[XVIII] - END

46 6 2
                                    

Chan perlahan turun dari terbangnya.

"Itu siapa?" bisik Jeongin pada Minho.

"Adik sang ketua," jawab Minho dengan suara sama kecilnya.

"Oh, kau terkejut ya?" Kauli tertawa lalu merangkul Jihyo dengan tangan dirantai, "Kejutanku berhasil, ya?"

Chan masih diam.

"Oh, ada lagi," Kauli menepukkan tangannya sebelum 3 wajah yang begitu dikenali mereka muncul.

"Yujin?" Jeongin bersuara tidak percaya.

Yujin tersenyum manis, "Hai kak Jeongin."

Chan menatap Wooyoung tajam, sementara pemuda yang ditatapnya hanya menunjukkan wajah datar. Kali ini Chan menatap orang yang dipegang oleh Yujin dan Wooyoung.

"Sudah ku bilang jangan ke sana," ujar Chan.

Pundu yang tangannya juga dirantai hanya tersenyum. Wajahnya penuh luka, baju putihnya pun sudah robek sana sini.

Changbin menatap Pundu tidak percaya. Sungguh? Ketua mereka tertangkap? Kemana para tangan kanannya?

"Kau mencari teman-temanmu, heh?" tanya Kauli yang menyadari tatapan Changbin, "Tenang saja, mereka aman di wilayahku."

Sementara yang lain masih saling bertatap-tatap, Hyunjin memisahkan diri dan berjalan mendekati Felix.

"Bagaimana?" tanya Hyunjin pada Seungmin.

"Aku hanya bisa menyembuhkan luka luarnya," jawab Seungmin.

Hyunjin lantas meletakkan tangannya di atas dada Felix, lalu cahaya kehijauan muncul dari sana, "Aku sudah lama tidak memakainya, semoga saja masih bisa."

Jisung menatap kembar berbeda orang tuanya khawatir. Sesering apapun mereka bertengkar, Jisung tetap menyayangi Felix. Sekarang rasanya Jisung ingin menangis melihat Felix yang biasanya tersenyum cerah malah berbaring tak berdaya.

"Dia akan baik-baik saja, kan?" tanya Jisung dengan pandangan tidak lepas dari Felix.

"Tentu," jawab Hyunjin lengkap dengan senyumnya.

Kembali pada Chan yang mulai menatap tajam Kauli.

"Kenapa menatapku seperti itu?" Kauli tersenyum mengejek lalu menjambak Jihyo.

"Dia adikmu!" seru Chan.

"Tapi dia selalu melawanku," Kauli semakin menjambak Jihyo membuat wanita itu mendongak, "Dan dia malah terus membela penghianat seperti dirimu. Apakah dia masih pantas disebut sebagai adikku?"

"Lepaskan dia,"

Kauli tertawa, "Untuk apa, hah?"

Chan menatapnya marah.

"Aku susah-susah mengikatnya seperti ini, dan kau dengan seenaknya menyuruhku melepaskannya? Tidak, terima kasih."

"Kau gila,"

"Kau yang gila!" Kauli menatap Chan tidak kalah marah, "Kau ada di pihak musuhmu, kurang gila apa lagi dirimu?"

"Kaum ksatria bukan musuh! Itu hanya pemikiranmu yang didasari dendam saja!" sahut Chan, "Lagipula apa yang selalu kau ingat selama ini salah! Kau salah paham!"

"Apa lagi yang kau sebut salah paham?!" Kauli melempar Jihyo pada Jeno, "Dia!" Kauli menunjuk Pundu, "Jelas-jelas dia membunuh ayah di depan mataku!"

"Dia tidak!"

"Diam!" Kauli menunjuk Chan, "Aku sudah bosan mendengar pembelaanmu yang tidak berdasar itu."

"Justru dendammu yang tidak berdasar!"

Czar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang