"Permisi,"
Chan dan anggota timnya yang sedang dalam perjalanan untuk mengecek persenjataan menoleh, "Ada apa?" tanya Chan.
Seorang kaum ksatria menunduk hormat, "Capung pengintai sudah kembali."
"Apa kabar yang dia bawa?" tanya Changbin.
"Kaum hitam sudah menyiapkan pasukan berikutnya, kemungkinan kita akan diserang besok."
Felix dan Jeongin saling bertatapan seolah menanyakan apa yang harus mereka lakukan.
Chan menghela napas pelan, "Terima kasih laporannya, kau boleh kembali."
Orang itu mengangguk lalu pergi dari sana.
"Bagaimana ini, kak Chan?" tanya Jisung resah, "Persiapan kita belum matang."
"Pundu juga belum kembali," tambah Felix.
"Seperti penyerangan kemarin, kita harus membagi dua. Ada yang menahan mereka di dekat perbatasan, ada yang melatih para murid di akademi."
Chan lanjut memimpin jalan diikuti yang lain.
"Siapkan ksatria dengan kemampuan menengah di baris terdepan, kirim beberapa ksatria yang berkemampuan tinggi ke akademi, tugaskan ksatria berkemampuan rendah untuk melindungi anak kecil dan orang tua di kubah kaca," Chan membuka jalan menuju tempat senjata ditempa. Pemuda itu tersenyum begitu melihat salah satu pandai besi yang dikenalnya berdiri menyambut, "Hai paman."
"Halo, Chan," paman itu tersenyum lebar.
"Bagaimana perkembangan di sini?" Chan berjalan beriringan dengan paman tadi, meninggalkan rekan satu timnya di depan pintu masuk.
Felix langsung beranjak menuju tempat busur dan anak panah dengan mata berbinar. Dia biasa memakai busur juga anak panah yang terbuat dari kayu, dan apa yang baru saja dia lihat? Busur dan anak panah dari besi? Yang benar saja.
"Mau memiliki salah satunya, nak?"
Felix menoleh terkejut, "Ah, selamat siang tuan," sapanya sembari membungkuk hormat.
"Siang juga nak," orang di hadapan Felix balas menyapa, "Kau suka memanah, ya?"
Felix tersenyum kecil, "Iya tuan, hehe."
"Ambil lah satu busur dan beberapa anak panahnya."
Mata Felix membulat, "Bolehkah?" tanya nya setelah beberapa saat terdiam.
"Tentu," orang di hadapan Felix tertawa kecil, "Kau mau yang mana, nak?"
Berbeda dengan Felix, Jeongin berjalan mendekati jejeran belati berbagai model. Sebagai manusia setengah serigala, Jeongin lebih menguasai pertarungan jarak dekat. Dan di antara banyak senjata jarak dekat, belati lah yang paling dia kuasai.
"Ambil lah satu jika kau mau, nak."
Jeongin menoleh, "Eh? Memangnya boleh, paman?"
"Tentu saja," orang yang berbicara dengan Jeongin tersenyum.
Senyum lebar merekah di wajah Jeongin, "Terima kasih paman!"
Sementara itu, Seungmin, Jisung, dan Changbin berjalan mendekati meja yang penuh dengan pedang.
"Pedang-pedang itu tampak tajam," ujar Jisung diikuti ringisan ngeri.
Tanpa bicara, Changbin mengambil satu pedang dan memerhatikan detailnya.
"Ku kira kalian juga akan berpisah," ujar Chan yang tiba-tiba sudah berada di samping Seungmin, "Kalau kalian tertarik ambil saja."
Dengan antusias, Jisung mengelilingi meja untuk mencari pedang yang paling menarik di matanya. Seungmin langsung menyambar pedang yang ada di depannya, dan Changbin tetap pada pedang yang sudah ada di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Czar ✓
FantasySemua orang bisa menjadi kapten. Jalan keluar tidak hanya satu dan semua orang punya cara masing-masing untuk menemukannya. Tapi di antara banyak kapten, hanya beberapa yang bisa memimpin dan mempersatukan mereka. Pemimpin, sang pemersatu dua kaum u...