16. Take Over

31 8 1
                                    

Fiza menghentikan mobilnya di depan penjual bubur langgannya. Dia turun dari kendaraan beroda empat itu sambil menggenggam ponselnya.

Dia lantas memesan bubur lalu duduk sambil mengecek pekerjaan. Kali ini, dia tengah bekerja sama dengan Mbak Tika untuk sebuah proyek. Proyek itu akan dipersentasikan seminggu lagi, saat ini proyek yang dia kerjakan bersama seniornya itu belum mencapai setengahnya.

Lelaki itu menghela napas. Tak lama bubur ayam pesanannya tiba. Dia langsung menyantap hidangan di depannya itu dengan sesekali menatap ponsel yang masih digenggamnya.

Tanpa butuh waktu lama, bubur ayam yang dimakannya telah habis. Dia langsung bangkit dan bergegas untuk membayar.

Setelah semua urusannya di sana usai, ia bergegas pergi. Dia yakin, jika semakin lama dirinya di sana maka ia akan terjebak macet. Alhasil, dia akan terlambat masuk kerja beberapa menit. Tergantung seberapa parahnya macet.

Karena mengebut, Fiza hanya butuh waktu tiga puluh menit untuk tiba di kantornya. Dia melihat ketiga seniornya yang sudah hadir.

"Mbak Tika ke mana?"

Mas Gavin yang kubikelnya dekat Mbak Tika mengangkat bahu. "Enggak tahu. Dia belum datang."

"Tumben lo datang terakhir, Za?" tanya Mbak Mila sambil menyeduh Starbucks.

Melihat Mbak Tika membuat Fiza teringat sesuatu. "Gue tadi sarapan dulu." Fiza langsung meletakkan tasnya dan berjalan ke arah para seniornya yang bersandar pada kubikel masing-masing.

"Gue mau ke bawah beli Starbucks, ada yang mau titip?" tanyanya.

"Enggak deh. Gue sudah buat barusan di pantry," ujar Mas Gavin.

"Gue lagi enggak minum kopi, Za, lo saja."

Fiza mengangguk. "Asam lambung lo naik lagi, ya?" tanya Fiza meyakinkan. Karena setahu dia asam lambung Mas Faris sering naik jiga terlalu banyak minum kopi.

"Iya. Kemarin kan gue beresin proyek sampe lembur. Jadi kebanyakan minum kopi," jelasnya yang membuat Fiza mengangguk.

Lelaki itu menatap Mbak Mila yang menggenggam Starbucks. "Lo enggak perlu gue tanya kan, Mbak?"

Mbak Mila terkekeh lalu mengangguk. "Iya. Lo saja sana. Keburu si bos datang," katanya.

Ia langsung melesat ke luar setelah melihat jam. Bisa-bisa nilai dirinya turun gara-gara bos mengecek karyawan dan dirinya tidak ada karena tengah keluyuran hanya untuk membeli kopi. Padahal pantry di kantor juga menyediakan kopi. Hanya saja lelaki itu tidak terlalu suka dengan kopi yang ada di pantry, karena terbiasa dengan kopi buatan Starbucks Corporation. Dia hanya sesekali minum kopi pantry jika sedang sibuk bekerja sampai malas untuk keluar atau pun delivery.

Fiza kembali sambil menenteng Starbucks. Dia membeli dua Starbucks. Satu untuk dirinya sendiri dan satu lagi untuk Mbak Tika yang menjadi partner proyeknya.

Dia terkejut saat bosnya tengah bersandar di kubikel miliknya.

"Morning, Pak," sapa Fiza sambil berjalan ke kubikelnya.

Fiza menatap para seniornya yang fokus bekerja, dia yakin seniornya itu tengah memasang telinga untuk mendengar perbincangan dirinya dan si bos. Karena si bos tidak akan bersandar di kubikelnya jika tidak ada sesuatu.

"Za, kamu take over kerjaan Tika, ya!"

Fiza mengernyit. "Kenapa, Pak?" Pasalnya, pekerjaan Mbak Tika lebih banyak dari pekerjaannya. Bukan maksud Fiza tak ingin mengerjakan pekerjaan seniornya itu, tetapi ia merasa heran karena dirinya tiba-tiba harus ambil alih.

"Si Tika enggak masuk. Cuti sakit," jelas bosnya yang membuat Fiza mengangguk.

Berhubung tenggatnya cukup lama, Fiza yakin bisa mengerjakan semuanya. Lagi pula, Fiza lebih senang jika bekerja sendiri.

"Tapi klien minta cepet. Jadi tenggatnya dimajukan," ujar Jarvis.

Mendengar itu membuat Fiza sedikit terkejut. "Tenggatnya kapan, Pak?" tanya Fiza tanpa protes.

Bosnya itu tak langsung menjawab. Dia menatap ponselnya sebentar lalu menatap Fiza. "Tiga hari lagi. Lo bisa kerjain semuanya sendiri kan, Za?"

Jarvis, bosnya itu tak ingin mendengar kata tidak. Dengan kecepatan kerja Fiza yang cepat, dia tidak akan ragu dengan kemampuan anak buahnya itu.

"Harus bisa kan, Pak?" tanyanya sambil terkekeh.

Jarvis mengangguk lalu menyuruh Fiza langsung bekerja. Setelahnya dia pergi ke ruangannya.

"Cie yang disuruh take over kerjaan senior." Suara Mbak Mila terdengar.

Fiza hanya terkekeh. "Lo mau bantuin emangnya, Mbak?"

"Enggak, makasih. Gue juga banyak kerjaan."

"Tapi Mbak Tika sakit apa, ya?" gumam Fiza.

Hening. Tak ada jawaban dari para seniornya. Lalu tiba-tiba Mbak Mila kembali bersuara. "Tifus katanya. Sampai di opname juga."

"Jenguk enggak?" tambah Mbak Mila.

"Ayo!" Kedua seniornya yang lain setuju.

Fiza juga mengangguk setuju. "Gue ikut terserah orang tua saja," ujarnya.

Kemudian lelaki itu menyesap Starbucks-nya. Dia harus siap bekerja lembur sampai dini hari selama dua hari. Ia berharap tubuhnya baik-baik saja karena dia akan sering minum kopi.

Altamura ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang