Fiza memberi waktu satu minggu supaya Raiga bisa mengambil keputusan. Keputusan apa pun yang diambil Raiga, Fiza akan tetap membuat lelaki itu bertanggung jawab. Syukur-syukur jika Raiga bisa menyerahkan dirinya ke pihak berwajib tanpa disuruh. Namun, sepertinya itu mustahil. Mengingat Raiga sebagai pewaris perusahaan besar yang ingin jauh dari reputasi buruk. Pasti ayahnya akan menghalalkan segara cara agar Raiga tak bisa dipenjara.
Fiza saat ini tak ingin ambil pusing. Yang dia perlu saat ini adalah menemui Selena. Sepupu istri Mas Gavin itu baru pulang siang tadi dan dia langsung ke Bandung karena ada urusan mendesak. Jadi, Fiza sebagai orang yang punya niat bertemu memutuskan untuk menemui Selena di Bandung.
Fiza melangkah masuk ke Braga Permai, tempat mereka janjian. Alasan Fiza mengusulkan bertemu di sana karena Selena tengah memiliki urusan di Jl. Braga.
Lelaki itu mengamati sekitar. Dia mencari perempuan mengenakan baju putih, rok dan hijab cokelat. Setelah menemukan perempuan yang sesuai ciri-ciri tersebut, Fiza mendekat.
"Selena, ya?"
Pertanyaan Fiza membuat perempuan yang tengah fokus menatap menu tersentak. Dia mendongak dan menatap Fiza terkejut.
Fiza yakin kalau orang yang ingin dia temui adalah orang ini. Dia memiliki kulit putih pucat dengan mata gelap dan hidung bangir. Yang malah membuat Fiza terkejut adalah ucapan pertama orang itu.
"Vian?" Matanya membelalak menatap Fiza. "Kamu ...."
Entah apa yang akan dikatakan perempuan di hadapannya, yang pasti dia tak menyelesaikan kalimatnya.
"Boleh saya duduk?" tanya Fiza sambil tersenyum sampai lesung pipinya terlihat.
"Ah, iya boleh." Selena ikut duduk saat Fiza juga duduk.
Ekspresi terkejutnya masih kentara. Puluhan pertanyaan hendak Selena tanyakan, tetapi urung ketika menyadari nama sosok di hadapannya adalah Arfiza.
"Kamu ... kamu Vian bukan?" tanya Selena memberanikan diri untuk bertanya.
"Maksud kamu Arvian Zeovanka Altamura?"
Senyum Fiza merekah saat Selena mengangguk. "Iya, kamu dia bukan?"
Fiza menggeleng dengan senyum yang belum pudar. Hatinya sangat lega ketika perempuan di hadapannya mengetahui Vian. Dalam hati dia berterima kasih pada Mas Gavin yang dengan ikhlas menjadi Mak Comblang. Jika saja bukan karena seniornya yang hobi makan itu, Fiza pasti sangat kebingungan untuk mencari bukti.
"Saya bukan Arvian, tapi saya Arfiza, kakaknya Vian," jelas Fiza.
Tak disangka, ekspresi Selena berubah. Fiza menjadi yakin kalau perempuan di hadapannya dekat dengan adiknya. Mungkin, Selena pernah menjalin hubungan tanpa status dengan mendiang adiknya, lalu tiba-tiba di-ghosting.
Selena mengangguk-angguk. Matanya kembali menatap Fiza. Dari tatapan itu, ada kerinduan yang pasti ditujukan untuk adiknya.
"Vian sekarang apa kabar, Kak?"
Fiza terkekeh pelan lalu terdiam lama. Unik saja teman adiknya memanggil dia Kakak sedangkan Zeta, adiknya sendiri baru memanggil Kakak kemarin-kemarin, itu pun sekali. Sekilas kerinduan pada Vian menjadi memuncak.
Dia mengembuskan napasnya pelan. Lalu tersenyum kecil ke arah Selena. "Vian sudah enggak ada."
"M-maksudnya?"
"Dia sudah meninggal."
Jelas, Selena terkejut. Lalu Fiza langsung mengubah obrolan. Dia mengutarakan kenapa dirinya ingin menemui Selena. Selama obrolan, Fiza menyimak dengan saksama. Tak disangka, Fiza menemukan apa yang dia cari meski hanya menemui satu orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Altamura ✔
Teen FictionAwalnya, tujuan Arfiza adalah membahagiakan keluarganya. Namun, itu semua berubah saat orang lain merusak keluarganya. Membunuh adik lelakinya karena alasan cemburu tanpa merasa bersalah. Setelah itu, hanya ada satu tujuan dalam hidupnya, yaitu memb...