15. Rumor

36 8 4
                                    

Tak bisa dipungkiri kehadiran Fiza sedikit mengusik pikiran Raiga. Orang yang dicap pembunuh oleh Fiza itu tengah menatap ponsel dengan ragu-ragu.

Beberapa waktu yang lalu dari tengah malam sampai pagi ada yang selalu meneleponnya, membuat dia sulit tidur. Lalu setelahnya dia diikuti seseorang sampai dikirim boneka santet dan sebuah foto. Boneka yang membuatnya berteriak ketakutan itu ditusuk beberapa jarum, ditambah foto dirinya yang dicoret-coret menggunakan spidol berwarna merah.

Ia yakin, itu ulah Fiza karena ada sebuah tulisan tangan dengan pulpen warna merah berisi ancaman.

Bertanggung jawablah sebelum dirimu kubuat lebih menderita!

Raiga membuang napas gusar mengingat kejadian waktu itu. Meski dia tahu, Fiza tak punya kuasa, tetapi dia merasa harus membalas perlakuan lelaki itu tempo hari.

Tanpa membuang waktu, Raiga langsung menelepon seseorang untuk menelusuri Fiza. Dia perlu membalas Fiza sebagai bentuk peringatan.

Tak perlu lama, informasi tentang Fiza dengan mudah dia dapatkan. Raiga terkejut saat mengetahui Fiza bekerja di Centauri Consulting Group, perusahaan yang berhasil menjadi nomor satu mengalahkan perusahaannya.

"Pantesan saja berani muncul di hadapan gue," gumam Raiga sambil melihat ponselnya. "Cuma karyawan saja udah belagu banget."

Raiga lebih dibuat terkejut saat mengetahui fakta bahwa ayahnya dulu bekerja di Ankara Company. Dengan cepat dia menelepon seseorang.

***

Fiza tak memedulikan tatapan aneh rekan-rekan satu kantornya ketika berada di lift yang sama. Hari ini ia kembali bekerja setelah dikirim ke Singapura selama dua minggu. Lelaki itu tahu bahwa ada sebuah kabar buruk menyangkut keluarganya yang tersebar.

Kabar itu menyebar ketika Fiza tengah pelatihan hari keempat di Singapura. Selama di sana dia tak terlalu memusingkannya, karena itu hanya rumor yang tak benar. Yang ia khawatirkan adalah nama keluarganya yang kini dianggap buruk.

Fiza keluar dari lift menuju kantor divisinya. Dia sudah siap ditanya-tanya oleh para seniornya tentang rumor itu.

"Tuh si Fiza!" seru Mbak Mila heboh.

Fiza tersenyum sambil melangkah ke kubikelnya. "Kenapa, sih? Pada kangen, ya," kelakarnya.

"Lo udah tahu ada rumor enggak enak tentang keluarga lo?" tanya Mas Faris tanpa basa-basi.

Fiza mengangguk. "Tahu, Mas," jawabnya santai.

Mbak Mila yang tadinya mau memberitahu tentang rumor itu mengurungkan niat. Dia lalu bertanya, "Itu bener enggak, Za?"

Tanpa ragu, Fiza menggeleng. "Enggak. Tapi emang bener kalau bokap gue pernah masuk penjara gara-gara dituding korupsi."

"Gue percaya sama lo. Soalnya lo juga enggak punya tampang kriminal," sahut Mbak Tika sambil mengangguk-angguk.

"Ya kali tampang ganteng si Fiza disebut kriminal," kata Mas Gavin sambil memakan camilan.

"Tapi rumor kayak gitu jadi buat diri lo rugi, Za. Apalagi kan rumor di kantor itu cepat banget nyebar kayak tertiup angin," lontar Mas Faris.

Fiza yakin ucapan realistis Mas Faris juga disetujui para seniornya. Karena dirinya sendiri saja sampai terdiam memikirkan itu.

Dia mengepal kuat mengingat Raiga adalah pelaku utama penyebar rumor keluarganya. Ia benar-benar yakin kalau Raiga terusik dengan pertemuan waktu itu.

"Yang sebar rumor kayaknya sengaja buat jatuhin lo ya, Za."

Fiza mendongak menatap Mbak Tika. Mbak Tika benar. Saat ini mungkin tujuan Raiga adalah menjatuhkan dirinya karena takut ia bisa berada di atas Raiga. Raiga takut dia menempati posisi tinggi di kantor, karena Fiza yakin kalau musuhnya itu telah mengetahui siapa dirinya.

"Lo punya musuh, Za?" tanya Mbak Mila penasaran.

"Menurut Mbak?" Bukannya menjawab Fiza malah kembali bertanya.

Mbak Mila mengangkat bahu. "Entah. Gue rasa enggak sih, kecuali ada orang yang emang cari gara-gara sama lo."

Fiza mengangguk-angguk. Apa yang dikatakan Mbak Mila memang benar. Dia bukan orang yang gampang tidak suka pada orang lain apalagi memiliki dendam, kecuali kalau orang itu mengusik dirinya atau keluarganya sampai melewati batas.

"Ucapan si Mila bener, Za?" tanya Mas Faris.

"Bisa dibilang gitu," jawabnya singkat.

"Bokap lo sekarang gimana, Za?" tanya Mbak Tika.

Mendengar pertanyaan itu membuat ia semakin membenci Raiga dan keluarganya. "Bokap gue udah enggak ada. Meninggal di penjara karena sakit," ungkapnya berusaha tegar.

Sampai sekarang, dia belum bisa merelakan kepergian ayah dan adiknya. Jika saja ayahnya tidak difitnah oleh ayahnya Raiga sampai masuk penjara, mungkin sekarang ayahnya masih ada. Dia tidak akan hidup berdua dengan adiknya yang sering menyulut emosinya.

"Eh, sori, Za. Gue enggak tahu," sesal Mbak Tika.

"Enggak apa-apa kok, Mbak. Santai saja. Lagian sudah lama juga." Dia tak menyalahkan Mbak Tika yang membuatnya membuka luka lama. Dia justru berterima kasih karena seniornya yang satu itu mengingatkan dia untuk melanjutkan balas dendam.

Dalam hati, Fiza bertekad akan melakukan apa saja untuk membalas perbuatan Raiga. Dia juga berjanji akan bekerja semakin keras untuk melaksanakan misi selanjutnya.

Altamura ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang