[XVII]

29 6 0
                                    

Hari ini, jauh sebelum matahari terbit seluruh kaum ksatria telah berada di tempat yang diperintahkan.

Sebagian besar murid yang telah terlatih berada di baris terdepan bersama para ksatria dengan kemampuan menengah. Sisa murid yang tidak banyak berada di kubah kaca, bersama dua ksatria dengan kemampuan tinggi, lima ksatria dengan kemampuan menengah, dan seluruh ksatria dengan kemampuan rendah, berjaga-jaga jika ada kaum hitam yang mau menyerang warga tersisa-meskipun mereka yakin kubah kaca tidak akan bisa ada yang menghancurkan.

Kaum ksatria dengan kemampuan tinggi sudah menyebar di seluruh wilayah dan bersembunyi, mengamati baris terdepan dan menunggu.

Chan menatap wilayah ksatria dari gedung tertinggi di kota tanpa ekspresi, sejujurnya ia khawatir. Pundu belum juga kembali, apa yang terjadi di sana?

"Kak Chan,"

Chan menoleh, mendapati Changbin yang berjalan ke arahnya dengan raut wajah persis seperti miliknya.

"Kau yakin hari ini?" tanya Changbin.

"Tidak terlalu," Chan kembali menatap depan, "Jika bukan hari ini, biarkan mereka semua istirahat nanti malam."

"Tapi bagaimana jika kaum hitam menyerang di malam hari?"

"Mereka tidak akan," sahut Chan tenang.

Changbin sebenarnya bingung mengapa Chan bisa berkata seyakin itu, tapi dia hanya diam dan ikut memperhatikan wilayah ksatria yang masih gelap.

"Menurutmu, apa yang terjadi di kaum hitam hingga membuat Pundu belum juga kembali?" Changbin kembali angkat suara.

Chan diam sebentar lalu menghela napas, "Apapun bisa terjadi, Kauli sangat membenci Pundu."

"Kenapa?" tanya Changbin lagi.

"Salah paham masa lalu," sahut Chan seadanya.

Changbin ingin menuntut jawaban yang lebih pasti sebelum suara Felix menginterupsi.

"Kak Chan, baris terdepan sudah melihat rombongan kaum hitam."

Chan menarik napas dalam, "Kita harus berkumpul."

Felix dan Changbin mengangguk. Beberapa detik setelahnya, mereka bertiga berjalan turun dan menuju ruangan Pundu, ruangan berkumpul mereka berenam di hari perang.

"Aku gugup," ujar Jeongin begitu mereka berenam sudah berkumpul.

"Kami ada di sini," Jisung menepuk-nepuk bahu Jeongin, "Tapi aku juga gugup."

Jisung mengaduh ketika kepalan tangan Felix memukul kepalanya, "Ya ampun, aku kan hanya mencoba mencairkan suasana."

Felix menatap Jisung kemusuhan, tidak peduli dengan alasan Jisung.

Biasanya yang lain akan tertawa jika si kembar sedang bertengkar, tapi tidak kali ini. Mereka cemas.

"Kita akan menang kan, kak Chan?" tanya Seungmin.

Chan tersenyum, "Kita harus menang, Seungmin."

Seungmin mengangguk dan kembali menunduk.

"Jangan takut," ujar Chan, "Ada aku."

"Kau percaya diri sekali," Felix memutar bola matanya malas.

Kebiasaan Felix ketika sangat panik, dia jadi sering marah-marah.

Chan tertawa kecil, "Sungguh. Tenang saja, ada aku."

"Memangnya dengan ada kau semua kaum hitam bisa lumpuh begitu?" dumal Felix.

Chan tersenyum.

Suara pedang beradu mulai terdengar membuat Jeongin menoleh ke arah pintu.

"Para pemanah sudah berada di tempat masing-masing kan, Felix?" tanya Chan.

Czar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang