17. Peptic Ulcer

44 9 11
                                    

Suara ketikan pada keyboard terdengar menggema. Hanya ada seorang lelaki yang masih berkutat pada pekerjaan dalam ruangan itu.

Malam telah menyapa tapi dia masih di sana. Bahkan malam semakin larut, tetapi dia belum juga pulang. Perutnya tak merasa keroncongan padahal terakhir dia makan adalah saat makan siang bersama para seniornya.

Proyek yang ia kerjakan bersama salah satu seniornya telah usai tepat pada tenggatnya. Kali ini, dia mengerjakan pekerjaannya sendiri.

Ini hari ketiganya lembur sampai larut malam seorang diri. Dia tak mempedulikan apakah dirinya lembur sendiri atau tidak, karena yang dia mau pekerjaannya cepat selesai. Ia bekerja seperti tidak akan ada hari esok saja.

Tadinya, hari ini Fiza hendak menemui Gia selepas bekerja. Namun, melihat ini hampir menunjukkan pukul sebelas malam dia mengurungkan niatnya.

Atensi Fiza teralih saat ponselnya bersuara. Dia meraih benda itu dan menemukan sebuah pesan masuk dari teman kuliahnya.

Kalau mau sekarang juga enggak apa-apa, Za. Gue juga masih di kantor. Baru mau pulang sekarang.

Sekarang udah malam banget, lo juga pasti capek. Tapi kalau lo mau ke kantor gue sih enggak apa-apa.


Setelah membalas pesan Gia, lelaki itu kembali fokus menyelesaikan pekerjaannya. Ketikannya pada keyboard semakin cepat saat Gia memaksa akan membahas rencana balas dendam yang selanjutnya hari ini.

Tiba-tiba, lelaki itu merasa nyeri di bagian perutnya, lebih tepatnya, pada ulu hati. Dia juga merasa mual. Dengan cepat dia berdiri dan pergi ke toilet.

Hanya cairan yang keluar dari mulutnya. Dia memijat tengkuknya yang terasa sakit lalu berjalan lunglai kembali ke kubikelnya.

Ulu hatinya seperti diperas sangat kuat. Lelaki itu berusaha sekuat tenaga agar tak mengerang kesakitan.

Dia yang ingin melanjutkan bekerja kini merasa tak berdaya. Fiza mengurungkan niatnya dan langsung membereskan peralatan kantornya.

Fiza menatap ponselnya yang berdering. Ternyata Gia meneleponnya. Lelaki itu yakin temannya telah sampai di sini. Buru-buru Fiza mengangkat panggilan dari Gia sambil menenteng tasnya. Dia berjalan perlahan karena rasa sakitnya kini semakin menjadi.

"Gue ada di bawah, Za." Suara Gia terdengar. Sesuai perkiraannya, Gia tengah berada di parkiran.

"Gue juga sudah mau pulang. Lo tunggu saja di sana," katanya dengan suara lemah.

"Oke. Gue tunggu di bawah."

Setelah itu, panggilan berakhir.

Fiza menatap Gia dari kejauhan. Lelaki itu bukannya menunggu di mobil malah bersandar pada mobilnya yang terparkir tepat di samping mobil Fiza.

Fokus Gia tertuju pada ponsel, sehingga lelaki itu tak menyadari temannya tengah berjalan mendekat.

"Gi," panggil Fiza sambil memegang perutnya.

Orang yang dipanggil itu mendongak. Dia menatap Fiza dengan terkejut saat menyadari Fiza tengah memegang perutnya. "Kenapa lo?"

"Sakit," jawab Fiza singkat.

Gia langsung memasukkan ponsel yang masih digenggamnya ke saku. "Lo mag? Mau makan dulu?"

Altamura ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang