua adalah malaikat berhati lapang yang selalu siap memberikan bantuan, cinta, dan kebaikan kepada siapa pun yang membutuhkannya" lanjutnya.

"Takdir membesarkan mereka berdua dengan sangat keras, dan penuh dengan rintangan. Tapi mereka berdua menghadapi semua itu dengan senyuman, mereka melawan kejamnya dunia dengan lapang dada, mereka malah membuat kisah manis yang menggetarkan jiwa" Dokter Riri lagi-lagi menyeka pipinya, hatinya ikut sakit mendengar kisah Atma dan Hendra.

"Vale, kalau kisah tentang mereka berdua ini benar-benar akan terbit, aku akan menjadi salah satu orang yang pertama membelinya" lanjutnya.

Valerie menatap wajah cantik yang sekarang sudah memerah menahan tangis, dia tersenyum tipis lalu berkata. "Dok, takdir kejam sekali ya?"

-Sudut Tersepi Bumi-

Jakarta, 10 April 2016

"Ibu?" lirih Valerie sesak menahan tangis.

Wanita yang dipanggil ibu itu tersenyum tipis lalu berjalan mendekati Valerie. "Vale ... " ucapnya lirih. "Sudah besar sekali anak ibu ini" ucapnya lagi membuat Valerie langsung terisak.

Valerie duduk di tepi ranjang rumah sakit, matanya berkaca-kaca saat melihat ibunya datang menjenguknya. Rasa haru dan sakit hati bergelut dalam dadanya, seperti dua emosi yang bertarung satu sama lain. Dia merindukan kasih sayang ibunya sejak lama, tapi juga teringat akan kesedihan yang pernah dia alami ketika ibunya meninggalkannya.

Sudut Tersepi Bumi (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang