8. Obrolan Meja Belakang

42 11 8
                                    

Udara dingin semakin menusuk, Fiza menegangkan jaketnya. Setelah mengusir pikiran kalau pasangan yang tengah bermaksiat itu bukan adiknya, dia berbalik dan berjalan menuju hotel.

Fiza sesaat ingin mengikuti rekan-rekan kantornya menuju klub malam, karena yakin kalau mereka belum kembali ke hotel. Akan tetapi, karena saat ini dia tidak memiliki beban pikiran yang sangat berat, baginya saat seperti ini clubbing hanya membuang waktu dan uang.

Dia akhirnya kembali meluruskan niat untuk kembali ke hotel. Menyusuri jalanan Seminyak seorang diri dalam cahaya lampu jalanan.

Sesampainya di lobi, Fiza membeku. Angin berembus membuat dua orang yang sedang mematung itu menegangkan jaketnya. Sorot mata orang di hadapannya sedingin es. Dia berhadapan dengan sosok yang tak ingin ia temui untuk saat ini. Raiga Ankara, yang sudah dicap pembunuhan oleh lelaki itu, dan dia bertujuan menjebloskan cowok tak bertanggung jawab itu ke penjara.

Fiza yakin seratus persen bahwa kali ini Raiga tidak tengah mabuk. Tak tercium bau alkohol dari sosok di hadapannya. Raiga menampilkan ekspresi kaget tak percaya.

Karena cowok di hadapannya masih mematung, Fiza langsung melangkahkan kakinya melewati Raiga. Sambil berjalan, Fiza meraih ponselnya. Dia menghubungi Gia, teman kuliahnya yang bekerja di divisi Raiga.

"Kenapa?" tanya Gia setelah menjawab salam.

"Bos lo ada di mana? Adik gue ada di kantor enggak?" Fiza menjawab pertanyaan Gia dengan pertanyaan kembali.

Gia di seberang sana mendengus kesal karena Fiza selalu to the point. "Bos cuti, entah apa gerangan, tapi yang pasti divisi gue sangat senang karena dia pergi."

Fiza menyimak lalu tersenyum miring. "Semenyebalkan  itukah bos lo?" tanya lelaki itu yang telah sampai di kamarnya.

Lelaki di seberang sana bergumam sebagai tanggapan. "Terus adik gue gimana?" tanyanya karena Gia malah terdiam.

"Adik lo ada kok, kenapa?"

"Beneran?"

"For God's sake, dia ada di sini, lagi lembur. Enggak ikut bos cuti."

Mendengarnya membuat Fiza lega. Lelaki itu langsung merebahkan dirinya di kasur. "Thanks for the information kalau gitu. Lo lagi lembur kan? Sorry gue ganggu lo lembur." Setelah ditanggapi Gia, lelaki itu langsung menutup teleponnya.

***


Setelah kembali dari outing kantor, pekerjaan menanti. Hari-hari seperti biasa kembali dijalani.

"Maksi di luar, yuk!" ajak Mbak Mila.

Jam makan siang sebentar lagi. Fiza menyelesaikan pekerjaannya sambil mendengarnya percakapan rekan kerjanya.

"Boleh. Di mana?" sambar Mbak Mila cepat.

"Restoran sushi saja yang deket," sahut Mas Gavin.

Setelah diangguki yang lain, Mbak Mila bertanya pada Fiza. "Lo gimana, Za? Ngikut saja kayak biasa?"

Lelaki yang ditanya itu mendongak, lalu mengangguk. "Iya, gue ikut aja. Mau ke restoran sushi kan?"

Mbak Mila mengangguk. Setelah merasa pekerjaan mereka selesai dan waktu makan siang tiba, para karyawan di divisi itu keluar.

"Lo businnes trip kapan, Mil?" tanya Mbak Tika ketika di dalam lift.

"Minggu depan. Terus habis itu gue mau ambil cuti," katanya yang langsung menjadi pusat perhatian.

Mendengar kata cuti, Fiza bertanya-tanya kapan terakhir dia cuti. Bahkan saat sakit pun, dia masih masuk kerja jika sakitnya tidak mengharuskan dia bed rest.

Altamura ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang