[XIV]

28 6 7
                                    

Matahari sudah berada di atas kepala ketika Chan dan anggota tim lainnya sampai di perbatasan—oh kecuali Changbin karena si kapten tim itu sudah berada di sana sejak malam.

"Kau serius akan pergi ke sana?" tanya Chan entah pada siapa dengan suara yang begitu cemas.

Pundu menoleh dan mengangguk, "Cara ini selalu dilakukan oleh pemimpin terdahulu kaum kita untuk mencoba menyelesaikan perselisihan."

"Tapi ini Kauli!" Chan menaikkan nada suaranya membuat semua yang ada di situ menatapnya terkejut, para tangan kanan Pundu bahkan hampir mengangkat pedang mereka jika saja tidak dihentikan oleh Pundu sendiri, "Dia bahkan sudah tidak mau dipanggil Jaebum! Kau tau apa maksudnya, kan?"

Lagi-lagi Pundu mengangguk, "Aku tau, tentu saja aku tau."

"Lantas mengapa kau percaya diri sekali ingin pergi ke sana? Bagaimana jika terjadi hal yang tidak diinginkan?"

"Maka menjadi tugasmu untuk menghentikan dia dan kaumnya."

Chan dengan napas memburu menatap Pundu perhitungan, masih pada pendiriannya dan tidak setuju dengan keputusan pemimpin kaum ksatria itu.

"Chan," Pundu menatap Chan lamat, "Dia memiliki dendam padaku—"

"Tapi dia salah paham!"

"Oleh karena itu aku ingin berbicara padanya," sahut Pundu tenang, "Sekali lagi untuk terakhir kali."

"Bagaimana jika nanti wilayah ini diserang pasukan utamanya? Bagaimana jika si penyusup membebaskan tahanan dan memaksa mereka kembali menyerang? Bagaimana jika kaum ini dihasut untuk menghancurkan kaumnya sendiri dari dalam?"

"Chan, aku tau bukan itu yang kau cemaskan," Pundu tersenyum membuat yang lain lagi-lagi terkejut.

Pundu belum pernah berbicara seluwes ini pada siapapun sebelumnya.

"Jangan khawatir, dia tidak akan bisa mengambil kekuatanku."

"Apa alasan yang mengharuskan aku mempercayai itu?" tanya Chan.

"Aku sudah menyegel kekuatanku, Chan," sahut Pundu masih dengan senyumnya, "Dia tidak menguasai teknik segel, tidak satupun dari mereka."

"Itu sama saja kau menyerahkan diri pada kematian," Chan mendengus.

Pundu tertawa kecil, "Aku tidak sendiri, dan dia jelas masih seorang ketua yang harus taat pada kesepakatan para terdahulu."

"Kau memang gila,"

"Ya, aku tau," pandangan Pundu teralihkan dari Chan, "Changbin."

"Ya, Pundu?" Changbin menoleh, menatap balik ketua kaumnya.

Pundu menatap mereka yang ada di situ satu persatu, "Ku serahkan kekuasaan tertinggi sementara pada Chan," lalu kembali menatap Changbin, "Tolong dampingi dia di segala keadaan."

Changbin menunduk hormat, "Baik, ketua."

Pundu tersenyum, "Aku pergi,"

"Hati-hati," pesan Chan.

Pundu mengangguk sebelum mulai menaiki sapu terbang dan diikuti beberapa tangan kanan yang akan menemaninya.

Tepat ketika para petinggi itu tidak lagi terlihat, Felix menatap Chan penasaran, "Kenapa kau terlihat begitu dekat dengan Pundu?"

Jisung mengangguk, "Apa kalian teman lama?"

"Ya, bahkan lebih dari itu," Chan berbalik dan mulai berjalan diikuti yang lain.

"Kalian berdua punya hubungan apa?" tanya Jeongin.

"Akan ku jelaskan nanti," sahut Chan, "Yang harus kita lakukan sekarang adalah mempersiapkan diri untuk keadaan paling buruk."

Czar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang